A. Metode
1.
Pengertian Metode
Secara etimologi, kata metode berasal dari dua
perkataan, yaitu Meta dan
Hodos. Meta berarti “melalui” dan
Hodos berarti “jalan” atau “cara”. Metode berarti jalan atau cara yang harus
dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Bila ditambah dengan “logi” sehingga
menjadi “motodologi” berarti ilmu pengetahuan
tentang jalan atau cara yang
harus dilalui untuk mencapai tujuan, oleh karena kata
“logi” yang berasal dari bahasa
Greek (Yunani) “logos” berarti “akal” atau “ilmu”.[1]
Para ahli mendefinisikan metode
sebagai berikut:
1. Hasan Langgulung
mendefinisikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang
harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.
2. Abd. Al-Rahmah Ghunaimah
mendefinisikan bahwa metode adalah cara-cara
yang praktis dalam mencapai tujuan
pendidikan.
3. Al-Abrasy mendefinisikan pula
bahwa metode adalah jalan yang kita ikuti untuk memberikan pengertian kepada
murid-murid tentang segala macam metode dalam berbagai pelajaran.
Berdasarkan
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah seperangkat
cara, jalan dan teknik yang harus dimiliki dan digunakan oleh
pendidik dalam upaya menyampaikan
dan memberikan pendidikan dan pengajaran kepada peserta didik agar mencapai
tujuan pendidikan yang termuat
dalam kurikulum yang telah ditetapkan.[2]
Dari
definisi metode di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Metode adalah cara yang
efektif dan efisien yang harus dimiliki oleh pendidik dalam menjalankan
tugasnya sebagai pendidik.
4.
Tujuan Dan Fungsi Metode
Tujuan
diadakan metode ialah menjadikan proses dan hasil belajar mengajar lebih
berdaya guna dan berhasil guna dan menimbulkan kesadaran peserta didik untuk
mengamalkan ketentuan yang telah diajarkan. Islam melalui teknik motivasi yang
menimbulkan gairah belajar peserta didik secara mantab.[3]
Dari
tujuan di atas dapat diketahui bahwa fungsi metode adalah mengarahkan
keberhasilan belajar, memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk belajar
berdasarkan minat, serta mendorong usaha kerja sama dalam kegiatan belajar
mengajar antara pendidik dan peserta didik.
Adapun
fungsi metode secara umum dapat dikemukakan oleh Drs. H. Abudin Nata, yaitu
sebagai pemberi jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan
operasional dari pendidikan tersebut.[4] Adapun dalam kontek lain metode dapat merupakan
sarana untuk menemukan, menguji, menyusun data yang diperlukan bagi
pengembangan disiplin suatu ilmu. Maka dari dua pendekatan ini dapat dilihat
bahwa pada intinya metode berfungsi mengantarkan suatu tujuan kepada obyek sasaran
dengan cara yang sesuai dengan perkembangan objek sasaran tersebut.
5.
Macam-macam Metode
Metode
adalah cara yang dipergunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dan kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara
optimal. Selain itu metode digunakan oleh seorang pendidik dalam mengadakan
hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar.
Pembelajaran ialah proses kegiatan belajar mengajar oleh seorang guru di dalam
kelas.
Dalam
mengimplementasikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Dengan demikian metode
pembelajaran agama Islam
adalah suatu cara dalam menyampaikan materi pendidikan akhlak dari seseorang
pendidik akhlak kepada anak. Dengan memilih satu atau beberapa metode mengajar
sesuai dengan topik pokok bahasan,
ajaran Islam selalu mengajarkan kepada setiap pendidik dalam menyampaikan
berbagai ilmu pengetahuan kepada anak didiknya supaya menggunakan suatu cara
yang baik, sehingga dapat tercapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT:
Artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik ......(Q.S. An Nahl:
125).
Dalam hal ini pemakaian metode yang tepat adalah sangat
menentukan terhadap pencapaian tujuan yang diharapkan, salah pilih metode
mungkin hasilnya akan menyimpang.
Adapun metode-metode
yang relevan dalam pengajaran akhlak yaitu:
a.
Metode Ceramah
Metode ceramah ialah suatu metode yang cara penyajian
pelajarannya melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada
sekelompok siswa.[5]
Metode
ini dari dulu sampai sekarang masih sering di gunakan oleh setiap guru,
misalnya : untuk memberikan pengertian sifat terpuji, maka metode yang tepat di
gunakan disini adalah metode ceramah. Dalam metode caramah ini siswa, melihat
dengan mendengarkan apa yang disampaikan guru, murid mengambil intisari ceramah
dari guru. Maka seorang guru harus memberikan uraian menurut cara masing-masing
dengan tujuan siswa dapat mengerti dan mengikuti jalan pikiran guru. Sifat paif
siswa dari negatifnya bila murid demikian memikirkan hal-hal yang dijelaskan
oleh guru secara mendalam. Nabi Muhammad
SAW dalam memberi pelajaran kepada ummatnya banyak menggunakan metode ceramah,
disamping metode yang lain, begitu juga hal tersebut telah banyak tercantum
dalam ayat al-Qur’an, diantaranya firman Allah SWT:
Artinya:
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al Quran Ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (Kami
mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum Mengetahui. (Q.S Yusuf: 3).
Pada ayat diatas Allah menurunkan al-Qur’an dengan
perantara bahasa Arab, dan Allah menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW dengan
cara cerita dan ceramah yang menarik sekali. Metode ceramah tidak hanya
digunakan oleh Nabi Muhammad dalam menyampaikan dakwahnya, akan tetapi Allah
pun dalam menurunkan wahyunya kepada Nabi Muhammad jugga dalam bentuk ceramah.
Metode ceramah yang digunakan pada pendidikan Akhlak
yaitu pada pokok bahasan iman kepada Rasul, para adalah manusia biasa yang luar
biasa.
Mereka adalah orang-orang yang dipilih Allah yang
siapapun tidak dapat meraihnya.
b.
Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang
menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah
untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami
pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan.[6]
Teknik
diskusi adalah salah satu teknik pengajaran akhlak yang dilakakan oleh seoarang
guru di sekolah. Didalam diskusi ini proses belajar mengajar terjadi, dimana
interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar
pikiran pengalaman, informasi, oleh karena itu, metode diskusi bukanlah hanya
percakapan atau perdebatan saja, tetapi diskusi timbul karena adanya masalah
yang memerlukan untuk mencari suatu kebenaran.
c.
Metode Demontrasi
Metode
demontrasi ialah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan
mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu.[7]
Dengan memperjelas
pengertian tersebut dalam prakteknya dapat dilakukan oleh guru atau langsung
anak didik. Dalam pendidikan akhlak misalnya bagaimana adab berbicara yang
sesuai dengan ajaran dan contoh rasullulah SAW. Sebagai metode penyajian,
demontrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru.
Pada
saat siswa mendemontrasikan, guru mengamati langkah demi langkah dari gerak
gerik murid tersebut, sehingga bila ada segi yang kurang baik guru berkewajiban
memperbaikinya, sehingga memberi kesan yang mendalam pada diri siswa. Karena
guru memberi Pengalaman pada siswa. Dan pengalaman ini akan menjadi dasar pengembangan kecakapan
dan keterampilannya.
d.
Metode Tanya Jawab
Dari
penjelasan keseluruhan metode pengejaran yang diungkapkan oleh pakar–pakar ilmu pengetahuan.
Kesemuanya itu yang sedang diterapkan dalam proses pembelajaran
dewasa ini. Dengan menggunakan metode pengajaran akhlak yang relevan dengan
keadaan perkembangan ilmu dan teknologi masa kini, di harapkan tujuan
pengajaran akhlak dalam bentuk yang baik anak didik hendaknya dapat tercapai.
Selain
metode ceramah, metode diskusi dan metode demonstrasi, metode tanya jawab pun
juga dapat diterapkan dalam mengajarkan pelajaran, dimana metode tanya jawab
adalah suatu cara mengajar, dimana seorang pendidik mengajukan beberapa
pertanyaan kepada peserta didik tentang bahan pelajaran akhlak yang berkenaan
tentang kedisiplinan misalnya.
Dalam
melaksanakan metode tanya jawab, pertanyaan diajukan oleh pendidik atau peserta
didik dan demikian pula jawabannya dapat diberikan oleh pendidik atau peserta
didik pula. Metode tanya jawab ini merupakan salah satu teknik mengajar yang
dapat membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah.
Untuk
menghindari sesuatu yang tepat terjadi dalam metode tanya jawab, maka seorang
pendidik hendaklah memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pertanyaan harus singkat, jelas dan
merangsang berfikir.
b. Sesuai dengan kecerdasan dan kemampuan
anak didik yang menerima pertanyaan.
c. Memerlukan jawaban dalam bentuk
kalimat/uraian kecuali yang bersifat objektif test menggunakan yang atau tidak.
d. Usahakan pertanyaan pasti, bukan
pertanyaan yang mempunyai beberapa alternatif.[8]
e. Metode Uswatun Hasanah
Keteladanan
dalam pendidikan adalah metode yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam
mempersiapkan dan membentuk anak, karena pendidik adalah contoh terbaik dalam
pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak tanduknya dan tata santunnya
disadari/tidak disadari, bahkan akan tercetak dalam jiwa dan perasaannya
sebagai suatu gambaran pendidik tersebut baik itu dalam ucapan ataupun
perbuatan, diketahui atau tidak diketahui. Nashih Ulwan mengatakan bahwa “Anak
bagaimanapun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk kebaikan, bagaimanapun
beningnya sifat fitrah, ia tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan
dan pokok-pokok pendidikan agama, selama ia tidak melihat sang pendidik sebagai
teladan nilai-nilai moral yang tinggi.[9]
Pendidikan
melalui teladan termasuk salah satu pendidikan dengan memberikan contoh yang
baik kepada anak didik, mereka di sekolah lebih cenderung mencontoh gurunya
dalam tingkah laku dan perbuatan serta menjadikan guru sebagai suri tauladan
dalam segala hal. Muhammad Abdul Qadir mengatakan bahwa sifat-sifat, akidah
akhlak, nilai-nilai dan sikap yang tidak dipelajari oleh murid-murid kecuali
contoh teladan pendidik yang menjadi panutan mereka.[10]
Oleh
sebab itu guru atau pendidik itu memegang peranan penting dalam bentuk siswa
untuk berpegang teguh kepada agama, baik akidah maupun tingkah lakunya di dalam
kelas dan di luar kelas, sehingga siswa berada di jalan lurus dan selalu
mengerjakan yang baik yang diridhai Allah SWT. Teladan ini merupakan salah
satu strategi yang berpengaruh dalam menanamkan nilai akidah dalam jiwa anak
dan membina akidah akhlaknya. “Rasulullah dalam membina umatnya ke jalan benar
selalu dengan suri teladan”.[11]
Rasulullah
SAW sejak kecil telah memberikan teladan yang baik bagi umat manusia, ia
seorang yang jujur, rajin, sopan santun, membenci kemusyrikan dan sebagainya.
Ini merupakan contoh yang patut diikuti oleh umat Islam. Dengan demikian orang
tua atau guru yang menanamkan pendidikan akidah dan pembinaan akidah akhlak
anak senantiasa harus memberikan contoh teladan, sehingga jiwa anak akan terisi
dengan nilai-nilai Islami.
Masalah
keteladanan adalah faktor terpenting dalam hal baik buruknya anak. Jika
pendidik jujur dan terpercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari
perbuatan yang bertentangan dengan agama, demikian juga sebaliknya jika
pendidik suka berbohong, khianat, durhaka, kikir, penakut, maka sianak juga
akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut dan juga hina.
Dalam pandangan Islam memberi contoh teladan juga metode pendidikan yang paling
membekas pada peserta didik. Jadi dapat dikatakan bahwa tanpa memberi teladan
yang baik maka pendidikan terhadap sianak (peserta didik) sulit akan berhasil.
f. Metode Pembiasaan
Yang
dimaksud dengan pembiasaan adalah upaya praktis dalam pembentukan (Pembinaan)
dan persiapan. Naluri anak-anak dalam pembiasaan adalah sangat besar, maka
hendaklah guru (pendidik) memusatkan perhatian pada pengajaran anak-anak
tentang kebaikan dan upaya membiasakannya sejak ia mulai memahami realita
kehidupan ini. Sebagaimana dikatakan Imam Al-Ghazali bahwa: “Anak-anak adalah
amanah dan hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal hargany”.[12]
Karena ia jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan, maka ia akan tumbuh pada
kebaikan tersebut. Jadi pendidikan dengan kebiasaan adalah pilar terkuat untuk
pendidikan dan merupakan metode yang paling efektif dalam membentuk iman,
ketaqwaan dan meluruskan akhlak.
عن عمروبن شعيب عن جر مقال: قال رسوالله
صلي الله عليه و سلم مر أولادكم باااصلاة وهم ابناءسبع سنين واضربوهم عليهاوهم
ابناء عشر.وفرقوبينهم فاللمصا جع (روه ابودأود)
Artinya:
Dari Amr Bin
Syuib dari kakeknya, Dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, suruhlah anak-anakmu
mengajarkan shalat, ketika mereka berusia 7 tahun, dan pukullah mereka karena
meninggalkannya ketika mereka berusia 10 tahun, dan pisahkanlah tempat tidur
mereka. (H.R. abu Daud).[13]
Maka jelaslah bahwa jika para pendidik dengan segala
bentuk dan keadaannya mengambil metode pembiasaan dalam mendidik, membentuk
aqidah dan budi pekerti, maka pada umumnya anak-anak akan tumbuh dalam kaedah
Islam yang kokoh sesuai dengan ajaran Al-Qur’an. Bahkan
dapat memberikan tauladan kepada orang lain dengan bertingkah laku yang terpuji.
g. Metode Nasihat
Nasihat
adalah sesuatu yang dapat membukakan mata pada haikiat sesuatu dan mendorong
untuk menuju situasi yang luhur. Dengan demikian guru (pendidik) selalu memakai
metode nasihat dalam berbicara kepada anak untuk mengajak kepada keimanan dan
kebaikan. Jiwa yang murni, hati yang terbuka, dan akal yang berfikir, jika
dimasuki kata-kata nasihat yang berpengaruh, maka dengan cepat akan tunduk
kepada kebenaran dan menerima hidayah Allah yang diturunkan.[14]
h. Metode Pengawasan
Yang
dimaksud dengan pengawasan adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa
mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan aqidah dan moral, persiapan
spiritual dan sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan
jasmani dan daya hasil ilmiahnya.[15]
Pengawasan
dan bimbingan selalu diberikan secara beriringan terhadap peserta didik dengan
tujuan mengimplementasi nilai-nilai akhlak dapat tertanam kedalam hati sanubari
peserta didik. Setiap gerak langkah dan tindak tanduk anak didik tidak terlepas
dari pantauan dan bimbingan para guru (pendidik), sehingga semua aktivitas yang
terjadi selama mengikuti proses pendidikan mendapat perhatian yang serius dan
fokus utama dari tujuan pendidikan tingkat dasar, sehingga peserta didik merasa
selalu berada dalam naungan dan keadaan yang dikondisikan sesuai dengan ajaran
Islam.
i.
Metode
Memberi Hukuman
Pendidikan
dengan menggunakan metode hukuman adalah cara yang paling akhir, sebagaimana
diungkapkan oleh Nashih Ulwan, “Dan hendaknya seorang pendidik tidak segera
menggunakan pukulan, kecuali setelah mengeluarkan ancaman, peringatan sehingga
mampu berobah sikapnya”.[16]
Hukuma
bukan cara pendidikan yang mutlak diberikan karena cara seperti ini besar
kemungkinan akan menyebabkan anak-anak semakin mendorong untuk melakukan
kesalahan lebih besar lagi. Tetapi guru bisa memberi teguran yang sederhana dan
teguran bersifat nasehat. Para pakar pendidikan muslim meyakini bahwa teguran
tidak langsung perlu ada dalam metode pengajaran jika murid menunjukkan
perilaku yang tidak teratur.[17]
Dalam
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa semua umat Islam bertanggung jawab
terhadap pendidikan. Dalam memberikan pemahaman dan pembinaan pendidikan akhlak
tidak boleh diberangi dengan hukuman dan ancaman sebaliknya jika kita harus
mampu menggugah perasaan senang dan gembira kepada anak didik. Seorang pendidik
hendaknya memberikan motivasi kepada anak didik sehingga ia merasa senang dalam
mempelajari pelajaran yang diajarkan.
Dengan
metode ini seorang anak yang tadinya berakhlak sangat buruk, maka ia akan
berubah menjadi baik. Namun metode ini jarang digunakan, kecuali jika seorang
anak tidak dapat lagi diberitahukan atau diberi nasihat dengan baik, maka
metode inilah yang harus diterapkan pada diri anak tersebut.
j. Metode Sosiodrama
Metode
sosiodrama adalah penyajian bahan dengan cara memperlihatkan peragaan, baik
dalam bentuk uraian maupun kenyataan. Semuanya berbentuk tingkah laku dalam
hubungan sosio yang kemudian diminta beberapa murid untuk menerangkannya.[18]
Dengan menggunakan metode sosiodrama dalam proses pembelajaran bertujuan untuk:
a. Supaya anak didik mendapat keterampilan
sosial sehingga diharapkan nantinya tidak canggung menghadapi situasi sosial
dalam kehidupan sehari-hari.
b. Menghilangkan perasaan rendah diri pada
si anak didik.
c. Mendidik dan mengembangkan kemampuan
untuk mengemukakan pendapat.
d. Membiasakan diri untuk sanggup menerima
dan menghargai pendapat orang lain.[19]
Metode
semacam ini dapat digunakan sangat tepat dalam bidang studi pembelajaran Agama
Islam, karena dengan metode ini anak-anak akan menghayati tentang pelajaran
yang akan diberikan, misalnya dalam menerangkan bagaimana sikap orang muslim
Rasul-rasul Allah yang teristimewa dengan digelari ulul azmi, yang artinya
orang yang memiliki kesabaran atau keteguhan hati yang tinggi.
B.
Implementasi Nilai
1.
Pengertian Implementasi Nilai
Implementasi nilai adalah memiliki sudut pandang yang
bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem,
implementasi nilai bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang
terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan. Implementasi nilai secara bahasa berasal dari bahasa Arab yang disebut
“at-Taqdir” yang arti ukuran baik dan buruk. Sedangkan menurut istilah
adalah baik buruknya sesuatu ataupun sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan
sebagainya.[20] Sedangkan
menurut Suharsimi Arikunto, implementasi nilai adalah menerapkan pengambilan
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruknya.[21]
Namun diketika implementasi nilai itu sudah dihubungkan dengan suatu objek atau
dipersepsikan dari suatu sudut pandang tertentu, maka makna yang terkandung
didalamnya memiliki tafsiran yang bermacam-macam. Ada harga menurut ilmu
ekonomi, psikologi, sosiologi, antropologi, politik maupun agama.[22]
Dengan demikian implementasi nilai sering dirumuskan dalam konsep yang berbeda-beda.
Seorang sosiologi menafsirkan implementasi nilai dari sudut pandangnya sendiri
tentang keinginan, kebutuhan, kesenangan seseorang sampai dengan tekanan dari
masyarakat. Lain lagi dengan penafsiran Psikologi, ia mengatakan implementasi
nilai adalah kcendrungan prilaku dari gejala-gejala psikologis, seperti hasrat,
motif, sikap, kebutuhan dan keyakinan yang dimiliki secara individual sampai
pada wujud tingkah lakunya yang unik. Dan ada juga ungkapan dari antropolog, ia
melihat hal demikian adalah harga yang melekat pada pola budaya masyarakat
seperti penerapan dalam bahasa, adat kebiasaan, keyakinan, hukum dan
bentuk-bentuk lainnyayang dikembangkan oleh manusia.[23]
Menurut Zakiah
Dradjat, implementasi nilai adalah menerapkan apa yang disuruh Allah SWT itulah
nilai yang lebih baik dan apa yang dilarangnya itulah yang tidak baik dan harus
juga dijauhi segala perbuatan, perkataan, dan cara hidup yang tidak sesuai
anjuran syariat, seorang muslim dalam hidupnya harus sesuai dengan ajaran umat
Islam.[24]
2.
Tujuan dan Manfaat Implementasi Nilai
Jadi Implementasi Nilai memiliki tujuan dan manfaat
tersendiri karena nilai dapat memberi suatu imbalan maupun apresiasi terhadap
kinerja suatu indifidual maupun suatu kelompok. Nilai
itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat
abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang
bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah
nilai,tetapi kita tidak bisa mengindra kejujuran itu.
Implementasi nilai bertujuan sebagai daya dorong maupun motivator dan manusia
adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang
diyakininya. Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang
terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.
Implementasi Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai
mengandung mamfaat suatu harapan,
cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai nemiliki sifat ideal (das
sollen). Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam
bertindak. Misalnya, nilai keadilan. Semua orang berharap dan mendapatkan dan
berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
3.
Bentuk-bentuk Implementasi Nilai
Menurut Supranger menjelaskan ada enam macam bentuk nilai
yang sering dijadikan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari.
Dalam hal pemunculannya, enam hal bentuk nilai tersebut cendrung menampilkan
sosok yang khas tergantung pribadi seseorang. Karena itu Supranger merancang
teori nilai dalam istilah tipe manusia, yang berarti tiap manusia memilikin
orientasi tersendiri. Enam bentuk nilai yang dimaksud adalah nilai teoritik,
nilai ekonomis, nilai estetik, nilai sosial, nilai politik dan nilai agama.[25] Nilai-nilai tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
a.
Bentuk Nilai Teoritik
Bentuk nilai ini melibatkan pertimbangan logis dan
rasional dalam memikirkan dan membuktikan kebenaran sesuatu, nilai teoritik
memiliki kadar benar dan salah menurut timbangan akal dan pikiran. Karena itu
nilai ini erat dengan konsep, aksioma, dalil, prinsip, teori, dan generalisasi
yang diperoleh dari sejumlah pengamatan dan pembuktian ilmiah. Karena itu
komunitas manusia yang tertarik pada nilai adalah filosof dan ilmuwan.
b.
Bentuk Nilai Ekonomis
Bentuk nilai ini berkaitan dengan pertimbangan nilai yang
meliputi untung rugi. Adapun objek yang ditimbang adapun objek yang ditimbang
adalah “harga” dari suatu barang maupun jasa. Oleh karena itu, nilai ini
mengutamakan kegunaan sesuatu bagi kehidupan manusia. Secara praktis nilai
ekonomi dapat ditemukan dalam pertimbangan nilai produksi, pemasaran, konsumsi
barang dan perincian kredit keuangan dan juga pertimbangan kemakmuran hidup
secara umum. Adapun kelompok manusia yang memiliki niat kuat terhadap bentuk
nilai ini adalah pengusaha.
c.
Bentuk Nilai Estetik
Bentuk nilai ini menempatkan ttingginya pada bentuk dan
kerhamonisan bentuk nilai ini berbeda dengan bentuk nilai teoritik, dimana
bentuk nilai ini mencerminkan identitas pengalaman. Dalam arti kata, nilai
estetik lebih mengandalkan pada hasil penilaian pribadi seseorang yang bersifat
subjektif. Sedang bentuk nilai teoritik melibatkan timbangan objektif yang
diambil dari kesimpulan atas sejumlah fakta kehidupan. Bentuk nilai estetik
banyak dimiliki oleh para seniman, seperti: musisi, pelukis atau perancang
model.
d.
Bentuk Nilai Sosial
Bentuk nilai ini memiliki nilai tertinggi yang terdapat
didalmnya nilai tersebut adalah kasih sayang antar manusia. Karena itu, kadar
nilai ini bergerak pada rentang antara kehidupan yang Individualistik dengan antruistik. Nilai
sosial banyak dijadikan pegangan hidup bagi orang yang senag bergaul, suka
berderma, dan cinta sesama manusia atau yang dikenal sebagai filantropik.
e.
Bentuk Nilai Politik
Nilai tertinggi dalm bentuk nilai ini adalah kekuasaan.
Karena itu, kadar nilainya akan bergerak dari intensitas pengaruh yang rendah
sampai pengaruh tertinggi. Kekuasaan merupakan faktor tertinggi yang
berpengaruh terhadap nilai-nilai politik pada diri seseorang. Sebaliknya,
kelemahan adalah bukti dari seseorang yang kurang tertarik pada nilai ini.
Namun apabila terlihat dari kadar pemiliknya nilai ini memang menjadi tujaun
utama orang tertentu, seperti para politisi atau penguasa.
f.
Bentuk Nilai Agama
Secara hakiki sebenarnya nilai ini memiliki
dasar kebenaran yang paling kuat dibandingkan dibandingkan dengan nilai-nilai sebelumnya. Nilai ini bersumber
dari kebenaran tertinggi yang datangnya dari tuhan. Dan cakupannya pun lebih
luas, karena itu nilai tertinggi yang harus dicapai adalah kesatuan (Unity).
Kesatuan berarti adanya keselarasan semua unsur kehidupan antara kehendak
manusia dan perintah tuhan, antar ucapan dan tindakan, atau antara ‘Itiqad dengan
perbuatan. Supranger melihat bahwa pada sisi nilai inilah kesatuan hidup dapat dicapai
diantar sekelompok manusia yang memiliki orientasi kuat terhadap nilai yang
demikian.[26]
C. Pengertian dan Bentuk-bentuk
Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa arab,
yaitu (أخلاق) berbentuk jamak dari khuluk yang berarti
“budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at”, sinonimnya “etika dan
moral”, etika dan moral berasal dari bahasa latin, yaitu etas dan moral yang
berarti “kebiasaan”.
Jadi,
akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang elah meresap dalam jiwa dan menjadi
kepribadian. Dan dari sinilah akan menimbulkan berbagai macam perbuatan dengan
cara spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran.[27]
Sehubungan
dengan perlunya etika keteladanan ini dalam suatu proses pendidikan, maka
penerapan akhlak yang harus dilakukan oleh seorang pendidik ialah membimbing
para siswa-siswinya kea rah yang lebih baik dengan cara mendidik, memelihara,
membentuk dan memberikan latihan mengenai nilai – nilai akhlak dan kecerdasan
berpikir yang didasarkan pada ajaran-ajaran islam sehingga dapat mencerminkan
kepribadian yang baik.
Sementara
itu, Ahmad Tafsir menjelaskan
menyangkut dengan etika yang harus dimiliki oleh guru sebagai berikut :
1. Kasih sayang
2. Lemah lembut
3. Rendah hati
4. Menghormati ilmu yang bukan pegangannya
5. Adil
6. Sederhana[28]
Berdasarkan
penjelasan diatas dapatlah dipahami bahwa salah satu akhlak yang harus
diperhatikan oleh guru kepada siswa-siswi adalah sifat dari seorang guru,
dengan adanya nilai tersebut siswa tidak takut dalam menghadapi gurunya, tetapi
siswa mendapatkan perlindungan dan kasih sayang dari orang tuanya. Melalui
kasih sayang akan mudah untuk membimbing dan mendidik anak-anak yang memang
sangat nenbutuhkan kasih sayang.
Secara terminologi beberapa defenisi akhlak yang telah
dikemukakan para ahli, di antaranya:
Ahmad Amin mengartikan akhlak sebagai ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia, menyertakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.[29]
Kihajar Dewantara mengartikan etika sebagai ilmu yang
mempelajari soal kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia semuanya,
teristimewa yang mengenai gerak-gerik pikiran, rasa yang dapat merupakan
pertimbangan dan rasa perasaan sampai menguasai tujuannya yang dapat merupakan
perbuatan.[30]
Imam Ghazali mengatakan akhlak ialah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan
pertimbangan dan pemikiran.[31]
Oleh karena itu akhlak mestilah di terapkan, kepada
setiap anak semenjaka usia dini, paling tidak nilai-nilai kehidupan mesti
dipahami dan diperoleh setiap anak baik disekolah maupun dirumah. Karena
akhlak merupakan topangan dasar bagi tindakan dan prilaku manusia, didalam
keluarga, lingkungan, sekolah Maupun dalam masyarakat. Dan ini bisa dimulai
dari seorang guru dengan memberikan teladan kepada murid-muridnya, sehingga
dari pendidikan akhlak generasi penerus dapat memahami arti hidup yang
sesungguhnya.
Dari keterangan diatas dapat
diketahui bahwa akhlak adalah sumber dari segala kegiatan yang sewajarnya,
yakni tidak dibuat-buat dan perbuatan yang dapat kita lihat sebenarnya adalah
merupakan gambaran dari sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa.[32]
Akhlak juga dapat disimpulkan
sebagai suatu konsep kepribadian dan tingkah laku yang telah menjadi adat
kebiasaan manusia yang tidak memerlukan untuk berpikir panjang. Akhlak lahir
dari dalam jiwa dan dapat membimbing untuk melakukan hubungan manusia dengan
tuhannya (hablumminallah) dan manusia dengan manusia (hablumminannas) dan hubungan manusia
dengan makhluk - makhluk ciptaan Allah (hablumbil’ibad).
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
ﺍÌ È,Gt ©!$# @yèøgs ¼ã&©! %[`tøxC
Artinya:
Bertaqwalah pada Allah,
niscaya Dia akan memberi jalan bagimu.[33]
Manusia adalah makhluk yang memiliki kelengkapan jasmani
dan rohani. Dengan kelengkapan jasmaninya, maka ia dapat melaksanakan
tugas-tugasnya yang memerlukan dukungan fisik dan dengan kelengkapan rohaninya
ia dapat melaksanakan tugas-tugas yang dapat berfungsi dengan baik dan
produktif, maka perlu dibina dan diberikan bimbingan. Dalam hubungan ini
pendidikan sangat memegang peranan yang sangat penting. Adapun cara kita
bertaqwa (takut akan Allah) yaitu dengan cara bersyukur atas segala
nikmat-nikmat yang telah diberikan. Adapun cara bersyukur kepada Allah yaitu:
dengan cara mempergunakan nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita, seperti
halnya nikmat mata, kaki, tangan, lidah dan telinga yaitu dengan cara
menpergunakannya sebaik-baiknya tanpa berpaling dari aturan-aturan agama.
Secara umum para ulama Islam membagikan akhlak menjadi
dua kelompok, yaitu al-akhlak al-mahmudah dan al-akhlak al-mahmumah,
akhlak mahmudah adalah segala
perilaku mulia yang terdapat dalam kehidupan rasullulah SAW untuk membimbing
umat manusia, agar menjadi manusia yang sempurna, sedangkan akhlak mahmumah ialah perilaku tercela yang ada
dalam diri manusia yang didorong oleh hawa nafsu dan syaitan.
D. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat
implementasi nilai-nilai akhlak
Faktor-faktor
yang mendukung dan menghambat proses pendidikan baik pendidikan umum maupun
pendidikan agama. Digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern
dan ekstern. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Saiful Bahri Djamarah:
“Faktor–faktor yang mempengaruhi belajar ada dua jenis, faktor ekstern dan
faktor intern”[34]
1.
Faktor
ekstern (dari luar)
Faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar
individu siswa, faktor–faktor ini dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu:
1) Faktor Non sosial dalam belajar
2) Faktor sosial dalam belajar
Yang
dimaksud dengan faktor–faktor sosial disini adalah manusia (sesama manusia).
Faktor ini dibagikan kedalam dua kelompok, Yaitu:
a. Faktor Keluarga
b. Faktor Masyarakat
Jelasnya
bahwa pentingnya pendidikan akhlak dan kesopanan bagi siswa yang mengandung
kekawanan dalam kehidupan anak, dan jika ia tinggalkan tanpa didikan akhlak,
maka ia tumbuh kearah siksaan dan penderitaan.
Hendaknya
siswa di biasakan dalam perilaku akhlak yang terpuji dan perbuatan yang baik
serta dijauhkan perbuatan yang buruk dan rendah. Sebaliknya, siswa ditanamkan
dalam jiwanya tentang sifat pemberani, sabar, rendah hati, menghormati, teman,
suka medengarkan hal–hal yang baik, taat kepada orang tua dan guru serta
pendidikannya.
2.
Faktor
Intern (dari dalam)
Faktor
intern adalah faktor yang dalam diri individu siswa yang sedang dalam belajar
ini terbagi kedalam beberapa macam yaitu:
1. Minat
Minat
sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar, kalau seseorang tidak berminat
untuk mempelajari sesuatu, ia tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan baik
dalam mempelajari hal tersebut. Sebaliknya, kalau seseorang mempelajari sesuatu
dengan minat, maka hasil yang diharapkan akan lebih baik. Jika setiap pendidik
menyadari hal ini, maka persoalan yang
timbul adalah bagaimana mengusahakan agar hal yang disajikan sebagai pengalaman
belajar itu dapat menarik minat para pelajar. [35]
2. Motivasi Belajar
Motivasi
adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Jadi, motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang
untuk belajar.[36]
Oleh
karena itu motivasi belajar pada diri siswa sangat perlu ditingkatkan sehingga
terciptanya suasana belajar yang menyenangkan.
3. Kecerdasan (intelegensi)
Kecerdasan
atau intelegensi sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar dan sangat
memegang peranan besar dalam menentukan berhasil tidaknya seseorang mempelajari
sesuatu atau mengikuti sesuatu program pendidikan.[37]
Walaupun demikian siswa mempunyai tingkat
intelegensi yang tinggi pasti berhasil dalam belajarnya, hal ini disebabkan
karena belajar adalah suatu proses yang konflik dengan banyak faktor yang
mempengaruhinya. Sedangkan intelegensi adalah salah satu faktor diantara faktor
lainnya.
4. Konsentrasi Belajar
Konsentrasi
belajar merupakan kemampuan untuk memutuskan perhatian pada pelajaran yang
dituju pada bahan belajar maupun proses memperolehnya untuk memperkuat
perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi
belajar mengajar dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan waktu. Disinilah, sikap
terpuji dan tata krama dan pergaulan sekolah sangat penting bagi siswa dalam
kebersihan belajarnya. Dengan mengetahui dan melaksanakan nilai-nilai akhlak
mewujudkan suasana pergaulan yang harmonis dan lebih menyenangkan antara sesama
di sekolah.
Sudah saatnya lembaga pendidikan serta guru untuk
memikirkan bagaimana siswa mendapatkan pendidikan akhlak yang sempurna antisipasi
terhadap perkembangan moral masyarakat yang cenderung mengkhawatirkan pengeruh
ilmu pengetahuan dan teknologi dunia luar. Melalui
penerapan nilai akhlak siswa dapat memahami arti hidup yang sebenarnya. Oleh
karena itu, pendidikan akhlak hendaknya diselenggarakan dan didesain sedemikian
rupa agar dapat meningkatkan gairah siswa dalam mempelajarinya dan
menyelamatkan siswa dunia dan akhirat.
Pendidikan islam hubungan guru dan siswa ini harus
dilandasi oleh tata krama atau etika yang harus di patuhi oleh guru dan siswa,
melalui etika islam memberikan dasar-dasar demi terbentuknya kepribadian yang
luhur pada diri anak. Salah satu etika yang harus di patuhi yaitu harus
menghormati seorang guru karena seorang guru merupakan orang kedua bagi dia
disebabkan telah bersedia mengajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan agama. Selain
itu pun,ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ahklak seseorang siswa,
seperti minimnya pendidikan agama,seseorang yang berada di lingkungan yang
tidak berkarakter, kurangnya tertanam jiwa agama pada setiap indivindu. Hal ini
sesuai dengan pendapat yang di kemukakan oleh Zakiah Daradjat, bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi ahklak adalah sebagai berikut:
1.
Kurangnya tertanam jiwa agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat,
2. Keadaan masyarakat yang kurang stabil,
baik dari segi ekonomi, sosial, dan politik,
3. Pendidikan moral tidak terlaksana menurut mestinya baik
di rumah tangga, sekolah,
maupun masyarakat,
4.
Suasana rumah tangga yang kurang baik,
5. Banyaknya tulisan-tulisan, gambar, siaran-siaran yang tidak mengindahkan dasar-dasar dan tuntunan moral,
6.
Diperkenalkan secara populer obat-obat terlarang,
7. Kurang adanya bimbingan untuk mengisi waktu luang dengan
cara yang baik,dan yang membawa kepada pembinaan moral,
dan
8.
Tidak adanya bimbingan konseling bagi anak-anak dan pemuda.[38]
Dari kutipan di atas merupakan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi ahklak seseorang, maka oleh karenanya perlu adanya penerapan bagi ahklak setiap individu
muslim. Penerapan
ahklak dapat dilakukan melalui di rumah tangga, tempat-tempat pengajian, sekolah,
maupun lembaga-lembaga lainnya yang ada di masyarakat.
Dasar penerapan ahklak berarti sumber asasi ahklak yang menjadi landasan dan pedoman yang
menuntut ahklak manusia.
Dalam Islam dasar ahklak adalah Al-Qur’an dan Hadist,
kedua sumber tersebut menjadi landasan dan sumber ajaran
Islam secara keseluruhan sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan
yang buruk. Sumber ahklak
dalam Al-Qur’an terkandung dalam sikap dan perilaku Rasulullah,
sebagaimana firman Allah dalam surat al-Qalam ayat 4,
sebagai berikut:
Artinya:
”Dan
Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(Q.S.al-Qalam:4)
Bedasarkan ayat di atas dapat dijelaskan bahwa kebenaran
Al-Qur’an merupakan petunjuk dan pedoman bagi manusia dalam mencari keberadaan
Allah SWT, dan Rasulullah merupakan sumber ahklak bagi setiap manusia yang lain, dan kita sudah
sewajarnya mengambil sebagai contoh teladan dalam berahklak dalam kehidupan
sehari-hari. Selanjutnya Hadist juga merupakan dasar ahklak yang kedua, yang
dijadikan sebagai dasar ahklak dengan berpedoman pada perilaku dan ahklak Nabi
Muhammad SAW, hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 21, sebagai
berikut:
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Q.S.al-Ahzab:21)
Ayat di atas menunjukkan bahwa hadist merupakan dasar
ahklak kedua setelah Al-Qur’an.Melalui Hadist ini setiap muslim dapat mencontoh
perilaku yang ada pada Nabi tersebut,yang merupakan pedoman yang dapat menuntut
manusia kepada ahklak yang baik.ahklak yang baik menjadi perhatian dari setiap
orang,baik dalam disekolah maupun dalam masyarakat.
Dalam kehidupan sosial, ahklak yang baik sangat penting
dimiliki oleh setiap individu, karena ahklak merupakan sumber kepercayaan atas
diri seseorang, bahkan ahklak turut berperan dalam menentukan kehormatan suatu
bangsa.Hal ini sesuai dengan pendapat yang dkemukakan oleh Anwar Masy’ri, bahwa ”Sesungguhnya
bangsa tergantung moralnya,bila rusak moral, maka rusaklah bangsa itu.”[39]
Agama memandang ahklak sebagai hal yang utama dalam kehidupan manusia,sehingga
salah satu tugas Rasulullah SAW diutus Allah ke dunia ini adalah untuk memperbaiki ahklak manusia.
Maka kedudukan ahklak dalam kehidupan manusia menempeti
tempat yang penting sekali,baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Sehubungan
dengan hal tersebut, Rahmat
Djatnika, mengemukakan bahwa.
Seseorang yang berahklak yang baik,selalu melaksanakan
kewajiban-kewajibannya,memberikan hal yang harus diberikan kepada yang
berhak.Perbutan ini dilakukan dengan memenuhi kewajiban terhadap dirinya
sendiri,terhadap Tuhannya,sesama manusia dan makhuk-mahkluk lainnya selain
manusia[40].
Dalam kehidupan sehari-hari sangat diutamakan Ahklaqul qarimah, yaitu ahklak yang
sesuai dengan tuntunan Syari’at Islam. Dalam konsepsi Islam ahklak juga dapat
diartikan sebagai suatu istilah yang mencakup hubungan vertikal antara manusia
dengan Allah,dan hubungan horizontal, yaitu antara sesama manusia.Hal ini
sebagaimana yang dikemukakan oleh Anwar Masy’ari,bahwa “hubungan manusia dengan
dirinya sendiri,hubungan manusia dengan sesama manusia,dan hubungan manusia
dengan alam sekitarnya.[41]
Bedasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa ahklak dalam mempunyai banyak
dimensi yang mengatur pola hubungan tidak hanya sesama manusia saja,akan tetapi
dengan sang Khalik dan alam sekitar.
Pengaruh implementasi akhlak terhadap perkembangan jiwa
anak tersebut yaitu terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam
keluarga. Di sekolah dalam masyarakat lingkungan
semakin banyak pengalaman yang bersifat agama.
Dalam
hal ini suatu kegiatan belajar mengajar agama di tujukan untuk mencapai target pendidikan
agama. Pendidikan agama adalah arah yang di tuju, sedangkan implementasi adalah
suatu perbuatan mengajarkan yang dilakukan oleh guru dan yang menerima siswa
dari hari ke hari.pengajaran membentuk akal, pendidikan membentuk watak.
Akhlak
dalam kehidupan manusia menempati tempat yang paling baik sebagai individu
maupun masyarakat dan bangsa sebab rasanya sauatu bangsa dalam pendidikan
sekolah tergantung bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik maka baiklah dan
sejahteralah lahir batinnya, akan tetapi bila akhlaknya buruk, maka buruklah
lahir-batinnya.
Mempelajari
akhlak bertujuan untuk mengetahui perbedaan perangai manusia yang baik dan
buruk, agar manusia dapat memegang teguh sifat-sifat yang baik sehingga
terciptanya tata tertib dalam pergaulan di lingkungan sekolah, dimana tidak ada
kebencian sesama teman. Pengaruh yang baik hanya bisa diharapkan dari orang -
orang yang memperhatikan pribadinya, sehingga orang sekitarnya bisa jatuh hati
dan tertarik pada perilakunya, kesopanannya dan berkawan dengan kemuliaannya.
Dengan demikian bisa mengambil sifat – sifat baiknya.
Untuk
menghindari hal itu maka haruslah menerapkan akhlak mulia pada diri anak, guru
harus berupaya memberikan keteladanan yang baik yang terpuji baik dalam
keindahan, perkataan, perbuatan dan lain sebagainya. Di samping wajib mencegah
siswa-siswinya tidak bermain di jalan yang bergaul dengan teman yang jahat dan
nakal. Sehingga mereka terpengaruh oleh penyimpangan dan kebiasaan dari mereka.
Oleh karena itu guru harus membiasakan anak melalui akhlak terpuji sehinnga
berhasil sebagai mana mestinya
E. Pentingnya Implementasi Nilai-nilai
Akhlak Pada
Siswa
Akhlak sangat
penting dalam kehidupan siswa. Dilihat dari kedudukannya, ”siswa adalah makhluk
yang sedang dalam proses pertumbuhan siswa tersebut memerlukan bimbingan
dan pengarahan menuju ke arah titik yang optimal kemampuan fitrahnya”.[42]
Jelaslah Implementasi pendidikan akhlak dan
kesopanan bagi anak, yang mengandung
kekawanan salam kehiduapan anak, dan jika ia di tinggalkan tanpa di didik
ahklak, maka ia akan tumbuh kearah siksaan dan penderitaan. Ahklak menentukan
kriteria perbuatan yang baik dan buruk pada diri siswa, serta menentukan
perbuatan apa saja yang termasuk perbuatan baik dan buruk itu, maka anak yang
mempelajari ahklak akan mengetahui perbuatan dan tindakan yang terpuji dalam
kehidupannya. Nabi Muhamad SAW sendiri sebagai pembawa misi akhlaqul
karimah mempunyai akhlak yang mulia, bahkan yang paling mulia di antara umat
manusia, karena memang ia di atur oleh Allah SWT untuk menyempurnakan keutamaan
ahklak.
Hendaknya siswa dibiasakan dalam perilaku
akhlak yang terpuji dan perbuatan yang baik serta dijauhkan dari perbuatan yang
buruk dan rendah. Sebaliknya, siswa ditanamkan dalam jiwanya tentang
sifat-sifat berani, sabar, rendah hati, menghormati teman, suka mendengarkan
hal-hal yang baik, taat kepada orang tua dan guru serta pendidikannya.[43]
Dengan
berfungsinya akhlak mulia dalam kehidupan siswa,maka akan terbentuknya
kepribadian yang luhur budi pekertinya. Dalam kehidupan individu dan
masyarakat, akhlak mulia merupakan perhiasan yang tinggi nilainya. Nilai yang mulia inilah yang harus di miliki oleh setiap
siswa, karena siswa yang berahklak mulia akan lebih tinggi rasa tanggung
jawabnya. Di sisi lain sikap terpuji dan tata krama dalam pergaulan sekolah
sangat penting bagi siswa dan keberhasilan belajarnya. Dengan
mengetahui dan melaksanakan nilai-nilai akhlak mewujudkan suasana pergaulan
yang harmonis dan lebih menyenangkan antar sesama sekolah.
Di era teknologi dan
globalisasi ini Implementasi
akhlak bagi siswa sangat penting artinya terhadap kenyamanan dan ketentraman
hidup. Akhlak siswa menentukan sikap hidup dan tingkah lakunya,
memang intelek pemikiran siswa sangat menentukan tinggi rendah derajatnya,
tetapi akhlak mulia atau sikap mental yang luhur jauh lebih penting lagi,
bahkan merupakan faktor yang sangat fundamental.[44]
Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi tanpa akhlak tidak mempertahankan manusia dari
kepunahan segi rohani.Semakin tinggi ilmu pengetahuan semakin tinggi pula
peralatan untuk membinasakan manusia. Sudah saatnya lembaga pendidikan
memikirkan bagaimana siswa mendapatkan akhlak yang sempurna sebagai antisipasi
terhadap perkembangan masyarakat yang cenderung
mengkhawatirkan serta pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi dari dunia
luar. Melalui
pendidikan ahklaklah siswa dapat mengetahui arti hidup yang sebenarnya.
Oleh
karena itu , pendidikan akhlak hendaklah
di selenggarakan dan di desain sedemikian rupa agar dapat meningkatkan
gairah siswa dalam mempelajarinya dan menyelamatkan siswa dunia dan akhirat. Implementasi
akhlak adalah suatu implementasi yang
merangsang penjiwaan agama.
Dalam kegiatan membimbing bagi anak hendaknya
berada dalam lingkungan yang diliputi situasi agama baik suasana lingkungan
maupun tingkah laku dan kebiasaan-kebiasaan yang sering dikerjakan semuanya mencerminkan norma agama. Dengan
implementasi akhlak tersebut dapat membantu siswa mengerti apa yang menjadi
pola hidupnya sehari-hari. Untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat diatas
dikatakan bahwa salah satu daya upaya untuk mencapai tujuan adalah menanamkan
iman dan keyakinan yang teguh, mempercayai hari akhirat (hari pembalasan). Jadi
ia sebagai seorang muslim yang sudah di kenal di dunia ini. Kelak akan menempuh
hidup yang kedua kalinya yaitu di alam kedua berdasarkan amal dan perbuatan
pada waktu ia hidup di dunia ini. Prisip-prinsip hidup semacam inilah yang akan
terbentuk melalui pendidikan akhlak yang di dukung oleh situasi keagamaan di
sekitar lingkungan sekolah, sehingga hasilnya lebih terasa.
Dalam hal ini
menjadikan siswa cakap dalam melaksanakan amal keakhiratan mereka harus dididik
dalam lingkungan yang masyarakatnya beriman teguh, beramal shaleh dan melaksanakan kewajiban agama. Untuk
maksud itu di sekolah harus di ajarkan aspek-aspek keagamaan yang berhubungan
dengan peribadatan,amal sosial dan akhlak. Agar siswa cakap melaksanakan
pekerjaan di dunia mereka harus di didik
mengembangkan bakat dan potensi
masing-masing dalam bekerja menurut kecapakannya itu.
Semua ini di
barengi dengan penerapan akhlak pad anak untuk bisa terangsang dan mengamalkan
karena situasi positif yang semacam ini menjadi fasilitas dan motifator bagi
dirinya untuk melakukan ajaran agama. Pada umur 10 sampai dengan 12 tahun siswa
telah benar-benar dapat menghayati cerita peristiwa-peristiwa yang mendukung
keghaiban (spiritual). Akhlak merupakan suatu kondisi yang berbicara kepada jiwa
berakal, baik dalam hal ketundukannya kepada badan ataupun ketidak tundukannya.
Hubungan antara jiwa dan badan mengambil bentuk aksi
dan reaksi. Kadang-kadang jiwa berkuasa atas badan, dan kadang-kadang badan
tunduk lalu berbuat. Manakala ketundukan badan kepada jiwa terjadi
berulang-ulang, maka di dalam jiwa akan muncul suatu kondisi superioritas yang
tinggi, yang membuat jiwa mudah melepaskan badan dalam segala hal yang
gandrunginya, suatu kondisi yang tidak mudah terjadi sebelumnya.
Dalam
Mengimplementasikan Nilai-nilai Islami ke dalam jiwa seseorang harus dilakukan
dengan cara-cara yang mudah dimengerti apalagi kalau pendidikan akidah akhlak,
seorang guru harus pandai menerapkan metode yang cocok yang disenangi oleh
murid. Dengan demikian anak akan lebih
bergairah dalam
mempelajari pendidikan akidah akhlak yang diajarkan dan materi yang diajarkan
lebih mudah diterima oleh siswa.
[10]Armai Arief, Pengantar
Ilmu dan Metodologi
Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), hal.
61.
[11] Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda, 2002), hal, 40.
[13] Imam Abu
Daud, Sunan Abu Daud. Terj Ustad Boy Arifin Dkk. Juz I,(semarang:
Asy-Syifa: 1992), hal. 4.
[14] Abdullah Nashih
Ulwan, Pedoman Pendidikan,..hal.12.
[17] Basir Shaif
Al-Qurasyi, Seni Mendidik Anak, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), hal,
144.
[18] Ramayulis, Metodelogi
Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam
Mulia, 2004), hal,129.
[19] Zakiah Daradjat, Metode
Khusus, … hal, 301.
[24] Zakiah
Dradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1971), hal. 13.
[31] Ali Abdul
Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insane, 2004), hal. 28.
[33] M. Ali
Usman, Dkk, Hadist Qudsi Pola Pembina Akhlak Muslim, Cet. XX (Bandung:
Diponogoro, 2006), hal. 173.
[35] Abu Ahmadi, dkk, Strategi
Belajar Mengajar, Cet. III, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hal. 107.
[42] Zakiah Daradjat, dkk,
Metode Khusus Pengajaran Agama Islam, cet II, (Jakarta: Bumi Aksara,
2001), hal. 308.
[43]Muhammad
Abdullah At-Diwaisy, Menjadi Guru yang Sukses dan Berpengaruh, (Surabaya:
Fitrah Mandiri, 2005), hal. 7.
[44] Abdullah
Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Cet III, (Semarang:
AS, Syifa, 1991), hal. 175.
Belum ada tanggapan untuk "METODE GURU PAI DALAM MENGIMPLEMENTASI NILAI-NILAI AKHLAK PADA SISWA SMP"
Posting Komentar