BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Polisi lalu lintas adalah unsur
pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan,
pengaturan, pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu
lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan bermotor,
penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas,
guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Pelayanan
kepada masyarakat di bidang lalu lintas dilaksanakan juga untuk meningkatkan
kualitas hidup masyarakat, karena dalam masyarakat yang modern lalu lintas
merupakan faktor utama pendukung produktivitasnya. Dan dalam lalu lintas banyak
masalah atau gangguan yang dapat menghambat dan mematikan proses produktivitas
masyarakat. Seperti kecelakaan lalu lintas, kemacetan maupun tindak pidana yang
berkaitan dengan kendaraan bermotor. Untuk itu polisi lalu lintas juga
mempunyai visi dan misi yang sejalan dengan bahasan Polri di masa depan.
Para petugas kepolisian pada tingkat
pelaksana menindaklanjuti kebijakankebijakan pimpinan terutama yang berkaitan
dengan pelayanan di bidang SIM, STNK, BPKB dan penyidikan kecelakaan lalu
lintas. Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yang digagas oleh Departemen Perhubungan, dibuat agar penyelenggaraan lalu
lintas dan angkutan jalan sesuai harapan masyarakat, sejalan dengan kondisi dan
kebutuhan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan saat ini, serta
harmoni dengan Undang-undang lainnya.
Yang lebih penting dari hal tersebut
adalah bagaimana kita dapat menjawab dan menjalankan amanah yang tertuang
didalamnya. Sesuai dengan Pasal 7 ayat 2e dinyatakan:”bahwa tugas pokok dan
fungsi Polri dalam hal penyelenggaraan lalu lintas sebagai suatu: “urusan pemerintah
di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi,
penegakkan hukum, operasional manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta
pendidikan berlalu lintas”.
Dengan adanya UU No. 22 Tahun 2009
ini, bukan berarti bahwa Polri akan berorientasi pada kewenangan (authority).
Akan tetapi, harus disadari bahwa tugas dan fungsi Polri di bidang lalu lintas,
berikut kewenangan-kewenangan yang melekat, berkolerasi erat dengan fungsi
kepolisian lainnya baik menyangkut aspek penegakan hukum maupun pemeliharaan
Kamtibmas dan pencegahan kejahatan secara terpadu.
Polri sebagai administrasi negara atau
administrasi publik yang berorientasi pada pelayanan untuk menuju pelayanan
Polri yang prima yang sesuai dengan harapan masyarakat dan dapat mengangkat
citra serta meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada aparat negara khususnya
Polri, memerlukan berbagi pembenahan.[4]
Pelayanan kepada publik yang
diselenggarakan Pemerintah Kota Lhokseumawe khususnya Direktorat Lalu Lintas
Kepolisian Daerah Aceh diantaranya adalah memberikan pelayanan pembuatan SIM
(Surat Ijin Mengemudi) penerbitan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan), BPKB
(Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) dan TNKB (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor)
kepada masyarakat.
SIM adalah bukti registrasi dan
identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseorang yang telah memenuhi
persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu
lintas dan trampil mengemudikan kendarakan bermotor.
Berdasarkan latar belakang yang telah
di uraikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Peranan Komunikasi
Polisi Lalu
Lintas Dalam Meningkatkan Ketertiban Berlalulintas di Kota Lhokseumawe”
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Peranan
Komunikasi
Polisi Lalu Lintas Dalam Meningkatkan Ketertiban Berlalulintas di Kota
Lhokseumawe?
2.
Apa Saja Hambatan
Polisi Lalu Lintas Dalam Meningkatkan Ketertiban Berlalulintas di Kota
Lhokseumawe?
C.
Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Peranan Komunikasi Polisi Lalu Lintas Dalam Meningkatkan Ketertiban Berlalulintas Di Kota
Lhokseumawe.
2. Untuk Mengetahui Apa Saja Hambatan Polisi Lalu Lintas Dalam Meningkatkan Ketertiban Berlalulintas di Kota
Lhokseumawe.
D.
Manfaat
Penelitian
1.
Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat menjadi
bahan untuk eveluasi tentang peranan Polisi Lalu Lintas dalam
meningkatkan ketertiban berlalu lintas di Kota Lhokseumawe dan meningkatkan kualitas pelayanan berlalulintas.
2.
Manfaat Teoritis
Dalam menjadi
referensi dan bahan informasi bagi peneliti lain yang mengkaji peranan Polisi Lalulintas dalam meningkatkan ketertiban berlalu lintas di Kota
Lhokseumawe.
Penelitian ini memperkaya indikator pengukuran tentang peran komunikasi dalam
pelayanan khususnya dilihat dalam sudut pandang pendekatan proses.
E.
Batasan Istilah
1. Peranan
Peran dalam
ilmu sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki
jabatan tertentu, seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang
didudukinya tersebut.
2.
Polisi Lalu Lintas
Polisi
Lalu Lintas adalah unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas
Kepolisikan mengatur lalu lintas terhadap pengendara.
3.
Lalu Lintas
Lalu
Lintas merupakan prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan,
orang dan barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung,
F.
Kajian
Terdahulu
Sebelum
menjalankan penelitian ini, penulis terlebih dahulu telah melakukan telaah
tentang kajian atau penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan judul
penulis. Penulis menjadikan penulisan-penulisan sebelum ini sebagai rujukan dan
panduan untuk melakukan penelitian. Adapun beberapa kajian terdahulu atau karya
ilmiah yang telah diteliti oleh peneliti terdahulu adalah sebagai berikut :
1.
Edi Suroso (2008) dengan
judul “Membangun Citra
polisi Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pelanggaran Lalu-Lintas di Polres
Batang”
Penelitian ini membahas tentang membangun
citra polisi dalam penanggulangan tindak
pidana pelanggaran lalu-lintas
di Polres Batang. Fokus dalam penelitian ini
adalah ingin mengkaji membangun citra polisi
dalam penanggulangan tindak
pidana pelanggaran lalu-lintas
di Polres Batang.
Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian penulis yaitu penelitian ini lebih mengkaji membangun citra
polisi dalam penanggulangan tindak pidana pelanggaran lalu-lintas di Polres
Batang.
Sedangkan penelitian
penulis membahas tentang peranan
Polisi Lalu Lintas dalam meningkatkan ketertiban berlalulintas di Kota
Lhokseumawe, disini lebih membahas bagaimana peranan Polisi Lalu Lintas dalam
meningkatkan ketertiban berlalulintas di Kota Lhokseumawe, apa saja hambatan
Polisi Lalu Lintas dalam meningkatkan ketertiban berlalulintas di Kota
Lhokseumawe.
2.
Syauki
(2010)
dengan judul “Efektivitas Komunikasi Polisi Lalu Lintas Dalam Dalam
Pelayanan Masyarakat Gorontalo” Penelitian ini membahas tentang efektivitas
komunikasi Polisi Lalu Lintas dalam dalam pelayanan masyarakat Gorontalo.
Fokus dalam penelitian ini
adalah ingin mengkaji efektivitas komunikasi Polisi Lalu Lintas dalam dalam
pelayanan masyarakat Gorontalo.
Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian penulis yaitu penelitian ini lebih mengkaji efektivitas
komunikasi Polisi Lalu Lintas dalam dalam pelayanan masyarakat Gorontalo.
Sedangkan penelitian
penulis membahas tentang peranan
Polisi Lalu Lintas dalam meningkatkan ketertiban berlalulintas di Kota
Lhokseumawe, disini lebih membahas bagaimana peranan Polisi Lalu Lintas dalam
meningkatkan ketertiban berlalulintas di Kota Lhokseumawe, apa saja hambatan
Polisi Lalu Lintas dalam meningkatkan ketertiban berlalulintas di Kota
Lhokseumawe.
3.
Subhan
(2007)
dengan judul “Peran Polisi Lalu Lintas Surabaya Dalam Mengatur Lalulintas”.
Penelitian ini membahas tentang peran Polisi Lalu Lintas Surabaya dalam
mengatur lalulintas.
Fokus dalam penelitian ini
adalah ingin mengkaji tentang peran Polisi Lalu Lintas Surabaya dalam mengatur
lalulintas.
Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian penulis yaitu penelitian ini lebih mengkaji peran Polisi Lalu
Lintas Surabaya dalam mengatur lalulintas.
Sedangkan penelitian
penulis membahas tentang peranan
Polisi Lalu Lintas dalam meningkatkan ketertiban berlalulintas di Kota
Lhokseumawe, disini lebih membahas bagaimana peranan Polisi Lalu Lintas dalam
meningkatkan ketertiban berlalulintas di Kota Lhokseumawe, apa saja hambatan
Polisi Lalu Lintas dalam meningkatkan ketertiban berlalulintas di Kota
Lhokseumawe.
G.
Sistematika Penulisan
Sistematika
penulisan proposal penelitian ini meliputi:
- Bab pertama merupakan pendahuluan yang di dalamnya menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
- Bab dua membahas tentang Landasan Teori mengenai hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian.
- Bab tiga membahas tentang metodelogi penelitian yang menguraikan tentang gambaran umum lokasi penelitian, jenis penelitian, sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, alat pengumpulan data, informan penelitian dan teknik analisis data.
- Bab empat tentang pembahasan mengenai, paparan data, hasil penelitian, analisis data.
- Bab kelima merupakan bab penutup yang membahas tentang kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN KEPUSTAKAAN
A. Pengertian Komunikasi
Kata atau
istilah komunikasi dari bahasa Inggris yaitu communication ,secara etimologis atau menurut asal katanya adalah
dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis
Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’
yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.
Komunikasi
secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan
oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam
komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward mengenai komunikasi manusia
yaitu: Human communication is the process through which individuals –in
relationships, group, organizations and societies—respond to and create
messages to adapt to the environment and one another. Bahwa komunikasi manusia
adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok,
organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi
dengan lingkungan satu sama lain.
Di kutip dari
buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar yang di tulis oleh Deddy Mulyana, terdapat
empat fungsi komunikasi, yakni: komunikasi sosial, komunikasi ekspresif,
komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental. Dan di makalah ini, penulis
akan sedikit menjelaskan tentang komunikasi sosial.
B. Peranan Polisi Lalu Lintas Dalam Masyarakat
Dalam
realitanya, perananan polisi lalu lintas dalam masyarakat memang sangat erat
antara polisi dengan masyarakat: Kualitasdan keberdayaan polisi dalam
menanggulangi kriminalitas, merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
afektif dan tidaknya ketentuan yang berlaku, khususnya dibidang kriminalitas
yang menjadi tugas pokok kepolisian untuk menindaknya. Masih berkaitan dengan
eksistensi polisi, yang paling besar frekuensinya dalam berhubungan secara
langsung dengan masyarakatadalah polisi, di bandingkan dengan penegakhukum
lainnya.
Sejalan dengan
hubungan antara hukum dan masyarakat, Montesquieu mengatakan bahwa hukum
merupakan suatu bagian integral dari kebudayaan masyarakat tertentu. Hukum
merupakan hasil dari berbagai faktor dalam masyarakat, misalnya adat istiadat,
lingkungan fisik,dan perkembangan masa lampau sehingga hukum peranan polisi
lalu lintas dalam masyarakat hanya dapatdimengerti didalam karangka kehidupan
masyarakat dimana hukum itu berkembang..
Masih dalam
kaitannya dengan peranan polisi lalu lintas dalam masyarakat didalam buku
panduan tugas Binatra Polri diatur mengenai padoman bagi Binatra Polri dalam
meningkatkan budaya palayanan kepada masyarakat:
1.
Berupa mengenal masyarakat
2.
Melaksanakan standart pelayanan masyarakat, seperti
senyum,salam,sapa,serta teknisyang benar
3.
Senang meminta arahan dari pimpinan agar lebih mampu
melaksanakan standart pelayanan masyarakat.
4.
Menaati dan melaksanakan standart pelayanan tugas yang
telah di tentukan.
5.
Menyarankan kepada kawan atau pimpinan upaya atau kiat
pelaksanaan pelayanan yang lebih baik, sesuai pengalaman sendiri
atau kawan lain,
dan aktif memberikan saran dan
pengalaman pada saat diskusi atau gugus kendali mutu.
6.
Sasaran tugas, bicarakan dengan pimpinan, cara kiat
terbaik untuk melaksanakannya.
7.
Berani dan bersedia serta bertekat melaksanakan tugas
yang telah disepakati bersama pimpinan.
8.
Meminta bantuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan pelaksanaan tugas untuk mencapai sasaran yang telah di sepakati.
Lain halnya
dengan ketertiban, hukum dan ketertiban sering mengalami benturan terutama
terlihat pada tugas polisi yang mendua. Di
suatu pihak polisi
bertugas untuk memelihara ketertiban, dipihak lain polisi bertugas untuk menegakan hukum dengan kata
lain, tugas pihak kepolisian bukan sekedar menjaga legal order, melainkan juga
ketertiban dan ketentraman warga masyarakat. Tugas ganda ini kadang-kadang
menyulitkan polisi memilih alternatif jika harus jika harus menghadapi seorang residivis yang kejam dan
tidak sudi menyerah. Padaha kikatnya polisia dalah petugas yang diberiwewenang
untuk menjalankan kekerasan demi tugasnya. Jadi kita tidak usah terlalu heran
kalau sekali-sekali polisi terpaksa melakukan kekerasan dalam melaksanakan
tugasnya. Di sini kadang-kadang hukum berburu dengan ketertiban.
C. Tugas Pokok Polisi Lalu Lintas Di Jalan Raya
Satuan lalu
lintas (Satlantas) dipimpin oleh Kasat Lantas yang bertanggung jawab kepada
Kapolres dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Wakapolres.
Kasat Lantas bertugas melaksanakan Turjawali lalu lintas, pendidikan masyarakat
lalu lintas (Dikmaslantas), pelayanan registrasi dan identifikasi kendaraan
bermotor dan pengemudi, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum
di bidang lalu lintas. Kasat Lantas dalam melaksanakan tugas, menyelenggarakan
fungsi:
1.
Pembinaan lalu lintas Kepolisian
2.
Pembinaan partisipasi masyarakat melalui kerja sama
lintas sektoral, Dikmaslantas, dan pengkajian masalah di bidang lalu lintas
3.
Pelaksanaan operasi Kepolisian bidang lalu lintas dalam
rangka penegakan hukum dan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalu
lintas (Kamseltibcarlantas)
4.
Pelayanan administrasi registrasi dan identifikasi
kendaraan bermotor serta pengemudi
5.
Pelaksanaan patroli jalan raya dan penindakan pelanggaran
serta penanganan kecelakaan lalu lintas dalam rangka penegakan hukum, serta
menjamin Kamseltibcarlantas di jalan raya
6.
Pengamanan dan penyelamatan masyarakat pengguna jalan
7.
Perawatan dan pemeliharaan peralatan dan kendaraan.
Kepala Satuan lalu lintas
dalam melaksanakan tugas sehari-hari di dibantu oleh:
a. Kepala Urusan Pembinaan Operasional (Kaur
Binopsnal), yang bertugas melaksanakan pembinaan lalu lintas, melakukan kerja
sama lintas sektoral, pengkajian masalah di bidang lalu lintas, pelaksanaan
operasi kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka penegakan hukum dan
Kamseltibcarlantas, perawatan dan pemeliharaan peralatan dan kendaraan.
b.
Kepala Urusan Administrasi dan Ketatausahaan (Kaur
Mintu), yang bertugas menyelenggarakan kegiatan administrasi dan ketatausahaan
c.
Kepala Unit Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli
(Kanit Turjawali), yang bertugas melaksanakan kegiatan Turjawali dan penindakan
terhadap pelanggaran lalu lintas dalam rangka penegakan hukum
d.
Kepala Unit Pendidikan Masyarakat dan Rekayasa (Kanit
Dikyasa), yang bertugas melakukan pembinaan partisipasi masyarakat dan
Dikmaslantas
e.
Kepala Unit Registrasi dan Identifikasi (Kanit Regident),
yang bertugas melayani administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan
bermotor serta pengemudi
f. Kepala Unit Kecelakaan (Kanit Laka), yang
bertugas menangani kecelakaan lalu lintas dalam rangka penegakan hukum.
Urusan
Pembinaan Operasional (Urbinopsnal)
dipimpin oleh kepala urusan pembinaan operasional disingkat Kaur Binopsnal yang
bertanggung jawab kepada Kasat Lantas.Kaur Binopsnal bertugas melaksanakan
pembinaan lalu lintas, melakukan kerja sama lintas sektoral, pengkajian masalah
di bidang lalu lintas, pelaksanaan operasi Kepolisian bidang lalu lintas
dalamrangka penegakan hukum dan Kamseltibcarlantas, perawatan dan pemeliharaan
peralatan dan kendaraan. Kaur Binopsnal dalam melaksanakan tugas
menyelenggarakan kegiatan:
1.
Merumuskan dan mengembangkan prosedur dan tata cara kerja
tetap pelaksanaan tugas pada fungsi Sat Lantas serta mengendalikan, mengawasi,
mengarahkan, menganalisa dan mengevaluasi pelaksanaannya pada semua unit
pelaksana, termasuk Supervisi bidang lalu lintas ke wilayah Polres jajaran.
2.
Menyiapkan rencana dan program kegiatan termasuk rencana
pelaksanaan operasi Kepolisian yang mengedepankan fungsi teknis lalu lintas dan
rencana latihan fungsi Sat Lantas secara internal dalam rangka pengembangan
sumber daya manusia Polri.
3.
Mengadakan koordinasi bersama instansi lintas sektoral
dalam rangka kerjasama keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu
lintas (Kamseltibcarlantas) dan penegakan hukum lalu lintas.
4.
Mengatur dan mengelola pemanfaatan peralatan dan
kendaraan inventaris untuk mendukung pelaksanaan tugas fungsi Sat Lantas.
5.
Membantu dan memberikan masukan kepada Kasat Lantas
6.
Mewakili Kasat Lantas apabila berhalangan melaksanakan
tugas.
Urusan
Administrasi dan Ketatausahaan (Urmintu) dipimpin oleh kepala urusan
administrasi dan ketatausahaan disingkat Kaur Mintu yang bertanggung jawab
kepada Kasat Lantas dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali
Kaur Binopsnal.Kaur Mintu bertugas menyelenggarakan kegiatan administrasi dan
ketatausahaan.
D. Eksistensi Polisi Lalu Lintas Terhadap Pelayanan
Masyarakat
Kepolisi lalu
lintas an lahir dari masyarakat. Sebagai aparatur yang siap memberikan
pengayoman kepada masyarakat, sejatinya polisi lalu lintas tidak lagi menjadi abdi negara, tetapi menjadi
abdi masyarakat. Setidaknya, polisi lalu lintas
lebih mengutamakan tanggungjawab kepada masyarakat. Polisi lalu lintas
sebagai abdi negara mesti diubah. Jika tidak, budaya polisi lalu lintas lebihmengutamakan tanggungjawab kepada atasan
terus berlanjut. Keberadaan polisi lalu lintas
ibarat bayi yang lahir dari masyarakat. Ia berpandangan, segenting
apapun kondisi negara, hanya rumah sakit, pendidikan, dan polisi lalu
lintas yang tetap dibutuhkan masyarakat.
Eksistensi
Polisi lalu lintas ditengah masyarakat
sangat dibutuhkan, kita tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau polisi
lalu lintas tidak ada, bisa jadi keadaan masyarakat akan kacau, kejahatan akan
terjadi dimana dan bisa jadi hukum tidak dapat ditegakkan. Pada hakekatnya
fungsi polisi lalu lintas dimanapun didunia adatiga hal yaitu ketertiban,
legalitas dan keadilan Dalam sistem peradilan pidana, polisi lalu lintas merupakan penegakhukum yang umumnya berkaitan
dengan pemeliharaan ketertiban umum, pertolongan dan bantuan dalam semua jenis
keadaan darurat, pencegahan dan peneyelidikan kejahatan.
Pasal 18 ayat
(1) undang-undang No.2 tahun 2002 tentang kepolisi lalu lintas an Untuk
kepentingan umum pejabat Kepolisi lalu lintas an Negara Republik Indonesia
dalam melaksanaan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya
sendiri. Ayat(2) pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) hanya
dapat dilakukan dalam keadaan sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta
kode etik profesi
kepolisi lalu lintas an Negara
Republik Indonesia. Dalam hal ini bertindak dengan penilaian sendiri dapat disebut sebagai diskresi.
Dimulai pada
tahun 1960, pada awalnya dalam sistem peradilan pidana tidak mengenal adanya
diskresi karena polisi lalu lintas danjaksa harus bekerja sesuai dengan hukum
bila melakukan diluar itu berarti illegal. Definisi diskresi menurut K.C.
Davis, adalah membuat pilihan atau putusan dari sejumlah kemungkinan yang akan
ada atau bisa terjadi. Dalam penegakan hukum memang tidak dapat dihindarkan,
mengingat keterbatasan-keterbasan baik dalam kualitas perundang-undangan,
sarana dan prasarana, kualitas penegak hukum maupun partisipasi masyarakat. Ini
merupakan refleksi pengakuan bahwa konsep penegakan hukum secara total (total enforcement) dan penegakan hukum secara penuh (full
enforcement) tidak mungkin
dilaksanakan, sehingga penegakan hukum yang aktual (actual enforcement) yang terjadi. Hikmah yang terjadi adalah, bahwa
diskresi inilah yang menjadi sumber pembaharuan hukum apabila direkam dan
dipantau dengan baik dan sistematis.
Seorang petugas
kepolisi lalu lintas an Negara Republik Indonesia yang bertugas ditengah-
tengah masyarakat seorang diri, harus mampu mengambil keputusan berdasarkan
penilaiannya sendiri apabila terjadi gangguan terhadap keteriban dan keamanan
umum atau bila diperkirakan akan timbul bahaya bagi kepentingan umum. Dalam
keadaan seperti itu tidak mungkin baginya untuk meminta pengarahan terlebih
dahulu dari atasannya sehingga dia harus berani memutuskan sendiri tindakannya.
Eksistensi
Polisi lalu lintas yang berbeda
ditengah-tengah masyarakat akan dapat mempengaruhi kinerjanya dalam pelaksanaan
tugasnya. Dalam ilmu sosial dan semacam konsep stgmatis yang mengatakan, bahwa
lembaga-lembaga dalam suatu masyarkat akan membawa ciri masyarakat
bersangkutan. Konsep tersebut lalu dituangkan kedalam rumus, “bagaiman
masyrakatnya, begitu pula lembaganya”. Dengan demikian bisa dikatakan juga,
bahwa masyarakat akan mempunyai lembaga-lembaganya yang berkualitas sama dengan
kualitas masyarakat itu sendiri.
Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa stempel masyarakat akan selalu melekat pada sekalian
lembaga yang dimiliki masyarakat tersebut. Polisi lalu lintas sebagai salah satu lembaga dalam masyarakat
tidak merupakan perkecualian, kualitas pekerjanya juga akan sangat ditentukan
oleh keadaan, watak serta kualitas masyarakat disitu. Dengan demikian, stempel
masyarakat indonesia juga melekat pada Polisi lalu lintas .
Harapan
masyrakat terhadap kepolisi lalu lintas an itu sebenarnya hanya dua hal:
Pertama, mereka membutuhkan keamanan dan perlindungan Polisi lalu lintas secara maksimal baik atas dirinya, maupun
keluarga nya dan harta bendanya; kedua, mereka menginginkan pelayanan yang
lebih baik dari Polisi lalu lintas.Dari kondisi mekanisme penegakan hukum
dengan berbagai kendalanya bukan saja membuat mekanisme penegakan hukum menjadi
tak sesuai yang diharapkan,lebih dari itu adalah munculnya berbagai keluhan
masyarakat tentang pelaksanaan tugas dan pungsi kepolisi lalu lintas.
Berbagai
keluhan masyarakat (public complint) tersebut antara lain adalah: polisi lalu
lintas yang kerap terlambat hadir di jalan yang macet, atau anggota satuan
bhayangkara (Sabhra) yang meminta “salam tempel“ dari kendaraan-kendaraan
angkutan, adalah salah satu citra polisi lalu lintas yang tertanam dibenak masyarakat. contoh
lain, adalah sikap anggota reserse yang ogah-ogahan dalam menuntaskan kasus,
atau petugas binmas yang “asal sudah selesai” saat memberi penyuluhan. Mau tak
mau juga masih merupakan gambaran yang dipersepsikan oleh masayrakat tentang
pribadi polisi lalu lintas dan
organisasi kepolisian dewasa ini.
Pada bidang
penegakan hukum masih tingginya pelanggaran hukum oleh anggota dan
penyalahgunaan wewenang oleh aparat kepolisi lalu lintas an, yang tercermin
adanya moral yang rendah, pada bidang keamanan masih ada tingginya rasa tidak
aman, pada bidang pelayanan terdapat kewibawaan anggota yang rendah.
Selanjutnya penelitian tersebut memokuskan pada penyebab utama rendahnya
profesionalisme polisi lalu lintas
karena aspek structural, institusional dan kultural. Jati diri Polisi
lalu lintas menunjkkan indikasi
profesionalisme rendah, militeristik, sehingga sikap pelayanan kaku, kapasitas
intelektual anggota bintara dan tamtama rendah, komunikasi kerja yang patuh
saja pada atasan, dan kurang peluang untuk berlaku kritis.
Upaya
meningkatkan profesionalisme dapat pula dilihat dari pelepasan polisi lalu
lintas dari struktur organisasi ABRI
mulai tanggal 1April 1999. kebijakan tersebut setidaknya telah memberi nuansa
baru bagi Polisi lalu lintas sendiri,
paling tidak Polisi lalu lintas sudah
bisa “mandiri” didalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Polisi lalu lintas dapat benar-benar bertindak sesuai dengan
tuntutan kebutuhan masyarakat.
E. Polisi Lalu Lintas Dalam Perspektif Masyarakat
Gambaran
tentang keterpuruka ncitra Polisi dalam perspektif masyarakat, seakan membuka
peluang terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya sehari-hari. Sebuah analisis dari seorang pakar kriminologi Amerika
Serikat, Sutherland, dalam bukunya berjudul “Criminal Homicide,A Study of
Culture and Conflict” yang diterbitkan tahun 1960 di California, membahas
berbagai kasus perilaku menyimpang yang dilakukan oleh penegakhukum, terutama
polisi. Menurut Suttherland, tugas dan
pekerjaan polisi sehari-hari
terlampau sering bergaul dengan
dunia kejahatan dan pejahat, sehingga secara tidak disadari polisi
menjadi sangat akrab dan tak asing lagi dengan kejahatan. Dampak
negatif yang sering tak
mengerti adalah polisi telah berada dalam lintasan kritis, seakan-akan ia tengah berdiri pada sebuah
perbatasan yang sangat rawan antara tugasnya sebagai penegak hukum dan terhadap
kejahatan yang tengah ditanganinya.
Perilaku
menyimpang yang demikian itu secara tidak langsung menggambarkan bahwa
administrasi peradilan pidana serta perilaku para penyelenggaranya belum
menunjukkan hasil yang maksimal yang diharapkan. Bahkan, sebaliknya
penyelenggaraan peradilan pidana secara potensi menampakkan aspek-aspek yang
bersifat kriminogen. Steven Box dalam tulisannya yang berjudul Power,Crime and
My stication mengidentifikasi bermacam-macam bentuk kebrutalan (kejahatan)
polisi dalam proses penyelesaian perkara pidana antara lain:
1.
Membunuh atau menyiksa tersangka.
2.
mengancam, menahan, mengintimidasi dan membuat “catatan
hitam” bagi orang-orang yang tidak bersalah,
3.
melakukan korupsi, antara lain dengan cara menerima suap
supaya tidak melakukan atau menjalankan hukum, dan memalsukan data atau fakta
atau keterangan dan menghentikan pengusutan perkara pidana baik secara langsung atau tidak langsung guna
mendapatkansesuatu keuntungan.
Senada dengan
Steven Box, dalam buku pedoman pelatihan untuk anggota Polri disebutkan pula,
bahwa tindakan menutup-nutupi kejahatan dan melakukan korupsi dan menerima suap, tidak saja merupakan
pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius, tetapi juga berarti melakukan
tindakan melanggar hukum. Dengan demikian, ketika warga masyarakat mengetahui
tindakan polisi yang melanggar hukum tersebut akan melihat polisi sebagai
pelanggar hukum dan bukan sebagai penegak hukum.
Citra Polisi di
mata masyarakat juga dapat diperbaiki dengan melaksanakan praktik penegakan
hukum secara transparan dan akuntabilitas. Di dalam rencana strategis polisi
lalu lintas secara tegas dinyatakan, bahwas trategi yang dipandang tepat untuk
menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap polisi lalu lintas adalah dengan
mengupayakan trans-paransi dan akuntabilitas dalam melakukan penegakan hukum.
Transparansi penegakan hukum tersebut berorientasi pada masalah keterbukaan,
kepercayaan, menghargai keragaman dan
perbedaan, serta tidak diskriminatif.
1.
Pelanggaran Lalu Lintas
Pelanggaran
lalu lintas tertentu atau yang sering disebut dengan tilang merupakan kasus
dalam ruang lingkup hukum pidana yang diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 1992.
Hukum pidana mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan
berakibat diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan
memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana.
Tujuan hukum pidana adalah untuk menakut-nakuti orang agar tidak melakukan
perbuatan yang tidak baik dan mendidik seseorang yang pernah melakukan
perbuatan yang tidak baik menjadi baik dan dapat diterima.
Hukum pidana
juga dikenal dua jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran, kejahatan
ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga
bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat,
contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. Sedangkan
pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang, seperti
tidak memakai helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendara, dan
sebagainya.
Pelanggaran
terhadap aturan hukum pidana segera diambil tindakan oleh aparat hukum tanpa
ada pengaduan atau laporan dari pihak yang dirugikan, kecuali tindak pidana
yang termasuk delik aduan seperti perkosaan, kekerasan dalam rumah tangga dan
pencurian oleh keluarga. Sedangkan hukuman terdakwa yang terbukti kesalahannya
dapat dipidana mati/ dipenjara/ kurungan atau denda bisa juga dengan pidana
tambahan seperti dicabut hak-hak tertentu. Pelanggaran lalu lintas tertentu
atau tilang yang sering biasanya adalah pelanggaran terhadap Pasal 54 mengenai
kelengkapan surat kendaraan SIM dan STNK serta Pasal 59 mengenai muatan
berlebihan truk angkutan kemudian pelanggaran Pasal 61 seperti salah memasuki
jalur lintas kendaraan.
Namun
seringkali dalam penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas tidak sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku. Banyak kasus pelanggaran lalu lintas yang
diselesaikan di tempat oleh oknum aparat penegak hukum atau Polantas, dengan
kata lain perkara pelanggaran tersebut tidak sampai diproses menurut hukum
(Anonymous, 2009). Pemberian suap kepada Polantas dapat dikenakan tindak pidana
terhadap penguasa umum dengan pidana penjara paling lama 2 tahun delapan bulan (Pasal
209 KUHP). Bahkan usaha atau percobaan untuk melakukan kegiatan tersebut juga
dapat dipidana penjara (Pasal 53 (1) (2) jo Pasal 209 KHUP). Sedangkan bagi
Polantas yang menerima suap dapat dikenakan tindak pidana dengan ancaman
penjara paling lama lima tahun (Pasal 419 KUHP).
2.
Bentuk-bentuk
Pelanggaran Lalu Lintas Yang Terjadi
Bentuk-bentuk pelanggaran lalu lintas
diantaranya sebagai berikut.
a. Menggunakan jalan dengan cara yang dapat
merintangi membahayakan ketertiban atau keamanan lalu lintas atau yang mungkin
menimbulkan kerusakan pada jalan.
b. Mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak
dapat memperlihatkan surat ijin mengemudi (SIM), STNK, Surat Tanda Uji
Kendaraan (STUJ) yang sah atau tanda bukti lainnya sesuai peraturan yang
berlaku atau dapat memperlihatkan tetapi masa berlakunya sudah kadaluwarsa.
c. Membiarkan atau memperkenakan kendaraan
bermotor dikemudikan oleh orang lain yang tidak memiliki SIM.
d. Tidak memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan lalu lintas jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan,
perlengkapan, pemuatan kendaraan dan syarat penggandengan dengan kendaraan
lain.
e. Membiarkan kendaraan bermotor yang ada di
jalan tanpa dilengkapi plat tanda nomor kendaraan yang syah, sesuai dengan
surat tanda nomor kendaraan yang bersangkutan.
f. Pelanggaran terhadap perintah yang diberikan
oleh petugas pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang yang ada
di permukaan jalan.
g. Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan
tentang ukuran dan muatan yang diijinkan, cara menaikkan dan menurunkan
penumpang dan atau cara memuat dan membongkar barang.
h. Pelanggaran terhadap ijin trayek, jenis
kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di jalan yang ditentukan.
3.
Dampak Pelanggaran Lalu Lintas
Tentunya dari
permasalahan yang terjadi pada kondisi lalu lintas di Indonesia telah menimbulkan
berbagai masalah khususnya menyangkut permasalahan lalu lintas. Permasalahan
tersebut, seperti:
a.
Tingginya angka kecelakaan lalu lintas baik pada
persimpangan lampu lalu lintas maupun pada jalan raya.
b.
Keselamatan para pengendara dan para pejalan kaki menjadi
terancam.
c.
Kemacetan lalu lintas akibat dari masyarakat yang enggan
untuk berjalan kaki atau memanfaatkan sepeda ontel.
d.
Kebiasaan melanggar peraturan lalu lintas yang biasa
kemudian menjadi budaya melanggar peraturan.
4.
Penyebab Terjadinya Pelanggaran Lalu lintas
Hampir setiap
hari di indonesi terjadi kecelakaan akibat kesalahan pengemudi, baik kecelakaan
tunggal hingga tabrakan beruntun. Hal ini bisa saja terjadi akibat kelalaian
pengemudi kendaraan yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas yang sudah ada
demi keamanan, kelancaran, dan keselamatan lalu lintas. Oleh sebab itu, perlu
diketahui mengapa di indonesia tingkat kesadaran akan mamatuhi peraturan lalu
lintas masih tergolong reandah. Barikut beberapa hal yang mungkin menjwab
penyebab rendahanya kesadaran akan mematuhi peraturan lalu lintas:
a.
Minimnya Pengetahuan Mengenai,Peraturan,Marka Dan Rambu
Lalu Lintas
Tidak semua pengemudi kendaraan paham dan
mengetahui peraturan-peraturan lalu lintas, arti dari marka, dan rambu-rambu
lalu lintas. Penyebabnya adalah kurangnya kesadaran untuk mencari tahu arti
dari marka dan rambu-rambu lalu lintas ditambah pada saat ujian memperoleh SIM,
mereka lebih senang mendapatkan SIM dengan instan daripada mengikuti seluruh
prosedur.
b.
Dari Kecil Sudah Terbiasa Melihat Orang Melanggar Lalu
Lintas Atau Bahkan Orang Tuanya Sendiri
Kondisi ini
sangatlah ironi bila seorang anak kelak mencontoh orang tuanya, bila orang
tuanya sering melanggar peraturan, kemungkinan besar anak itu juga melanggar.
c.
Hanya patuh ketika ada polisi yang patroli atau melewati
pos polisi
Ini juga menjadi kebiasaan kebanyakan orang
indonesia. Kita ambil contoh, seorang pengemudi tidak akan melanggar lalu
lintas ketika ada polisi yang sedang mengatur arus lalu lintas di simpang jalan
atau ada polisi yang sedang jaga di pos dekat simpang tersebut. Namun bila
tidak ada polisi, dia bisa langsung tancap gas.
d.
Memutar balikkan ungkapan
Sring kita dengar, "peraturan dibuat
untuk dilanggar." Ini sangat menyesatkan. Akan tetapi entah bagaimana
ungkapan ini sangat melekat di hati orang indonesia, sehingga sangat ingin
menerapkannya. Semoga ungkapan ini tidak dipakai pada saat orang menjalankan ibadah
sesuai agamanya.
e.
Tidak memikirkan keselamatan diri atau orang lain
Pemerintah telah mewajibkan beberapa standar
keselamatan pengemudi saat mengemudikan kendaraannya seperti wajib memasang
safety belt untuk pengemudi roda 4 dan wajib memakai helm,kaca spion tetap
terpasang, dan menyalakan lampu pada siang hari bagi roda 2. Masih banyak
contoh standar keselamatan lainnya, akan tetapi kenapa pengemudi malas
menerapkannya.
f.
Bisa "damai" ketika tilang
Ini hal yang paling sering terjadi. Ketika
pengemudi-pengemudi melanggar peraturan
atau tidak lengkapnya kelengkapan surat-surat saat dirazia, hal yang pertama
diajukan oleh pengemudi tersebut adalah jalan "damai". Kalu tidak
bisa "damai" di jalan, pasti nanti bisa coba "damai" lagi
sebelum pengadilan demi mendapatkan kembali surat-surat yang ditahan oleh pihak
kepolisian dengan segera.
5.
Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi Pelanggaran Lalu Lintas
Pertama-tama
seorang petugas harus bertanya pada dirinya sendiri, siapakah pelanggar
peraturan lalu lintas tersebut. Hal ini bukanlah menyangkut apa pekerjaannya,
siapa namanya, dan seterusnya. Yang pokok disini adalah bahwa seorang yang
melanggar peraturan lalu lintas, bukanlah selalu seorang penjahat (walaupun
kadang-kadang petugas berhadapan dengan penjahat). Seorang pengemudi yang
melanggar peraturan lalu lintas adalah seseorang yang lalai di dalam membatasi
penyalahgunaan hak-haknya.
Yang kedua
adalah bahwa seorang petugas atau penegak hukum harus menyadari bahwa dia
adalah seseorang yang diberi kepercayaan oleh negara untuk menangani
masalah-masalah lalu lintas. Pakaian seragam maupun kendaraan dinasnya
merupakan lambang dari kekuasaan negara yang bertujuan untuk memelihara
kedamaian di dalam pergaulan hidup masyarakat. Seorang petugas yang emosional
dan impulsif tidak saja akan merusak seluruh korps, walaupun dia selalu disebut
oknum apabila berbuat kesalahan. Penanganan terhadap para pelanggar, memerlukan
kemampuan dan ketrampilan professional. Oleh karena itu, maka para penegak
hukum harus mempunyai pendidikan formal dengan taraf tertentu, serta
pengetahuan dan pemahaman hukum yang cukup besar. Pengutamaan kekuatan fisik,
bukanlah sikap professional di dalam menangani masalah-masalah lalu lintas.
Perencanaan
jalan raya dan pemasangan rambu lalu lintas yang disertai pertimbangan, akan mencegah terjadinya
kecelakaan lalu lintas. Pemasangan rambu yang tepat untuk memperingati pengemudi
bahwa di mukanya terdapat tikungan yang berbahaya, misalnya, akan dapat
mencegah terjadinya kecelakaan. Pemasangan rambu yang tidak wajar akan
menyebabkan terjadinya kebingungan pada diri pengemudi. Bentuk jalan raya,
besar kecilnya bentuk huruf, dan warna rambu lalu lintas, mempunyai pengaruh
terhadap pengemudi.
Pemasangan
lampu lalu lintas, juga mempunyai pengaruh terhadap perilaku pengemudi. Apabila
lampu lalu lintas tersebut ditempatkan sejajar dengan garis berhenti, maka hal
itu akan menyebabkan pengemudi menghadapi masalah. Masalahnya adalah, untuk
melihat lampu dengan jelas, maka dia harus berhenti jauh di belakang garis
behenti. Apabila hal itu dilakukan, maka dia akan dimaki-maki oleh
pengemudi-pengemudi yang berada di belakangnya. Kalau dia berhenti tepat di
garis berhenti, maka agak sukar baginya untuk melihat lampu lalu lintas.
Pendidikan bagi
pengemudi, juga merupakan salah satu cara dalam menangani para pelanggar lalu
lintas. Pada masyarakat lain di luar Indonesia, sekolah mengemudi merupakan
suatu lembaga pendidikan yang tujuan utamanya adalah menghasilkan
pengemudi-pengemudi yang cakap dan terampil di dalam mencegah terjadinya
kecelakaan lalu lintas. Sekolah-sekolah tersebut dikelola oleh para ahli, yang
tidak hanya melingkupi mereka yang biasa menangani masalah-masalah lalu lintas,
akan tetapi kadang-kadang juga ada psikologinya maupun ahli ilmu-ilmu sosial
lainnya. Di dalam sekolah pendidikan pengemudi tersebut, yang paling pokok
adalah sikap dari instruktur. Instruktur harus mampu menciptakan suatu suasana
dimana murid-muridnya dengan konsentrasi penuh menerima pelajarannya.
Seorang
instruktur harus mempunyai kemampuan untuk mendidik, kemampuan untuk mengajar
saja tidaklah cukup. Murid-murid harus diperlakukan sebagai orang dewasa, berilah
kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengambil keputusan, oleh karena di dalam
mengendarai kendaraan yang terpenting adalah dapat mengambil keputusan yang
cepat dan tepat. Kalau tidak maka kemungkinan besar akan terjadi kecelakaan
yang mengakibatkan kerugian benda atau hilangnya nyawa seseorang.
F. Tata Tertib Dalam Berkendara
Aturan lalu
lintas sebenarnya tidak hanya berwujud larangan tetapi juga berbentuk perintah,
dilarang belok, dilarang parkir, dilarang menyalip atau dilarang berputar.
Peraturan tersebut sebenarnya banyak sekali bisa berbentuk perintah, petunjuk,
dan pemberitahuan karena wujud dari peraturan sebenarnya banyak sekali.
Permasalahan di
sini adalah karena kurangnya kesadaran dari masyarakat terutama remaja. Bentuk
dari kurangnya kesadaran itu adalah pelanggaran. Banyak peraturan dan hukum
yang telah menetapkan tetapi remaja yang bersikap tak acuh nekat melanggar
begitu saja atau sudah tahu tetapi tetap melanggar. Banyak kejadian kecelakaan
yang disebabkan karena perilaku remaja yang seenaknya sendiri berkendara tanpa
mengindahkan tata tertib.
Anak-anak
remaja banyak yang mengganggap apabila berkendara dengan mematuhi tata tertib
lalu lintas dianggap kolot padahal sebenarnya mereka tidak berpikir luas dan
kedepan akan bahaya dan dampak yang akan dialami apabila melanggar lalu lintas.
Karena, sejatinya peraturan dibuat untuk ditaati bukan dilanggar. Namun,
paradigma masyarakat yang salah kaprah memutar balikkan slogan sehingga menjadi
doktrin dan kemudian membudidaya menjadi watak yang sulit untuk dirubah, yaitu
“Aturan dibuat untuk dilanggar”.
Paradigma dan
pemikiran masyarakat sudah sangat salah kaprah, mereka menganggap bahwa
peraturan tidak penting untuk ditaati. Selain itu, lemahnya hukum dan ketidak
bijaksanaan aparat pemerintah sendiri yang membuat masyarakat melunakkan segala
hukum dan peraturan yang sudah ditegakkan. Banyak masyarakat percaya bahwa
aparat polisi bisa disuap, dll. Karena, ketidakbijaksannaan polisi sendiri
seakan pemerintah membuat aturan dan itu dijadikan lahan keuangan bagi
oknum-oknum nakal. Saat kepercayaan masyarakat pada aparat pemerintah telah
pudar, maka pelanggaran tata tertib mulai merajalela. Banyak remaja berkendara
nekat melanggar peraturan tata tertib berkendara karena hal tersebut, sehingga
dalam melestarikan tata tertib berkendara diperlukan kerjasama antara semua
pihak demi terwujudnya budaya tertib berlalu lintas.
1.
Pelanggaran Lalu Lintas
Pelanggaran lalu lintas yang sering disebut
juga dengan tilang merupakan ruang lingkup hukum pidana yang diatur dalam UU
nomor 14 tahun 1992. Hukum pidana mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang
olen undang-undang. Tujuan suatu hukum pidana adalah menakut-nakuti seseorang
supaya tidak melakukan perbuatan yang tidak baik dan bahkan mendidik atau
mengarahkan seseorang yang melakukan perbuatan yang tidak baik menjadi baik dan
bisa diterima lagi oleh masyarakat.
Pelanggaran terhadap aturan hukum pidana
dapat diberi tindakan hukum langsung dari aparat jadi tidak usah menunggu
laporan atau pengaduan dari pihak yang dirugikan. Pelanggaran lalu lintas
tertentu atau tilang biasanya melanggar pasal 54 mengenai kelengkapan surat
kendaraan SIM dan STNK serta pasal 59 mengenai muatan lebih terhadap truk atau
angkutan umum serta pasal 61 salah memasuki jalur lintas kendaraan.
Upaya penanaman kesadaran berlalu
lintas semestinya merupakan upaya yang kontinyu dan menjangkau hingga ke
pelosok karena merupakan upaya untuk mengubah pola pikir dan kebiasaan
masyarakat dari segala strata usia, pendidikan dan status sosial.
2.
Jenis Pelanggaran Lalu Lintas
Jenis-jenis pelanggaran
lalu lintas diantaranya adalah:
a.
mengebut di jalan
b.
tidak memiliki SIM dan STNK
c.
tidak mengenakan sarana prasaran yang lengkap
d.
memodifikasi motor yang tidak sesuai standar
e.
melanggar marka jalan
f.
melanggar rambu-rambu
g.
tidak menyalakan lampu sein, riting, lampu hazard
h.
pelanggaran terhadap ketentuan dan muatan yang diijinkan
i.
berkendara dalam keadaan mabuk, telpon, sms dan berbicara
j.
belum terampil dalam berkendara
k.
menumpang pada teman sebaya (nebeng)
l.
menyetir dalam pengaruh alkohol dan obat-obatan
m. kondisi kendaraan yang tidak baik
3.
Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa
di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak serngaja melibatkan kendaraan
dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya,mengakibatkan korban manusia atau
korban harta benda (pasal 93 peraturan pemerintah nomor 43 tahun 1999). Pemerintah
mempunyai tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat,
aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien melalui manajemen
lalu lintas dan rekayasa lalu lintas.Tata cara berlalu lintas di jalan diatur
dengan peraturan perundangan menyangkutarah lalu lintas, perioritas menggunakan
jalan, jalur lalu lintas dan pengendalian arus di persimpangan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
kecelakaan lalu lintas, yaitu sebagai berikut :
a.
Faktor Manusia adalah kecelakaan yang diakibatkan oleh kelalaian pengendara itu sendiri, contohnya:
1. Pengendara tidak memiliki SIM lalu nekat
membawa kendaraan di jalan umum. Di mata polisi, pengendara ini seperti bom
waktu yang bisa setiap saat mencelakakan pengendara lain, maupun dirinya
sendiri.
2. Pengendara mengendara dengan kondisi mental
yang terganggu, misalnya mengendara dengan perasaan marah, kesal, sedih, dan
kecewa.
3. Pengendara yang mengendarai kendaraan di
bawah pengaruh obat-obatan. Ada obat-obatan yang legal yang dapat berbahaya
dikonsumsi sebelum berkendara, misalnya obat batuk dan obat flu yang 98% dari
obat tersebut terdapat zat yang membuat orang mengantuk.
4. Pengendara yang mengendarai kendaraan sambil
melakukan aktivitas lain seperti menulis SMS atau menelpon.
b.
Faktor kendaraan yaitu kecelakaan yang diakibatkan karena
tidak terkendalinya kendaraan disebabkan oleh ganguan teknis.
1.
Kendaraan bermotor yang kelebihan muatan, misal
mengendara motor lebih dari dua orang.
2.
Ban yang sudah aus, tidak diganti, sehingga daya
kelenturannya sudah sangat kurang, sangat mudah retak bahkan meledak saat
menghantam batu atau lubang di jalanan.
3.
Pengendara motor atau mobil pribadi yang menutup lampu
belakang dengan kaca film yang gelap. Perubahan ini sangat berbahaya saat siang
hari, karena pada saat sinar matahari sore atau pagi yang sudutnya menyilaukan
pengendara, lampu yang ditutupi kaca film tersebut tidak kelihatan cahayanya,
sehingga pengendara di belakang tidak tahu kapan pengendara di depannya
mengerem atau akan berbelok.
4.
Pengendara sepeda motor yang menggunakan velg racing yang
ukurannya lebih kecil dari standar. Sehingga saat pengendara melaju dengan
kecepatan tinggi, menghantam lubang yang tidak tahu keberadaannya, maka velg
ruji-mini-gaul tersebut sangat mudah hancur.
5.
Mengganti warna lampu belakang. Bagi pengendara yang
berjiwa seni tinggi, dia merasa ingin tampil berbeda dengan cara mengubah
menjadi warna putih. Namun, pengendara di belakangnya saat malam gelap tanpa
penerangan lampu jalan, bisa mengira lampu rem putih tersebut adalah lampu high
beam motor yang berlawanan arah.
6.
Sistem pencahayaan mati, misalnya lampu rem atau lampu
depan yang mati bisa sangat berbahaya bagi rekan-rekan yang di lingkungannya
karena masih banyak jalan yang tidak dilengkapi dengan lampu penerangan jalan.
c.
Faktor jalan yaitu kecelakaan yang diakibat jalan yang
berlubang, jalan bergelombang, jalan yang belum dilengkapi dengan rambu
peringatan, jalan yang belum memiliki pagar jalan dan lain sebagainya.
1. Faktor alam yaitu kecelakaan yang diakibatkan
oleh alam. Cuaca gelap/ mendung, kabut tebal, jalan licin, longsoran dan sebagainya,
hal ini juga dapat mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas.
2. Faktor budaya dikarenakan kebanyakan orang
mengatakan bahwa tidak perlu menggunakan helm ketika mengendarai motor dengan
jarak yang tidak jauh, hal ini masih kuat mengakar di masyarakat. Terutama di
kalangan remaja yang terkenal mengendara motor dengan tidak menaati peraturan
lalu lintas.
d.
Strategi Sekolah Untuk Meningkatkan Kesadaran Berlalu
Lintas
Salah satu upaya pemerintah adalah
Kementerian Pendidikan Nasional dan Polri mencanangkan untuk memasukkan materi
pendidikan lalu lintas dalam kurikulum intra kurikuler berupa Nota Kesepakatan
Menteri Pendidikan Nasional dengan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor:
03/III/KB/2010 dan Nomor B/III/2010. Pada tanggal 8 Maret 2010 diselenggarakan
kegiatan pengintegrasian disiplin berlalu lintas ke dalam kurikulum pendidikan
dasar dan menengah.
Dalam konteks UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) dijelaskan bahwa pendidikan usia dini
diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Tingkatan pendidikan ini
lebih populer disebut Taman Kanak-kanak (TK). Realitas di lapangan selama ini,
anak-anak TK sudah diajari mengenal rambu-rambu lalu lintas. Metodenya,
menggunakan alat peraga dan diajarkan dengan model bermain yang digemari
anak-anak.
Pengenalan pengetahuan lalu lintas pernah
diperkenalkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler seperti Polisi Keamanan Sekolah
(PKS). Bahkan pada masa itu, untuk menyosialisasikan pendidikan lalu lintas
tersebut, Kepolisian dan Dinas Pendidikan setempat mengadakan lomba PKS tingkat
SMA. Kegiatan tersebut sangat tepat untuk pembentukan perilaku anak, tentunya
melalui proses belajar. Lewat proses ini diharapkan akan terjadi perubahan
kelakuan dan sikap anak. Mulai dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak
memahami menjadi memahami.Oleh karena itu, saat ini dengan direncanakan program
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang lalu lintas melalui kurikulum
pendidikan.
Untuk prospek jangka panjang keselamatan
jalan, tersedianya program pendidikan sangat diperlukan untuk memberikan
pengetahuan dan kecakapan menyangkut hal keselamatan lalu lintas. Pendidikan
berupaya menyiapkan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa untuk menghadapi
berbagai permasalahan dalam menaati peraturan dan menghormati peraturan
tersebut, untuk menjaga keselamatan diri sendiri maupun pengguna jalan yang
lainnya, sampai kelak anak tersebut
menjadi orang dewasa. Program kurikulum keselamatan lalu lintas dalam
pendidikan harus ditentukan dengan prinsip pendidikan dan mencerminkan
kebutuhan setempat tentang masalah keselamatan lalu lintas. Peran kepolisian
juga diperlukan untuk datang ke sekolah-sekolah melakukan penyuluhan dan
pendekatan pada siswa maupun tenaga pendidiknya (guru).
Dengan demikian strategi yang dilakukan
sekolah dalam meningkatkan kesadaran berlalu lintas bagi pelajar adalah sebagai
berikut :
1.
Melakukan kerja sama antara pihak sekolah dan pihak
kepolisian, antara lain mengadakan seminar/kegiatan yang berhubungan dengan
lalu lintas oleh pihak kepolisian di sekolah. Dengan demikian, pelajar akan
mendapatkan pengetahuan dan wawasan tentang lalu lintas dan tata tertib lalu
lintas.
2.
Diluncurkan bentuk pelayanan pihak kepolisian kepada
masyarakat dalam menciptakan kawasan tertib berlalu lintas dan mendekatkan
komunikasi antara pelajar dengan profesi polisi. Selain itu, sekolah juga
diharapkan untuk menyediakan ruang khusus konsultasi bagi guru dan siswa kepada
polantas yang bertugas di sekolah. Guru bimbingan konseling juga diharapkan
menjembatani polisi dengan peserta didik dalam pelaksanaan program tersebut.
3.
Melakukan kerja sama antara pihak sekolah dan orang tua
siswa. Peran orang tua sangat penting dalam menyadarkan anak tertib dan
beretika saat berkendara. Usia sekolah belum boleh membawa kendaraan, maka
sebaiknya orang tua mengantarkan anak ketika pergi ke sekolah. Atau bila perlu
menyewa mobil antar-jemput untuk keselamatan dan keamanan anak.
4.
Pihak sekolah juga diharapkan mengamankan dan menertibkan
kendaraan siswa/i di sekolah. Seperti, menyediakan tempat parkir kendaraan
motor dan mobil yang berbeda lokasi agar kendaraan aman dan tertib.
5.
Kerja sama antara pihak sekolah dan pihak kepolisian
untuk melakukan razia kendaraan yang tidak memenuhi peraturan dan memberikan
sosialisasi tentang peraturan-peraturan lalu lintas, pelanggaran-pelangggaran
dan sanksi untuk setiap pelanggaran.
6.
Sekolah mengikutsertakan guru dalam meningkatkan
kesadaran berlalu lintas dengan cara memberikan contoh berkendara yang baik dan
benar serta memberikan pengetahuan seputar lalu lintas ketika mengajar ataupun
saat jam pelajaran kosong.
Pendidikan Lalu
lintas di sekolah memiliki beberapa tujuan, yaitu sebagaimana berikut :
a.
Agar generasi muda secara sadar mampu mengimplementasikan
sistem nilai, yaitu etika dan budaya berlalu lintas yang aman, santun selamat,
tertib, dan lancer yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Mengubah perilaku pemakai jalan (Road user behavior).
c.
Menurunkan pelanggaran dan kecelakaan berlalu lintas.
d.
Memberikan info lalu lintas.
Untuk
menumbuhkan kesadaran tertib berlalu lintas perlu dilakukan serangkaian usaha
secara terprogram dan tersistem untuk melahirkan generasi yang memiliki etika
dan budaya tertib berlalu lintas, sehingga perlu difokuskan pada penanaman
pengetahuan tentang tata cara berlalu lintas (Transfer of Knowledge), dan atau menanamkan nilai-nilai (Tranform of Values) Etika dan budaya
tertib dan membangun perilaku pada generasi muda.
Bentuk-Bentuk Pelanggaran
Lalulintas yang Banyak Menyebabkan Terjadinya Kemacetan dan Kecelakaan
Lalulintas
Pelanggaran
lalulintas juga terjadi karena kurangnya pengaplikasian kesadaran terhadap
hukum yang berlaku. Misalnya, seseorang sadar bahwa melanggar lampu merah
(Traffic Light) adalah pelanggaran hukum
atau lalulintas, dan menyadari pula hanya polisi yang berwenang untuk menangkap
dan menilangnya. Dengan kesadaran hukum orang tersebut, belum tentu tidak
melanggar lampu merah. Ketika orang itu melihat tidak ada polisi di sekitar
Traffic Light, maka karena terburu-buru untuk tidak terlambat menghadiri suatu
acara penting, orang itu mungkin saja melanggar Traffic Light.
Adapun
bentuk-bentuk pelanggaran lalulintas yang sering terjadi dan dapat menyebabkan
kemacetan dan kecelakaan lalu lintas adalah, sebagai berikut :
1.
Berkendara tidak memakai sistem pengaman yang lengkap seperti pengendara motor tidak
memakai helm ataupun helm yang tidak standar SNI, pengendara mobil tidak
memakai safety bel.
2.
Menggunakan jalan dengan membahayakan diri sendiri
ataupun pengendara lain. Misalnya, pengemudi sedang mabuk.
3.
Pengendara melanggar lampu rambu lalulintas. Hal ini yang
sering kita lihat di setiap peremapatan atau pertigaan yang terdapat lampu
rambu lalulintas. Kebanyakan para pengendara melanggar lampu rambu lalulintas
karena sedang terburu atau malas menunggu karena terlalu lama.
4.
Tidak membawa surat-surat kendaraan STNK dan tidak
membawa SIM.
5.
Membiarkan kendraaan bermotor yang ada dijalan tidak
memakai plat nomor atau plat nomor yang sah sesuai dengan STNK.
6.
Tidak mematuhi perintah petugas pengatur lalu lintas.
7.
Menghitami lampu kendaraan sehingga pada malam hari lampu
kendaraan terlihat redup dan tidak terlihat jelas oleh pengendara lain sehingga
dapat menyebabkan kecelakaan.
8.
Tidak menggunakan kaca spion pada kendaraan.
Selain itu,
banyak anak sekolah yang mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helm.
Padahal helm sangat berguna untuk melindungi kepala kita saat terjadi benturan
keras dalam kecelakaan lalulintas. Kurangnya kesadaran pengguna sepeda motor
menggunakan helm masih sangat memprihatinkan, terbukti masih banyak pengendara
sepeda motor yang tidak memakai atau menggunakan helm. Ada juga yang membawa
helm, namun tidak digunakan. Ada pula yang membawa helm hanya untuk
berjaga-jaga bila sewaktu-waktu ada razia polisi. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran pengendara sepeda motor untuk
memakai helm masih minim sekali. Kurangnya kesadaran pengendara sepeda motor
memakai helm masih sangat memprihatinkan. Mereka masih beranggapan bahwa
memakai helm itu hanya peraturan saja, tidak sadar bahwa peraturan memakai helm
itu dibuat untuk keamanan dan keselamatan si pengendara sendiri.
Selain tidak
mengenakan helm, banyak pengendara motor yang masih dibawah umur. Apakah mereka
sudah memiliki Surat Izin Mengemudi? Bila tidak, ini sama saja sudah melanggar
Pasal 77 Ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
yang menyebutkan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di
jalan wajib memiliki SIM sesuai dengan jenis kendaraan yang dikemudikan.”
Seperti yang dijelaskan pada Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang No.22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa ada syarat usia minimal seseorang
untuk memperoleh surat izin mengemudi. Berbicara mengenai sepeda motor,
pengendaranya diwajibkan untuk mengantongi SIM C dan hanya mereka yang telah
berusia 17 tahun yang bisa memilikinya.
1.
Pastinya setiap hal yang melanggar pasti akan ada
dampaknya termasuk juga dampak pelanggaran lalulintas, berikut adalah dampak
dari pelanggaran lalulintas:
2.
Tingginya angka kecelakan
dipersimpangan atau perempatan maupun dijalan raya.
3.
Keselamatan pengendara yang mengunakan jalan menjadi
terancam bahkan pejalan kali yang menyebrang jalan maupun berjalan di trotoar.
4.
Kemacetan lalulintas yang semakin parah dikarnakan para
pengendara tidak mematuhi peraturan maupun rambu-rambu lalulintas.
5.
Kebiasaan para pengendara yang melanggar lalulintas
sehingga budaya melanggar peraturan lalulintas.
Selain dari dampak yang disebutkan di atas,
telah dijelaskan juga dalam Pasal 359 KUHP mengenai “Kematian atau Melukai
Orang Lain Karena Kealpaan. Pasal 359 berbunyi “Barangsiapa karena kesalahannya
( kealpaananya) menyebabkan orang lain mati, diancam pidana penjara paling lama
lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.” Dalam kaitannya dengan
lalulintas adalah kelalaian dalam mengemudikan kendaraan bermotor dan kelalaian
atas alat-alat yang sudah seharusnya dipasang pada kendaraan. Hal ini dapat
menyebabkan kecelakaan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
a.
Dari uraian diatas mengenai pelanggaran dan akibat yang
ditimbulkan dari pelanggaran lalulintas, maka pemerintah melakukan upaya untuk
mengatasi pelanggaran-pelanggaran lalulintas di Indonesia. Berikut ini adalah
upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi pelanggaran lalu
lintas di Indonesia yang setiap harinya sering terjadi dan tidak sedikit yang
merenggut korban jiwa, yaitu sebagai berikut:
2.
Pemerintah harus lebih bersosialisai ke masyarakat dalam
peraturan-peraturan lalulintas. Jadi, masyarakat bisa tahu apa saja
peraturan-peraturan lalulintas yang berlaku atau yang baru diterapkan.
3.
Pemerintah harus menindak lanjuti petugas-petugas yang
tidak mendukungnya hukum pidana atau petugas yang menyelesaikan masalah
pelanggaran lalulintas di tempat dalam kata lain jalur “damai”.
4.
Pendidikan bagi pengemudi. Sekolah pengemudi merupakan
suatu lembaga yang bertujuan untuk mengahasilkan pengemudi dan pengendara
bermotor terampil dalam mencegah kecelakaan maupun pelanggaran lalu lintas.
G. Regulasi/Aturan Berlalu Lintas
Menurut
undang-undang Lalu Lintas No. 22 tahun 2009 pada pasal 28 menyebutkan bahwa
pengendara harus memiliki Surat Izin Mengemudi karena dengan memiliki Surat
Izin Mengemudi menyatakan pengendara sudah terampil dan dapat mengetahui
peraturan berkendara. Jika pengendara tidak memiliki SIM pada pasal 278
pengendara dijatuhi denda maksimal 1 juta rupiah.
Pasal 57 ayat 3
menyatakan pengendara harus mengkomplitkan kelengkapan kendaraan minimal sabuk
keselamatan, ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, helm, dan
rompi pemantul cahaya bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat/lebih yang
tak memiliki rumah-rumah dan perlengkapan P3K. Sanksi yang diatur bagi
pengendara yang menyalahi ketentuan ini akan dikenakan pidana kurungan paling
lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000, seperti diatur dalam Pasal
278.
Dalam pasal 283
pengendara harus berkonsentrasi dengan kendaraan yang dikemudikan. Jika
pengendara menggunakan handphone atau lainnya yang dapat mengganggu konsentrasi
pada saat berkendara maka akan dikenai sanksi denda paling banyak Rp. 750.000
atau pidana paling lama 3 bulan.
Pasal 106 ayat
2 pengendara baik roda 4 atau roda 2 harus memperhatikan keselamatan pejalan
kaki. Jika pengendara mengendarai kendaraan dengan sewenang-wenang maka pidana
paling lama 2 bulan dan denda paling banyak Rp 500.000,-
Pengendara
sepeda motor diwajibkan memnuhi syarat teknis dan layak jalan seperti spion,
klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya,
alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban (diatur Pasal 106 Ayat
(3)). Sanksi bagi pelanggarnya diatur Pasal 285 Ayat (1), dipidana dengan
pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000.
Bagi pengendara
roda empat/lebih diwajibkan memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca
spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan
kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul
cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor,
bumper, penggandengan, penempelan, dan penghapus kaca. Pasal 285 Ayat (2)
mengatur, bagi pelanggarnya akan dikenai sanksi pidana paling lama dua bulan
kurungan atau dendan paling banyak Rp 500.000.
Pasal 288 Ayat
(2) mengatur, bagi setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan
yang tidak dapat menunjukkan SIM yang sah dipidana dengan pidana kurungan
paling lama satu bulan dan/atau denda paling banyak Rp 250.000.Setiap
bepergian, jangan lupa pastikan surat tanda nomor kendaraan bermotor sudah Anda
bawa. Kalau kendaraan baru, jangan lupa membawa surat tanda coba kendaraan
bermotor yang ditetapkan Polri. Jika Anda lupa membawanya, sanksi kurungan
paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 akan dikenakan bagi
pelanggarnya (Pasal 288 Ayat (1).
Ini harus jadi
perhatian bagi pengemudi mobil dan penumpangnya. Jangan lupa mengenakan sabuk
pengaman selama perjalanan Anda. Selain untuk keselamatan, juga untuk
menghindari sanksi pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling
banyak Rp 250.000 seperti diatur dalam Pasal 289.
Pada pasal 293
Saat berkendara pada malam hari, pastikan lampu utama kendaraan Anda menyala
dengan sempurna. Bagi pengendara yang mengemudikan kendaraannya tanpa
menyalakan lampu utama pada malam hari, dipidana dengan pidana kurungan paling
lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000. Para pengendara motor yang
berkendara pada siang hari diwajibkan menyalakan lampu utama. Sekarang, sudah
bukan sosialisasi lagi. Bagi pelanggarnya akan dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 15 hari atau denda paling banyak Rp 100.000.
Setiap pengendara yang akan
membelok atau berbalik arah, diwajibkan memberikan isyarat dengan lampu
penunjuk arah atau isyarat tangan. Jika melanggar ketentuan ini, Pasal 284
mengatur sanksi kurungan paling banyak satu bulan atau denda Rp 250.000. Para
pengemudi yang akan berpindah jalur atau bergerak ke samping, wajib mengamati
situasi lalu lintas di depan, samping dan dibelakang kendaraan serta memberikan
isyarat. Jika tertangkap melakukan pelanggaran, akan dikenai sanksi paling lama
satu bulan kurungan atau denda Rp 250.000 (Pasal 295).
Ini salah satu
peraturan baru dalam UU Lalu Lintas yang baru. Pasal 112 ayat (3) mengatur,
pengemudi kendaraan dilarang langsung berbelok kiri. Bunyi pasal tersebut “Pada
persimpangan jalan yang dilengkapi dengan alat pemberi isyarat lalu lintas,
pengemudi kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain
oleh rambu lalu lintas atau pemberi isyarat lalu lintas.
Pengendara
bermotor yang balapan di jalan akan dikenai pidana kurungan paling lama satu
tahun atau denda paling banyak Rp 3.000.000 (Pasal 297). Ketentuan mengenai
jalur atau lajur merupakan salah satu ketentuan baru yang dimasukkan dalam UU
Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009, yang diatur dalam Pasal 108. Agar menjadi
perhatian, selengkapnya bunyi pasal tersebut adalah: (1) Dalam berlalu lintas
pengguna jalan harus menggunakan jalur jalan sebelah kiri (2) Penggunaan jalur
jalan sebelah kanan hanya dapat dilakukan jika: a. pengemudi bermaksud akan
melewati kendaraan di depannya; atau b. diperintahkan oleh petugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia untuk digunakan sementara sebagai jalur kiri (3)
Sepeda motor, kendaraan bermotor yang kecepatannya lebih rendah, mobil barang,
dan kendaraan tidak bermotor berada pada lajur kiri jalan. (4) Penggunaan lajur
sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi kendaraan.
Setiap pengendara yang akan
membelok atau berbalik arah, diwajibkan memberikan isyarat dengan lampu
penunjuk arah atau isyarat tangan. Jika melanggar ketentuan ini, Pasal 284
mengatur sanksi kurungan paling banyak satu bulan atau denda Rp 250.000. Para
pengemudi yang akan berpindah jalur atau bergerak ke samping, wajib mengamati
situasi lalu lintas di depan, samping dan dibelakang kendaraan serta memberikan
isyarat. Jika tertangkap melakukan pelanggaran, akan dikenai sanksi paling lama
satu bulan kurungan atau denda Rp 250.000 (Pasal 295).
Ini salah satu
peraturan baru dalam UU Lalu Lintas yang baru. Pasal 112 ayat (3) mengatur,
pengemudi kendaraan dilarang langsung berbelok kiri. Bunyi pasal tersebut “Pada
persimpangan jalan yang dilengkapi dengan alat pemberi isyarat lalu lintas,
pengemudi kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain
oleh rambu lalu lintas atau pemberi isyarat lalu lintas. Pengendara bermotor
yang balapan di jalan akan dikenai pidana kurungan paling lama satu tahun atau
denda paling banyak Rp 3.000.000 (Pasal 297).
Ketentuan
mengenai jalur atau lajur merupakan salah satu ketentuan baru yang dimasukkan
dalam UU Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009, yang diatur dalam Pasal 108. Agar
menjadi perhatian, selengkapnya bunyi pasal tersebut adalah: (1) Dalam berlalu
lintas pengguna jalan harus menggunakan jalur jalan sebelah kiri (2) Penggunaan
jalur jalan sebelah kanan hanya dapat dilakukan jika: a. pengemudi bermaksud
akan melewati kendaraan di depannya; atau b. diperintahkan oleh petugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk digunakan sementara sebagai jalur
kiri (3) Sepeda motor, kendaraan bermotor yang kecepatannya lebih rendah, mobil
barang, dan kendaraan tidak bermotor berada pada lajur kiri jalan. (4)
Penggunaan lajur sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi kendaraan dengan
kecepatan lebih tinggi, akan membelok kanan, mengubah arah atau mendahului
kendaraan lain.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis
Penelitian
Secara
teoritis, jenis penelitian yang dilakukan ada 3 (tiga) yaitu penelitian kepustakaan, penelitian laboratorium dan
penelitian lapangan.
Namun penulis lebih fokus kepada penelitian lapangan. Hal ini juga berhubungan
dengan data dilapangan. Dari topik penelitian tentang peranan Polisi Lalu Lintas dalam meningkatkan ketertiban berlalulintas di Kota
Lhokseumawe. Penulis
memakai metode kualitatif, yakni
penelitan yang tidak menggunakan angka dalam pengumpulan data dan dalam
memberikan penafsiran tarhadap hasilnya.
Penulis
memilih metode kualitatif berdasarkan pertimbangan bahwa penelitian ini lebih
menekankan pada segi makna dari pada angka-angka. Fokus penelitian ini untuk
menganalisis tentang peranan Polisi Lalu Lintas dalam meningkatkan ketertiban berlalulintas di Kota
Lhokseumawe, apa saja hambatan Polisi Lalu Lintas dalam
meningkatkan ketertiban berlalulintas di Kota Lhokseumawe.
B. Lokasi
Penelitian
Lokasi
penelitian ini dilakukan di Kantor Polisi Lalu Linta Lhokseumawe dikawasan Medan-Banda Aceh Kota
Lhokseumawe.
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Lokasi
penelitian di jalan nasional Medan-Banda Aceh Kota Lhokseumawe.
2. Metode Penelitian Data
Penulis
menyadari ternyata dari setiap skripsi memerlukan data yang lengkap, objektif dan
tepat, maka untuk itu penulis telah berusaha menurut kemampuan yang ada dalam
mengumpulkan data tersebut.
C. Sumber
Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua
sumber data yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data utama yang berupa
tindakan-tindakan sosial dan kata-kata dari pihak yang terkait dengan masalah
yang diteliti. Data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara peneliti
yang berhubungan langsung peranan Polisi Lalu Lintas dalam meningkatkan
ketertiban berlalulintas di Kota Lhokseumawe.
2.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang berasal dari
bahan perpustakaan yang berupa buku, karya ilmiah, jurnal, serta dokumen
lainnya yang berkaitan dengan maksud peneliti. Data sekunder dalam penelitian
ini adalah buku-buku, dan bahan tertulis lainnya yang menjadi data dalam
penelitian tentang peranan Polisi Lalu Lintas dalam meningkatkan
ketertiban berlalulintas di Kota Lhokseumawe.[36]
D. Informan Penelitian
Informan penelitian yaitu orang yang akan di
wawancarai untuk memperoleh informasi yang di butuhkan dalam penelitian,
informan tersebut adalah informan yang memiliki beberapa kriteria yaitu Polisi
Lalulintas (Polantas) Kota Lhokseumawe. Objek penelitian adalah sasaran
penelitian, secara konkret telah tergambarkan dalam rumusan penelitian.
Berdasarkan penjelasan diatas dan mengingat
objek penelitian yang begitu banyak, untuk mempermudahkan penelitian ini
penulis membuat sampel untuk mewakili populasi yang ada. Menurut P. Joko
Subagyo menjelaskan bahwa: Objek penelitian sebagai sasaran untuk
mendapatkan dan mengumpulkan data tersebut, sampel dianggap dapat mewakili
populasinya.
E. Teknik
Pengumpulan Data
Menyusun
instrumen adalah pekerjaan penting di dalam langkah penelitian. Akan tetapi
mengumpulkan data jauh lebih penting lagi, terutama apabila peneliti
menggunakan metode yang memiliki cukup besar celah untuk dimasuki unsur minat
peneliti. Itulah sebabnya menyusun instrumen pengumpulan data harus ditangani secara
serius agar diperoleh hasil yang sesuai dengan kegunaannya yaitu pengumpulan
variabel yang tepat. Instrumen yang sifatnya masih umum, misalnya pedoman
wawancara dan pedoman pengamatan, masih mudah diinterpretasikan oleh
pengumpulan data.
Semakin kurangnya
pengalaman pengumpulan data, semakin mudah dipengaruhi oleh keinginan
pribadinya, semakin condong data yang terkumpul. Oleh karena itu, pengumpul
data walaupun tampaknya hanya pengumpul data, bukan pemimpin peneliti atau
sekretaris yang kelihatan mempunyai jabatan yang cukup penting dan mentereng,
harus mempunyai keahlian yang cukup untuk melakukannya. Suatu kebiasaan yang
banyak dilakukan oleh perancang penelitian, apabila ingin melibatkan
orang-orang kedalam kegiatan penelitian, memasukkan mereka sebagai pengumpul
data.
Mengumpul data
memang pekerjaan yang melelahkan dan kadang-kadang sulit. Berjalan dari rumah
ke rumah mengadakan interviu atau membagi angket, belum lagi kalau satu atau
dua kali datang belum berhasil bertemu dengan orang yang dicari, sungguh
merupakan pekerjaan yang membosankan. Kadang-kadang dari jauh kesuatu sekolah,
radio, atau tempat lainnya, disambut dengan dingin, bahkan kadang-kadang raut
wajah yang kecut merupakan suatu ujian mental yang tidak ringan, yang dapat
membawa berat keputusan dan kegagalan dalam penelitian. Pekerjaan seperti ini
sering diberikan kepada pembantu-pembantu peneliti yunior, sedangkan para
senior cukup membuat desain, menyusun instrumen, mengolah data, dan mengambil
kesimpulan. Yang diambil kesimpulannya adalah olahan data yang pengumpulan
datanya banyak dipengaruhi oleh faktor siapa yang bertugas mengumpulkan data.
Jika pengumpulan data melakukan sedikit kesalah sikap dalam interviu misalnya,
akan mempengaruhi data yang diberikanoleh responden. Kesimpulannya dapat salah.
Maka mengumpulkan data merupakan pekerjaan yang penting dalam meneliti.[39]
Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu
metode pengumpulan datanya dilakukan dengan cara observasi dan wawancara.
1. Observasi, dapat diartikan sebagai
pengamatan langsung terhadap fenomena-fenomena yang sedang diselidiki. Observasi dalam penelitian ini
dilakukan untuk memperoleh informasi tentang bagaimana peranan Polisi Lalu Lintas dalam meningkatkan
ketertiban berlalulintas di Kota Lhokseumawe, apa saja hambatan Polisi Lalu
Lintas dalam meningkatkan ketertiban berlalulintas di Kota Lhokseumawe serta untuk mendapatkan data-data yang jelas perlu
pengamatan dan memperlihatkan kegiatan yang dilakukan dilokasi penelitian.
Kemudian penulis bukukan dalam bentuk catatan kegiatan yang ada dilokasi
tersebut.
2. Wawancara, yaitu suatu cara
pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari
sumbernya, wawancara ini digunakan bila ingin mengetahui hal-hal dari responden
secara lebih mendalam serta jumlah responden sedikit.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengumpulan
data yang sudah didokumentasikan. Dengan teknik komunikasi ini peneliti
mengumpulkan data dari dokumen-dokumen yanga da ditempat penelitian yaitu
meliputi jadwal kegiatan, stuktur organisasi, dan dokumen lainnya. Pada teknik
dokumentasi penulis mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan maksud
peneliti tentang peranan Polisi Lalu Lintas dalam meningkatkan
ketertiban berlalulintas di Kota Lhokseumawe.
F. Teknik
Analisis Data
Setelah
keseluruhan data telah dikumpulkan, langkah berikutnya adalah melakukan teknik
analisis data, teknik analisis data merupakan suatu yang sangat penting dalam
proses pengumpulan data dari awal sampai akhir penelitian. Sehingga dapat ditemukan
yang akurat atau seperti yang diinginkan oleh penulis. Data diolah dan
dianalisa secara induktif, mengarahkan sasaran penelitian pada usaha menemukan
data hasil wawancara semua narasumber dan observasi langsung dilapangan oleh
penelitian yang bertujuan untuk menjawab masalah penelitian.
1. Mengklarifikasikan data-data yang
peneliti dapat dilapangan
2. Data yang telah dikumpulkan
disajikan terlebih dahulu sebelum
menarik kesimpulan.
Menarik kesimpulan dari data yang sudah
terkumpul dan yang telah disajikian akan dipahami dengan mendalami untuk
menarik kesimpulan.
BAB IV
PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN
A. Peranan Komunikasi Polisi Lalu
Lintas Dalam Meningkatkan Ketertiban Berlalulintas Di Kota Lhokseumawe
1.
Menindak
Pelanggar Lalu Lintas
Peranan polisi lalu lintas Kota
Lhokseumawe dalam menindak pelanggaran lalu lintas yang berpotensi menyebabkan
pelanggaran lalu lintas dengan cara memeriksa kendaraan di sepanjang jalan di
Kota Lhokseumawe seperti pemeriksaan surat izin mengemudi (SIM) dan surat-surat
kendaraan lainnya. Upaya yang dilakukan adalah meningkatkan kuantitas tentang
lalu lintas kendaraan di jalan.
2.
Melakukan
Tindakan Langsung (Tilang) Bagi Pelanggar Lalu Lintas
Setiap masyarakat pelanggar lalu lintas akan dilakukan Tindakan Langsung
(Tilang) yang dilakukan oleh pihak polisi lalu lintas dan diberikan
sanksi-sanksi tergantung kesalahan yang dilakukan oleh masyarakat pelanggar itu
dan akan didenda dengan harus membayar ditempat lokasi yang ditilang. Jika
masyarakat pelanggar lalu lintas tidak menerima sanksi atau yang dilakukan oleh
anggota polisi lalu lintas maka diperbolehkan mengikuti putusan hukum kesalahan
yang dibuatnya itu di Pengadilan yang nanti akan diputuskan oleh Hakim, putusan
hakim di pengadilan muklak tidak boleh diganggu gugat.
3.
Menegur Ketika Ada Pengendara Yang
Melanggar Lalu Lintas
Polisi lalu lintas di Kota Lhokseumawe ketika melakukan razia kendaraan
bagi pengendara di Kota Lhokseumawe selalu menegur para pengendara yang
kedapatan melanggar lalu lintas untuk mematuhi aturan hukum berlalu lintas
supaya masyarakat pengguna kendaraan mematuhi hukum berlalu lintas.
Menegur pengendara yang melanggar lalu lintas sebelum dilakukan tindakan
langsung (Tilang) oleh aparat polisi lalu lintas dan memberi peringatan supaya
tidak melakukan pelanggaran lalu lintas lagi.
4.
Melakukan
Upaya Mencegah Pelanggaran Lalu Lintas
Petugas hukum terutama pihak kepolisian, khususnya polisi lalu lintas Kota
Lhokseumawe telah melakukan berbagai upaya, baik yang bersifat preventif maupun
represif, untuk mencegah atau mengurangi terjadinya pelanggaran lalu lintas di
Kota Lhokseumawe.
Dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan mengartikan lalu lintas dengan gerak kendaraan dan orang di ruang lalu
lintas jalan. Sementara itu, jalan diartikan dalam Pasal 1 angka 12 dengan
seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan
air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.
5.
Disiplin
Dan Kesadaran Hukum Masyarakat Pemakai Jalan
Disiplin dan kesadaran hukum masyarakat pemakai jalan yang masih belum
dapat dikatakan baik, belum memiliki kepatuhan, ketaatan untuk mengikuti hukum
yang berlaku juga diasumsikan menjadi faktor yang menyebabkan banyaknya terjadi
pelanggaran ketertiban lalu lintas di Kota Lhokseumawe.
Tingkat kesadaran hukum masyarakat sebagai pemakai jalan dapat diukur dari
kemampuan dan daya serap individu, serta bagaimana penerapannya di jalan raya.
Manusia sebagai pemakai jalan sangat menentukan terjadinya
pelanggaran-pelanggaran lalu lintas yang menimbulkan pelanggaran lalu lintas.
Pasal 1 angka 24 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan menyebutkan bahwa : “Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di
jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau
tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian
harta benda”.
6.
Penanggulangan
Pelanggaran Lalu Lintas
Penanggulangan Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Lhokseumawe. Efektifnya
perjalanan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan tidak terlepas dari dukungan kerjasama secara terpadu dan berkelanjutan
semua lapisan masyarakat dan aparat penegak hukum dengan cara mematuhi segala
peraturan yang ada dalam undang-undang tersebut. Sehingga apa yang diinginkan
oleh masyarakat dapat tercapai dengan baik dan sebaliknya baik pelanggaran yang
terjadi di jalan di Kota Lhokseumawe dapat diminimalisir setiap saat.
BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) dari kendaraan yang dibawanya dengan
cara diproses menurut hukum yang berlaku tanpa adanya perbedaan diantara pelaku
itu sendiri. Sebagaimana yang terdapat pada Pasal 200 UU. No. 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, tugas kepolisian yang paling sering
dijumpai di lapangan dalam penertiban pelanggaran lalu lintas yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan lalu lintas di antaranya:
a. Memberikan penerangan terhadap pemakai jalan, baik
terhadap pejalan kaki maupun pemakai dengan kendaraan di jalan raya.
b. Memberikan penerangan terhadap pemohon surat izin
mengemudi (SIM) di ruang teori tempat pembuatan SIM.
c. Mengadakan patroli lalu lintas di jalan yang dianggap
padat arus lalu lintas.
d. Melakukan pencegahan bersama terhadap segala
problematika berlalu lintas.
e. Mengatur pejalan kaki maupun pengemudi kendaraan dalam
berlalu lintas.
Sementara kewajiban dari pihak yang
berwajib dalam menanggulangi tindak pidana pelanggaran lalu lintas di Kota
Lhokseumawe adalah mewajibkan bagi pengendara kendaraan yang ditilang untuk
dapat menghadap sendiri dalam sidang pengadilan dan menghukum pelaku pelanggaran
lalu lintas dengan hukuman yang setimpal. Tindakan ini dilakukan oleh badan
peradilan yang menangani kasus pelanggaran lalu lintas di jalan raya.
Satuan Lalu lintas adalah
unsur pelaksana tugas pokok fungsi lalu lintas pada tingkat Polres yang berada
di bawah Kapolres. Tantangan pekerjaan yang kian meningkat seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan konsekuensi logis
perlunya penerapan teknologi modern dan penerapan comunitiy policing pelayan
masyarakat yang terpercaya dalam memelihara kamtibmas dan menegakkan hukum”.
B. Apa
Saja Hambatan Polisi Lalu Lintas Dalam Meningkatkan Ketertiban Berlalu Lintas
Di Kota Lhokseumawe
1. Masih Kurangnya Pemahaman Masyarakat Terhadap
Pelanggaran Berlalu Lintas
Dalam mendukung pelaksanaan tugas polisi lalu lintas
dalam mencegah pelanggaran lalu lintas yang berpotensi menyebabkan pelanggaran
berlalu lintas dan bisa menjadi kecelakaan, tidak memahami, mengabaikan aturan
berlalu lintas atau berkendara di jalan raya belum menggunakan helm berstandar
nasional (SNI) dan belum menggunakan safety belt dan banyaknya masyarakat yang
menggunakan kendaraan yang tidak sesuai dengan peruntukan ataupun kendaraan
yang tidak laik jalan.
2.
Masyarakat Masih Menganggap Spele/Biasa Terhadap
Polisi Lalu Lintas (Polantas) Ketika Melakukan Razia
Masyarakat
masih menganggap biasa terhadap polisi lalu lintas ketika melakukan penertiban
berlalu lintas terhadap pengguna kendaraan. Hal ini menyebabkan tidak ada
perubahan di masyarakat terhadap aturan lalu lintas yang mestinya diatati.
Masyarakat tidak mematuhi aturan-aturan berlalu berlalu lintas yang diterapkan
oleh polisi lalu lintas. Ketika kedapatan melanggar aturan saat dilakukan
penertiban oleh aparat polisi lalu lintas kebiasaan masyarakat marah dan
menganggap dirinya tidak salah.
3.
Masyarakat Belum Bisa Menerima Polisi Menegakkan
Hukum Lalu Lintas
Masyarakat
sampai sekarang belum bisa menerima ketika polisi lalu lintas melakukan
penertiban berlalu lintas di Kota Lhokseumawe. Hal itu terbukti ketika
masyarakat kedapatan melanggar aturan berlalu lintas dan memprotesnya seakan
mereka tidak ingin disalahkan, padahal manfaat dari penertiban berlalu lintas
yang dilakukan anggota polisi lalu lintas bermanfaat kepada masyarakat karena
mengurangi angka kecelakaan. Masyarakat menganggap jika dilakukan penertiban
atau razia oleh aparat polisi lalu lintas menganggap adalah sebuah musibah
besar karena akan merugikan mereka.
Pengendara
tidak memahami sangat penting menaati peraturan berlalu lintas yang benar untuk
kebaikan pengendara supaya mencegah dari resiko kecelakaan.
4.
Masyarakat Belum Bisa Menerima Patroli Yang Dilakukan Polisi Lalu Lintas
Ketika
polisi lalu lintas melakukan patroli secara tiba-tiba disepanjangan jalan di
Kota Lhokseumawe masyarakat marah terhadap para petugas polisi lalu lintas
karena menganggap patroli tersebut akan merugikannya. Ini menjadi sebuah hal
yang sangat serius karena pemahaman dari masyarakat terhadap patroli yang
dilakukan petugas lalu lintas adalah suatu hal yang negatif dan merugikannya.
5.
Masyarakat Menganggap Pelanggaran Lalu Lintas Itu
Hal Biasa.
Pemikiran
yang negatif dari masyarakat pengendara jalan terhadap pelanggaran berlalu
lintas itu hal yang biasa, tidak ada perubahan yang akan dilakukan oleh masyarakat
pengguna jalan supaya karena menganggap pelanggaran berlalu lintas itu sudah
hal yang biasa dan tidak ingin dirubahnya. Ini menyebabkan ketidakpatuhan
pengguna jalan terhadap aturan-aturan atau hukumnya dalam berlalu lintas.
6.
Masih Rendahnya Kesadaran Masyarakat Dalam Berlalu
Lintas
Masih
rendahnya kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas yang tertib dan beretika
merupakan faktor penyebab tingginya pelanggaran yang dilakukan masyarakat
pengguna jalan berlalu lintas.. Bukan hanya polisi lalu lintas sendiri yang
bertanggung jawab untuk menyelesaikannya namun merupakan permasalahan bagi
bersama.
Tantangan
permasalahan ini kedepan dan hal lain dalam berlalu lintas dapat kita atasi
bersama dengan memberikan dedikasi, kinerja dan semangat yang tinggi serta
peran serta aktif dari semua lapisan masyarakat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Peranan Polisi Lalu Lintas Dalam Meningkatkan Ketertiban
Berlalulintas di Kota Lhokseumawe sebagai berikut:
a.
Menindak Pelanggaran Lalu Lintas
Peranan polisi lalu lintas Kota Lhokseumawe
dalam menindak pelanggaran lalu lintas yang berpotensi menyebabkan pelanggaran
lalu lintas dengan cara memeriksa kendaraan di sepanjang jalan di Kota
Lhokseumawe seperti pemeriksaan surat izin mengemudi (SIM) dan surat-surat
kendaraan lainnya.
b. Tindakan Langsung
(Tilang)
Setiap masyarakat pelanggar lalu lintas akan dilakukan
Tindakan Langsung (Tilang) yang dilakukan oleh pihak polisi lalu lintas dan
diberikan sanksi-sanksi tergantung kesalahan yang dilakukan oleh masyarakat
pelanggar itu dan akan didenda dengan harus membayar ditempat lokasi yang
ditilang. Jika masyarakat pelanggar lalu lintas tidak menerima sanksi atau yang
dilakukan oleh anggota polisi lalu lintas maka diperbolehkan mengikuti putusan
hukum kesalahan yang dibuatnya itu di Pengadilan yang nanti akan diputuskan
oleh Hakim, putusan hakim di pengadilan muklak tidak boleh diganggu gugat.
c. Menegur Pengendara Yang Melanggar Lalu Lintas
Polisi lalu lintas di Kota Lhokseumawe ketika melakukan razia kendaraan
bagi pengendara di Kota Lhokseumawe selalu menegur para pengendara yang
kedapatan melanggar lalu lintas untuk mematuhi aturan hukum berlalu lintas
supaya masyarakat pengguna kendaraan mematuhi hukum berlalu lintas.
d.
Masyarakat Belum Bisa Menerima
Penertiban Yang Dilakukan Polis Lalu Lintas
Masyarakat sampai sekarang belum bisa menerima
ketika polisi lalu lintas melakukan penertiban berlalu lintas di Kota
Lhokseumawe. Hal itu terbukti ketika masyarakat kedapatan melanggar aturan
berlalu lintas dan memprotesnya seakan mereka tidak ingin disalahkan, padahal
manfaat dari penertiban berlalu lintas yang dilakukan anggota polisi lalu
lintas bermanfaat kepada masyarakat karena mengurangi angka kecelakaan.
Masyarakat menganggap jika dilakukan penertiban atau razia oleh aparat polisi
lalu lintas menganggap adalah sebuah musibah besar karena akan merugikan
mereka.
e.
Masyarakat Menganggap Patroli
Yang Dilakukan Polisi Lalu Lintas Merugikan Masyarakat
Ketika polisi lalu lintas melakukan patroli secara
tiba-tiba disepanjangan jalan di Kota Lhokseumawe masyarakat marah terhadap
para petugas polisi lalu lintas karena menganggap patroli tersebut akan
merugikannya. Ini menjadi sebuah hal yang sangat serius karena pemahaman dari
masyarakat terhadap patroli yang dilakukan petugas lalu lintas adalah suatu hal
yang negatif dan merugikannya.
2. Hambatan Polisi Lalu Lintas Dalam Meningkatkan
Ketertiban Berlalu Lintas Di Kota Lhokseumawe
a. Masih Kurangnya Pemahaman Masyarakat Terhadap
Pelanggaran Berlalu Lintas
b.
Masyarakat Masih Menganggap Spele/Biasa Terhadap
Polisi Lalu Lintas (Polantas) Ketika Melakukan Razia
c.
Masyarakat Belum Bisa Menerima Polisi Menegakkan
Hukum Lalu Lintas
d.
Masyarakat Belum Bisa Menerima Patroli Yang Dilakukan Polisi Lalu Lintas
e.
Masyarakat Menganggap Pelanggaran Lalu Lintas Itu
Hal Biasa.
f. Masih Rendahnya
Kesadaran Masyarakat Dalam Berlalu Lintas
B. Saran
1.
Kepada pihak Polisi Lalu Lintas (Polantas) Kota
Lhokseumawe agar lebih mensosialisasikan lagi pemahaman terhadap masyarakat
penggunaan jalan supaya lebih taat
ketika berlalu lintas dan tetap selalu melakukan penertiban lalu lintas kepada
pengguna jalan di Kota Lhokseumawe.
2.
Untuk mengatasi hambatan yang
dihadapi polisi lalu lintas dalam meningkatkan ketertiban berlalu lintas di
kota lhokseumawe dan
lebih tegas lagi terhadap masyarakat yang melanggar lalu lintas.
3. Sebagai masyarakat yang membutuhkan pelayanan
berlalu lintas sebaiknya harus mematuhi peraturan dan prosedur yang sudah
ditetapkan polisi lalu lintas demi kenyamanan dan ketertiban berlalu lintas.
1 Tanggapan untuk "PERANAN KOMUNIKASI POLISI LALU LINTAS DALAM MENINGKATKAN KETERTIBAN BERLALULINTAS "
gan, boleh tau nama dan tempat kuliah nya dimana ?
atau cover skripsi nya :D kalau bisa kirim
makasi sebelumnya
Posting Komentar