A. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan sering juga diartikan sebagai suatu usaha manusia untuk membimbing anak yang belum dewasa menuju kedewasaan, dalam arti sadar maupun memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya dan dapat berdiri di atas kaki sendiri. Secara kultural, pendidikan umumnya berada dalam lingkup peran, fungsi, dan tujuan yang sama, yaitu mengangkat dan menegakkan martabat manusia melalui transmisi yang dimilikinya terutama dalam bentuk transfer ilmu pengetahuan (transfer kniwledge) dan transfer nilai (transfer value).
Dalam bahasa Inggris, terdapat beberapa kata yang mengacu pada kegiatan pendidikan. Kata education, misalnya, lebih dekat dengan unsur pengajaran (instuction) yang memiliki sifat sangat skolastik. Sementara untuk kata pertumbuhan dan perawatan, istilah yang dipakai bringing up (ini lebih dekat dengan makna pemeliharaan dan perawatan dalam konteks keluarga). Sementara kata training lebih mengacu pada pelatihan, yaitu sebuah proses yang membuat seseorang itu memiliki kemampuan-kemampuan untuk bertindak (skills). Unsur pengajaran, perawatan, maupun pelatihan, merupakan bagian dari sebuah proses pendidikan itu sendiri.
Dalam pengertian luas Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Sedangkan dalam pengertian yang sempit pendidikan adalah sekolah, pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan oleh sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar memiliki kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan serat tugas-tugas sosial mereka.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan adalah aktifitas yang sengaja dilakukan untuk mengembangkan individu secara penuh. Karena itu, norma nilai-nilai penting dalam semua perencenaan pendidikan, baik norma itu sekularis, humanis, marxis maupun religius sifatnya. Islam memberikan sebuah norma objektif untuk semua ahli pendidikan. Ali ashraf juga berpendapat dalam kata pengantar Crisis in Muslim Education (Krisis dalam Pendidikan Islam), adalah pendidikan yang melatih sensibilitas murid-murid sedemikian rupa, sehingga dalam perilaku mereka terhadap kehidupan, langkah-langkah dan keputusan begitu pula pendekatan mereka terhadap semua ilmu pengetahuan mereka diatur oleh nilai-nilai etika Islam yang sangat dalam dirasakan.
Muhammad Arifin menjelaskan pendidikan dalam arti yang luas adalah usaha transformasi ilmu pengetahuan dari generasi tua ke generasi muda sebagai usaha menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidup secara jasmaniah maupun rohaniah. Dengan kata lain pendidikan adalah pengembangan diri pribadi manusia dalam berbagai aspek. Menurut Ahmad D. Marimba pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar terhadap oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Kihajar Dewantara mengatakan pendidikan yaitu tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.
Pendidikan Islam adalah akumulasi penegetahuan yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diajarkan, dibinakan, dan dibimbingkan, kepada manusia sebagai peserta didik dengan menerapkan metode dan pendekatan yang islami dan bertujuan membentuk peserta didik yang memiliki kepribadian yang muslim. Menurut Muhaimin, pembahasan tentang pendidikan Islam sangat diperlukan sehingga beliau juga mengeluarkan pendapatnya dalam mengartikan pendidikan Islam, beliau mengartikan dalam arti yang berbeda-beda. Beliau menjelaskan bahwa rangkaian Pendidikan Islam dapat diartikan dari tiga sudut pandang yang berbeda yang memiliki pengertian sebagai berikut ini:
a. Pendidikan Menurut Islam
Berdasarkan sudut pandang bahwa Islam adalah ajaran tentang nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang ideal, bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Berarti pendidikan menurut Islam dapat dipahami sebagai ide-ide, konsep-konsep, nilai-nilai, dan norma-norma pendidikan yang dianalisis dan dikembangkan dari sumber dasarnya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah yang menjadi pedoman utama bagi seluruh umat Islam.
b. Pendidikan Dalam Islam
Berdasarkan sudut pandang bahwa Islam adalah ajaran-ajaran, sistem budaya, dan peradaban yang berkembang dan tumbuh serta didukung oleh umat Islam sepanjang sejarah sejak mulai zaman Nabi Muhammad SAW sampai dengan masa sekarang. Berarti pendidikan dalam Islam merupakan panutan dan arah jalan bagi umat manusia dalam kehidupan yang didalamnya mengajari tentang beribadah, berbudaya serta bersosial dengan lingungan hidupnya yang diatur dengan bagus dan mudah diterapkan dalam kehidupan.
c. Pendidikan Agama Islam
Timbul sebagai akibat logis dari sudut pandang bahwa agama Islam adalah nama bagi yang yang menjadi panutan dan pandangan hidup umat Islam.
Dari pendapat beliau dapat dipahami bahwa pendidikan menurut Islam adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah yang mewujudkan pemikiran dan berbagai teori pendidikan yang mendasar atau dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber dasar tersebut atau dari ajaran lain yang dapat mendukung pendidikan Islam. Kemudian ide-ide, dan nilai-nilai serta norma-norma tersebut dianalisa lebih dalam lagi dan dikembangan yang hasilnya mengarahkan pada terbentuknya konsep-konsep pendidikan Islam yang bersifat filosofis.
Istilah yang kedua tentang pendidikan dalam Islam dapat dipahami sebagai proses praktek penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam realitas sejarah Islam yang menjadikan pendidikan sebagai proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan dikalangan umat Islam yang berlangsung dan berkesinambungan dari generasi sepanjang sejarah yang akan terbentuk pendidikan Islam tersebut bersifat historis.
Sedangkan istilah yang ketiga dapat diartikan sebagai upaya mendidik agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya agar dapat menjadi sebagai sikap hidup serta pandangan hidup bagi seseorang yang dapat menjadikan sebagai proses dan cara pendidikan terhadap ajaran Islam itu sendiri. Yakni penekanan pada pendidikan terhadap setiap manusia agar dapat menjadi sebagai pribadi yang muslim. Jika pendidikan agama Islam dianalisis secara mendalam maka akan terbentuk ilmu pendidikan Islam yang bersifat teoritis.
Walaupun pendidikan Islam dipahami dan dianalisa dari sudut yang berbeda-beda, namun pada hakikatnya pendidikan Islam itu adalah konsep atau ide-ide dasar yang dapat dipahami dan dianalisis serta dikembangkan dari sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Pada konsepnya pendidkan Islam dikembangkan dengan proses pewarisan, pembudayaan, pengembangan ajaran, dan peradaban Islam dari generasi ke generasi sampai dengan dewasa ini. Sedangkan dalam prakteknya pendidikan Islam dapat dikembangan dari proses mendidik, membina dan mengembangkan manusia kepada pendidikan pada setiap generasi dala sejarah umat Islam.
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada al-Tarbiyah, al-Ta’dib, dan al-Ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut yang popiler ialah al-Tarbiyah. Al-Ta’dib dan al-Ta’lim jarang sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam. Namun berdasarkan analisis konsep ketiga istilah tersebut memiliki konteks makna yang berbeda kadang juga hanya ada makna untuk satu istilah saja tarbiyah misalnya, dapat diartikan mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara dan lain sebagainya.
Akan tetapi apabila dikaji disudut etimologi terhadap ketiga kata tersebut di atas mengandung kesamaan dari segi esensi yaitu sama-sama mengacu pada sebuah proses, bahkan dapat dikatakan bahwa perbedaan kadi ketiga istilah di atas hanya disebabkan dari perbedaan sudut pandang saja dan bukan dari sebuah prinsip, itu disebabkan apabila ketiga istilah tersebut dikembalikan pada asalnya, maka ketiganya mengacu pada sumber dasar yang sama yaitu pendidikan Islam yang bersumber dari Allah SWT dan didasarkan pada prisip ajarannya.
2. Pengertian Pendidikan Karakter
Setelah adanya penjelasan tentang pendidikan di atas maka selanjutnya peneliti akan menjelaskan tentang pengertian pendidikan karakter, berawal dari pengertian menurut bahasa maka karakter dalam Kamus Ilmiah Populer, berarti watak, tabiat, pembawaan atau kebiasaan. Karakter merupakan cara berpikir dan berperilaku yang menjadi cirri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Istilah karakter digunakan secara khusus dalam konteks pendidikan baru muncul pada akhir abad 18, terminologi karakter mengacu pada pendekatan idealis spiritualis yang juga yang juga dikenal dengan teori pendidikan normatif, di mana yang menjadi prioritas adalah nilai-nilai yang dipercaya sebagai motivator dan dominisator sejarah baik Bagi individu maupun bagi perubahan nasional.
Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang berarti “to engrave” atau mengukir. Membentuk karakter diibaratkan seperti mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras. Dari sanalah kemudian berkembang pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku. Istilah karakter sendiri sesungguhnya menimbulkan ambiguitas. Tentang ambiguitas terminologi ‘karakter’ ini, ada dua cara interpretasi dalam melihat karakter, yaitu:
a. Sebagai sekumpulan kondisi yang telah diberikan begitu saja, atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan dalam diri kita. Karakter yang demikian ini dianggap sebagai sesuatu yang telah ada (given).
b. Karakter juga bisa dipahami sebagai tingkat kekuatan melalui mana seorang individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter yang demikian ini disebutnya sebagai sebuah proses yang dikehendaki (willed).
Karakter sebagai suatu kondisi yang diterima tanpa kebebasan dan karakter yang diterima sebagai kemampuan seseorang secara bebas mengatasi keterbatasan kondisinya ini membuat kita tidak serta merta jatuh dalam fatalisme akibat determinasi alam, ataupun terlalu tinggi optimisme seolah kodrat alamiah kita tidak menentukan pelaksanaan kebebasan yang kita miliki. Melalui dua hal ini kita diajak untuk mengenali keterbatasan diri, potensi-potensi, serta kemungkinankemungkinan bagi perkembangan kita. Untuk itulah, model tipologi yang lebih menekankan penerimaan kondisi natural. Cara-cara ini hanya salah satu cara dalam memandang dan menilai karakter.
Selanjutnya karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “Charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya di mana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau karakter juga bisa diartikan sikap, tabiat, akhlak, kepribadian yang stabil sebagai hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis.
Pendidikan yang bersifat umum, maka berbagai bidangpun termasuk didalamnya, dan salah satu pendidikan tang tidak kalah pentingnya yaitu pendidikan di bidang karakter. Karakter sangat dibutuhkan dalam kehidupan, karena seseorang akan mencerminkan berwibawa dan sopan bila karakternya baik dan mulia. Namun sangat banyak orang belum mengetahui tentang karakter.
keberhasilan pendidikan karakter dimulai dengan pemahaman karakter yang baik, mencintainya, dan pelaksanaan atau peneladanan atas karakter baik itu. tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang diterapakan secara sistematis, dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Sebab kecerdasan emosi ini menjadi bekal penting dalam mempersiapkan anak masa depan dan mampu menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Ada sembilan pilar karakter yang sangat dibutuhkan yaitu:
a. Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin “semakin bertambah cinta seseorang kepada Allah SWT maka semakin bertambah pula nikmatnya”. Hal ini dikarenakan cinta memainkan peran penting dalam kehidupan manusia, juga cinta merupakan landasan hubungan yang erat di masyarakat dan pembentukan hubungan manusiawi yang akrab, juga ia merupakan pengikat yang kukuh dalam hubungan amtara manusia dengan Allah SWT dan membuatnya ikhlas dalam menyembah Allah SWT dan menjalin hubungan yang harmonis dengan sesama selaku ciptaan-Nya.
b. Kemandirian dan Tanggung Jawab
Dalam hal tanggung jawab ini merupakan keterampilan, seperti yang telah kita jelaskan bahwa keterampilan memerlukan proses pembelajaran. Belajar yang paling baik adalah sejak kecil. Sebab itu kita harus mampu bersikap mandiri dan tanggung jawab. Namun, untuk memperoleh sikaap tersebut harus dimulai dengan proses secara bertahap, orang tua harus memberi arahan dan menanam kepada anaknya sejak dini agar mereka memiliki sikap tanggung jawab dan kemandirian.
c. Kejujuran atau Amanah
Hal ini mendasar kepada Nabi yang selalu bersikap jujur dan amanah dalam menjalankan tugasnya, maka karakter tersebut juga sangat diperlukan untuk anak didik, karena dalam menjalankan kewajibannya santri harus jujur.
d. Hormat dan Santun
Sikap hormat dan santun sangat perlu ditanam kepada anak sebagai pilar karakter. Sikap hormat terhadap guru harus diwujudkan dengan sikap baik terhadapnya. Misalnya, dengan berlaku sopan dan santun kepada guru sebagai orang yang telah mendidik sekaligus mengajari dengan berbagai ilmu yang sangat berguna bagi kehidupan dan masa depan anak didik semua dalam terbentuknya karakter yang mulia.
e. Dermawan
suka tolong menolong dan kerja sama, sikap dermawan dan tolong menolong merupakan suatu kebiasaan yang selalu erat hubungannya dengan kehidupan sosial, maka anak sangat perlu diterapkan dan ditanamkan sikap tolong menolong. Juga kerja sama dalam berkelompok demi terbantu dan untuk memudahkan menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupannya.
f. Percaya Diri
Rasa percaya diri adalah keyakinan kuat pada jiwa, kesepahaman dengan jiwa dan kemampuan menguasai jiwa. Anak sangat perlu ditanamkan sikap percaya diri, karena dengan ada rasa percaya diri yang tinggi maka anak bisa terampil dan aktif.
g. Kepemimpinan dan Keadilan
sikap ini perlu diperhatikan, hal ini sangat berpengaruh ketika anak kelak sudah memiliki bawahan maka sikap inilah sangat perlu diutamakan agar tegaknya keadilan dalam memimpin sekurang-kurangnya dalam memimpin keluarga.
h. Baik dan Rendah Hati
Karakter baik selalu di anjurkan oleh Rasul karena dengan bersikap rendah hati maka sia anak akan jauh dari sikap sombong dan angkuh yang sebenarnya sangat berpengaruh negatif untuk masa depan anak.
i. Toleransi
Toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Dalam bersosial maka toleransi sangatlah diperlikan teritama ketika berhadapan dengan yang berbeda keyakinan maka hal ini sangat diperlukan untuk mewujudkan kedamaian dan selalu erat kesatuan.
Kesembilan karakter itu, perlu ditanamkan dalam pendidikan. Hal tersebut diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan/mencintai dan sekaligus melaksanakan nilai-nilai kebajikan. Penyebab ketidak mampuan seseorang untuk berperilaku baik, walaupun secara kognitif anak mengetahui, karena anak tidak terlatih atau terjadi pembiasaan untuk melakukan kebajikan.
Dari beberapa hal di atas, dapatlah diambil suatu garis besar bahwasanya Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil, Pendidikan karakter adalah proses menanamkan
karakter tertentu sekaligus memberi benih agar peserta didik mampu menumbuhkan karakter khasnya pada saat menjalankan kehidupan. Dengan kata lain, peserta didik tidak hanya memahami pendidikan sebagai bentuk pengetahuan, namun juga menjadikan sebagai bagian dari hidup dan secara sadar hidup berdasarkan pada nilai tersebut. Adapun nilai-nilai yang perlu dihayati dan diamalkan adalah: religius, jujur, disiplin, kerja keras, peduli lingkungan, dan tanggung jawab.
3. Dasar Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi, pendidikan merupakan sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi).
Dasar pendidikan karakter mengacu pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas dalam: (a) Pasal 2 yaitu “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. (b) dalam pasal 3 yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Berpedoman pada UU No. 20 Tahun 2003 maka dapat kita pahami yang bahwa anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar, yaitu:
a. afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul dan kompetensi.
b. kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Kesemua acuan di atas dapat terbentuk karena sudah dijelaskan dan memiliki acuan pedoman. Selaku umat Islam maka salah satu pedoman kita adalah al-Qur’an, maka penjelasan al-Qur’an tentang karakter itu dijelaskan dalam surat al-Qalam ayat 4 dan surat asy-syam ayat 8 dan dalam surat al-Ahzab ayat 21 berikut penjelasannya:
Artinya: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. al-Qalam: 4).
Artinya: Maka Allah SWT mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (QS. asy-Syam: 8).
Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah SWT dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah SWT. (QS. al-Ahzab: 21).
Berdasarkan ayat di atas maka dapat kita pahami bahwa dalam surat al-qalam di jelaskan bahwa karakter yang baik itu memang sangat di anjurkan. Dan mencela bagi mereka yang karakter tidak mulia sebagaimana penjelasan dalam surat al-Qalam. Sebagai contoh agar kita mempunyai tempat percontohan maka dalam surat al-ahzah Allah SWT menjelaskan bahwa mengutus Rasul sebagai suri teladan dan panutan bagi manusia. Maka pokok dasar pedoman utama dalam pembentukan karakter terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits.
Dalam membentuk karakter maka Negara juga sangat menganjurkan dan sangat mengutamakan hal ini jelas kita lihat dalam komitmen nasional tentang perlunya pendidikan karakter secara imperative tertuang pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab II Pasal 3 yang dengan tegas menyatakan bahwa “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Berdasarkan penjelasan di atas maka pendidikan karakter sangat dibutuhkan karena bila dilihat dalam al-Qur’an maka manusia di anjurkan untuk berbudi pekerti yang luhur, bahkan Negara juga sangat mengekang kapada penduduk khususnya Indonesia mengatur pendidikan berkarakter dalam UU No. 20 tahun 2003 yang harus di patuhi karena demi Indonesia yang bermartabat.
4. Tujuan Pendidikan karakter
Tujuan pendidikan karakter adalah untuk membentuk anak bangsa yang tangguh, kompetitif dalam segala bidang, memiliki akhlak yang mulia, bermoral yang tinggi, bersikap toleransi terhadap sesama terutama terhadap yang berbeda keyakinan dalam beragama, menumbuhkan sikap gotong royong dan saling tolong menolong sesama, selalu terdepan dalam berjiwa patriotik, berkeinginan berkembang dinamis dengan berientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah SWT, Agama juga sangat menganjurkan dalam berpendidikan sebagaimana dijelaskan dalam Hadits berikut ini:
قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: كُنْ عَالِمًا اَو مُتَعَلِّمًا اَو مُسْتَمِعًا اَو مُحِبًّا وَلَا تَكُنْ خَامِسًا فَتُهْلِكَ (رواه البيهقي)
Artinya: Barangsiapa yang menghendaki kebaikan didunia maka dengan ilmu, barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan di akhirat maka dengan ilmu, barangsiapa yang menghendaki keduanya maka dengan ilmu. (HR.Bukhori-muslim).
Selain kebahagiaan didunia yang diperoleh melalui ilmu, maka tujuan pendidikan akan tercapai jika semuanya melalui proses belajar seperti sabda Rasulullah saw berikut ini:
عَن ابْنُ عَبَّاس رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: مَنْ يُرِدِ الله بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ وَاِنَّمَا الْعِلْمِ بِالتَّعَلُّمِ ...(رواه البخارى)
Artinya: Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata Rasulullah saw bersabda “ barangsiapa yang dikehendaki Allah SWT menjadi baik, maka dia akan dipahamkan dalam hal agama. Dan sesungguhnya ilmu itu diperoleh melalui belajar “ (HR. Bukhari).
Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa orang tersebut akan diberi kebaikan oleh Allah SWT . kebaikan secara social, mental, spiritual, menjadi kunci Allah SWT bagi kebaikan seseorang. Dengan kata lain, kalau ingin memperoleh kebaikan apapun didunia dan akhirat jangan jauh-jauh dari agama. Dalam pengertian ini, agama adalah kunci kebaikan seseorang. Agar tidak jauh-jauh dari agama maka seseorang diwajibkan untuk menuntut ilmu agar tujuan pendidikan islam dapat terwujud.
Hadis di atas merupakan pernyataan Allah SWT yang mengandung perintah bahwa siapapun dari manusia yang menginginkan memperoleh kebaikan, hendaknya ia mencari ilmu yang bermanfaat.
Selain dari hadits maka dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan karakter bangsa.
Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pende¬katan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
Di sinilah, pendidikan karakter menjadi suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah. Di samping itu, pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai suatu peri¬laku yang harus dilakukan warga sekolah untuk menyelenggarakan pendi¬dikan yang berkarakter.
Menurut Ramli, pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat yang baik , dan warga Negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik , dan warga Negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentuyang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat pendidikan karakter dalam konteks pendidikan Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. di mana tujuan pendidikan karakter adalah meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah melalui pembentukan karakter peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.
Pendidikan karakter bukanlah sebuah proses menghafal materi soal ujian, dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan. Pembiasaan berbuat baik, pembiasaan untuk berlaku jujur, malu berbuat curang, malu bersikap malas, malu membiarkan lingkungannya kotor. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harusdilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal. Pendidikan karakter pada intinya adalah membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan pancasila.
5. Model Pendidikan Karakter
Keberhasilan dalam menyelenggarakan dan menanamkan nilai-nilai kehidupan melalui pendidikan karakter dapat pula dipengaruhi oleh cara atau pendekatan yang dipergunakan dalam menyampaikan.
a. Model Sebagai Mata Pelajaran Tersendiri (monolitik)
Dalam model pendekatan ini, pendidikan karakter dianggap sebagai mata pelajaran tersendiri. Oleh karena itu, pendidikan karakter memiliki kedudukan yang sama dan diperlakukan sama seperti pelajaran atau bidang studi lain. Dalam hal ini, guru bidang studi pendidikan karakter harus mempersiapkan dan mengembangkan kurikulum, mengembangkan silabus, membuat Rancangan Proses Pembelajaran (RPP), metodologi pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Konsekuensinya pendidikan karakter harus dirancangkan dalam jadwal pelajaran secara terstruktur.
Kelebihan dari pendekatan ini antara lain materi yang disampaikan menjadi lebih terencana matang/terfokus, materi yang telah disampaikan lebih terukur. Sedangkan kelemahan pendekatan ini adalah sangat tergantung pada tuntutan kurikulum, kemudian penanaman nilai-nilai tersebut seolah-olah hanya menjadi tanggung jawab satu orang guru semata, demikian pula dampak yang muncul pendidikan karakter hanya menyentuh aspek kognitif, tidak menyentuh internalisasi nilai tersebut.
b. Model Terintegrasi Dalam Semua Bidang Studi
Pendekatan yang kedua dalam menyampaikan pendidikan karakter adalah disampaikan secara terintegrasi dalam setiap bidang pelajaran, dan oleh karena itu menjadi tanggunmg jawab semua guru. Dalam konteks ini setiap guru dapat memilih materi pendidikan karakter yang sesuai dengan tema atau pokok bahasan bidang studi. Melalui model terintegrasi ini maka setiap guru adalah pengajar pendidikan karakter tanpa kecuali.
Keunggulan model terintegrasi pada setiap bidang studi antara lain setiap guru ikut bertanggung jawab akan penanaman nilai-nilai hidup kepada semua siswa, di samping itu pemahaman akan nilai-nilai pendidikan karakter cenderung tidak bersifat informatif-kognitif, melainkan bersifat aplikatif sesuai dengan konteks pada setiap bidang studi. Dampaknya siswa akan lebih terbiasa dengan nilai-nilai yang sudah diterapkan dalam berbagai seting.
Sisi kelemahannya adalah pemahaman dan persepsi tentang nilai yang akan ditanamkan harus jelas dan sama bagi semua guru. Namun, menjamin kesamaan bagi setiap guru adalah hal yang tidak mudah, hal ini mengingat latar belakang setiap guru yang berbeda-beda. Di samping itu, jika terjadi perbedaan penafsiran nilai-nilai di antara guru sendiri akan menjadikan siswa justru bingung.
c. Model di Luar Pengajaran
Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter dapat juga ditanamkan di luar kegiatan pembelajaran formal. Pendekatan ini lebih mengutamakan pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan untuk dibahas dan kemudian dibahas nilai-nilai hidupnya. Model kegiatan demikian dapat dilaksanakan oleh guru sekolah yang diberi tugas tersebut atau dipercayakan kepada lembaga lain untuk melaksanakannya.
Kelebihan pendekatan ini adalah siswa akan mendapatkan pengalaman secara langsung dan konkrit. Kelemahannya adalah tidak ada dalam struktur yang tetap dalam kerangka pendidikan dan pengajaran di sekolah, sehingga akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih banyak.
d. Model Gabungan
Model gabungan adalah menggabungkan antara model terintegrasi dan model di luar pelajaran secara bersama. Model ini dapat dilaksanakan dalam kerja sama dengan tim baik oleh guru maupun dalam kerja sama dengan pihak luar sekolah. Kelebihan model ini adalah semua guru terlibat, di samping itu guru dapat belajar dari pihak luar untuk mengembangkan diri dan siswa. Siswa menerima informasi tentang nilai-nilai sekaligus juga diperkuat dengan pengalaman melalui kegiatankegiatan yang terencana dengan baik.
Mengingat pendidikan karakter merupakan salah satu fungsi dari pendidikan nasional, maka sepatutnya pendidikan karakter ada pada setiap materi pelajaran. Oleh karena itu, pendekatan secara terintegrasi merupakan pendekatan minimal yang harus dilaksanakan semua tenaga pendidik sesuai dengan konteks tugas masing-masing di sekolah, termasuk dalam hal ini adalah konselor sekolah.
Namun, bukan berati bahwa pendekatan yang paling sesuai adalah dengan model integratif. Pendekatan gabungan tentu akan lebih baik lagi karena siswa bukan hanya mendapatkan informasi semata melainkan juga siswa menggali nilai-nilai pendidikan karakter melalui kegiatan secara kontekstual sehingga penghayatan siswa lebih mendalam dan tentu saja lebih menggembirakan siswa. Dari perspektif ini maka konselor sekolah dituntut untuk dapat menyampaikan informasi serta mengajak dan memberikan penghayatan secara langsung tentang berbagai informasi nilai-nilai karakter.
Tentunya dari empat model pendekatan pendidikan karakter tersebut di atas, yang paling ideal adalah model Gabungan yaitu pendidikan karater terintegrasi ke dalam mata pelajaran namun di luar pelajaran pun di laksanakan, namun bagaimana guru dapat memiliki pemahaman dahkan keterampilan pendidikan karakter itu terintegrasi apabila tidak di berikan secara khusus bagaimana model /metode pembelajaran pendidikan karakter tersebut.
Semua model pendidikan karakter diatas memiliki landasannya. Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat di mulainya suatu perbuatan. Dalam bahasa Inggris, landasan disebut dengan istilah foundation, yang dalam bahasa Indonesia menjadi fondasi. Fondasi merupakan bagian terpenting untuk mengawali sesuatu. Maka yang menjadi dasar dalam model pendidikan karakter berlandaskan pada:
a. Agama
Agama merupakan sumber kebaikan. Oleh karenanya pendidikan karakter harus dilandaskan berdasarkan nilai-nilai ajaran agama, dan tidak boleh bertentangan dengan agama. Indonesia merupakan negara yang mayoritas masyarakat beragama, yang mengakui bahwa kebajikan dan kebaikan bersumber dari agama. Dengan demikian, agama merupakan landasan yang pertama dan paling utama dalam mengembangkan pendidikan karakter di Indonesia, khususnya pada lembaga pendidikan anak usia dini.
b. Pancasila
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang menjadi acuan dalam melaksanakan setiap roda pemerintahan. Kressantono sebagaimana dikutip Koesoema mengatakan bahwa Pancasila adalah kepribadian, pandangan hidup seluruh bangsa Indonesia; pandangan hidup seluruh bangsa Indonesia; pandangan hidup yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat menjelang dan sesudah proklamasi kemerdekaan. Oleh karenanya, Pancasila ialah satu-satunya pandangan hidup yang dapat mempersatukan bangsa.
Pancasila harus menjadi ruh setiap pelaksanaanya. Artinya, Pancasila yang susunanya tercantum dalam pembukaan UUD 1945, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi nilai-nilai pula dalam mengatuh kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Sehingga warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-niai pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter didasarkan pada UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang mengarah pada sistem pendidikan nilai yang mempunyai fungsi sebagai standar dan dasar pembentukan konflik dan pembuatan keputusan, motivasi dasar penyesuaian diri dan dasar perwujudan diri.
c. Budaya
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya. Telah menjadi keharusan bila pendidikan karakter juga harus berlandaskan pada budaya. Artinya, nilai budaya dijadikan sebagai dasar dalm pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat. Oleh karena itu, budaya yang ada di Indonesia harus menjadi sumber nilai dalam pendidikan arakter tersebut. Supaya pendidikan yang ada tidak tercabut dari akar budaya bangsa Indonesia.
d. Tujuan Pendidikan Nasional
Rumusan pendidikan nasional secara keseluruhan telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang tersebut, disebutkan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan karakter harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, nilai-nilai pendidikan karakter yang dikembangkan harus terintegrasikan dengan tujuan pendidikan nasional.
6. Kelebihan dan Kelemahan Pendidikan Karakter
Setiap metode dan strategi dalam pendidikan memiliki sisi kelebihan yang mampu menunjang mutu pendidikan terhadap siswa, namun dibalik semua itu juga terdapat sisi kelemahan atau kelemahan yang harus di atas, maka demi menunjang pendidikan ke arah lebih baik, berikut peneliti menguraikan kelebihan dan kelemahan atau kekurangan dalam pendidikan karakter:
a. Kelebihan
Penerapan pendidikan karakter di sekolah mempunyai beberapa kelebihan diantaranya yaitu:
1) Pendidikan karakter adalah membiasakan generasi muda mengadakan refleksi atas pengalaman hidup, sebagai bekal dalam menghadapi polemik dalam masyarakat dikemudian hari sehingga siswa dapat menimbang yang baik dan buruk bagi dirinya sendiri tanpa guru atau orang tua harus menentukan pilihan atau mengatur hidupnya.
2) Bekal moral kepemimpinan, kepedulian, toleransi, kemandirian, tanggung jawab, diplomatis, kreatifitas, antusias, percaya diri dan kerja keras merupakan pilar yang harus ditanamkan dalam pendidikan karakter remaja diharapkan dapat meminimalisir perilaku seks beresiko yang dapat mempengaruhi perkembangan mental remaja.
3) Pendidikan karakter secara tidak langsung menanamkan doktrin pancasila. Doktrin pancasila ini yang mana sebagai bangsa Indonesia harus tertanam kuat dalam setiap pribadi remaja. Hal ini sebagai upaya memperbaiki perkembangan moral remaja Indonesia.
4) Pendidikan karakter sangat berfungsi bagi remaja, karena dapat membantu para remaja untuk menemukan jati dirinya yang sebenarnya. Remaja yang beranjak dewasa diharapkan dapat berkarakter layaknya mahkluk ciptaannya.
5) Pendidikan karakter diharapkan mampu menjadikan setiap remaja sebagai individu yang mampu menjadi uswatun hasanah (teladan yang baik) bagi dirinya dan lingkungan sosial budayanya.
6) Dengan adanya pendidikan karakter selain memberikan ilmu pengetahuan juga membentuk karakter siswa menjadi pribadi yang diharapkan.
b. kekurangan
penanaman pendidikan karakter memiliki terdapat beberapa kelemahan diantaranya:
1) Di sekolah pendidikan karakter telah diberikan guna menata perilaku siswa yang mulai menginjak remaja. Namun di rumah orang tua terkadang cendrung tidak peduli dengan perkembangan anak sehingga penerapan pendidikan krakter ini hanya berada pada pagar sekolah saja. Maksudnya saat siswa di sekolah dan dalam pemantauan guru siswa berusaha tampil sebaik mungkin namun saat di luar sekolah maka siswa sudah tidak peduli lagi.
2) Siswa mengahbiskan sebagian besar waktunya di luar sekolah sehingga guru atau pihak sekolah tidak dapat memantau perkembangan siswa di luar sekolah.
3) Tidak semua guru memberikan contoh yang baik pada siswa sehingga pemberian pendidikan karakter ini seakan sebuah konsep belakang yang mana guru sendiri pun masih ada yang tidak menggunakannya.
4) Guru hanya bisa mengajarkan namun tidak memaksakan sehingga sulit untuk mengetahui secara jeas apakah pendidikan karakter yang guru berikan dapat diserap siswa dan dapat diterapkannya atau malah akan sia-sia.
5) Pendidikan karakter bersifat continiti sehingga harus selalu di upgrade dan tidak bisa sekali ajar saja seperti ilmu pengetahuan lainnya.
6) Keberhasilan pendidikan karakter bertumpu pada kesadaran siswa sehingga sulit untuk memantau tingkat keberhasilannya.
B. Dayah Salafi
1. Pengertian Dayah Salafi
Dayah atau yang pada umumnya di kenal dengan pesantren diambil dari bahasa Arab zawiyah. Istilah zawiyah, yang secara literal bermakna sebuah sudut, diyakini oleh masyarakat Aceh pertama kali digunakan sudut Masjid Madinah ketika Nabi Muhammad berdakwah pada masa awal Islam. Dan dalam kamus praktis bahasa indonesia disebutkan bahwa makna pesantren (dayah) adalah tempat para murid.
Orang-orang ini, sahabat Nabi, kemudian menyebarkan Islam ketempat-tempat lain. Pada abad pertengahan, kata zawiyah dipahami sebagai pusat agama dan kehidupan mistik dari penganut tasawuf, karena itu, didominasi hanya oleh ulama perantau, yang telah dibawa ketengah-tengah masyarakat. Kadang-kadang lembaga ini dibangun menjadi sekolah agama dan pada saat tertentu juga zawiyah dijadikan sebagai pondok bagi pencari kehidupan spiritual. Sangat mungkin bahwa Islam disebarkan ke Aceh oleh para pendakwah tradisional Arab dan sufi ini mengindikasikan bagaimana zawiyah diperkenalkan di Aceh.
Dalam Perda No. 6 Tahun 2000 tentang penyelenggaraan Pendidikan pasal 1 ayat 17 disebutkan bahwa dayah adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan Islam dengan sistem pondok/rangkang yang diselenggarakan oleh pemerintah Daerah, Yayasan/perorangan yang dipimpin oleh ulama dayah. Dalam Pasal 15 ayat 3 disebutkan pula bahwa Pemerintah berkewajiban membina dan mengawasi kegiatan pendidikan dayah. Juga dalam Qanun No. 23 tahun 2002, pasal 16 ayat 1 disebutkan bahwa dayah/pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dengan system Pondok/rangkang yang dipimpin oleh ulama, diselenggarakan oleh yayasan, badan sosial, perorangan, dan pemerintah. Dan ayat 2 juga menyebutkan bahwa pendidikan dayah terdiri atas Dayah Salafi yang tidak menyelenggarakan sistem program pendidikan madrasah, dan Dayah Terpadu yang menyelenggarakan sistem program pendidikan madrasah dalam berbagai jenjang.
Dayah adalah lembaga pendidikan tinggi setelah rangkang. Pada masa kesultanan Aceh, pendirian dayah disponsori oleh kerajaan yang didirikan di wilayah Naggroedengan menawarkan tiga tingkatan pendidikan yaitu tingkat junior (rangkang), senior (balee) dan tingkat Universitas (dayah manyang). Pasca kesultanan Aceh pendirian dayah biasanya atas inisiatif seorang teungku syiek. kurikulum pendidikan di dayah meliputi bahasa Arab, Fiqh, Tafsir, Hadits, Tasauf, Akhlak, Tauhid, Mantiq dan ilmu hisab. Kitab-kitab yang digunakan terdiri dari kitab-kitab klasik yang sebagian besar ditulis dalam bahasa Arab. Saat sekarang ini di Aceh dayah khalafi (modern/terpadu) yang menggunakan sistem pendidikan pesantren.
Dayah adalah sebuah lembaga otonom yang menangani pembelajaran dan pendidikan agama. Dayah didirikan dan dikelola oleh seorang teugku chik atau biasa dipanggil Abu, Abi atau Walid. Teungku chik secara otomatis mengatur semua kegiatan baik berupa pengajian maupun pembangunan dayah. Lahan pertapakan pembangunan sebuah dayah adalah pada tanah berstatus wakaf masyarakat umum maupun milik pribadi teungku pimpinan. Masyarakat sekitar dayah biasanya adalah donatur utama sebuah dayah. Jadi, maksud makna dayah di sini adalah suatu tempat di mana para murid berkumpul, bertempat tinggal dan menimba ilmu agama Islam secara bersama-sama dan memperoleh banyak pengetahuan tentang agama Islam, baik itu ilmu Sejarah Islam, Fiqh, Tasawuf, Tauhid maupun Ilmu Bahasa Arab secara keseluruhan.
2. Pendidikan Dayah Salafi
Pada dasarnya pendidikan dayah salafi berdasarkan Pasal 32 Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan, Bab VI: Jalur, Jenis dan Jenjang Pendidikan, bagian kedelapan tentang Pendidikan Dayah disebutkan dalam ayat:
1. Pendidikan dayah terdiri atas dayah salafiah dan dayah terpadu/moderen.
2. Dayah salafiah dan dayah terpadu dapat menyelenggarakan pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.
3. Dayah dapat melaksanakan pendidikan tinggi yang disebut sebagai Dayah Manyang.
4. Pendidikan dayah dibina oleh Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD).
5. Dayah dapat memberikan ijazah kepada lulusannya.
6. Dalam pembinaan pendidikan dayah, Badan Pembinaan Pendidikan Dayah dapat berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Aceh, Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh dan instansi terkait lainnya.
7. Lembaga pendidikan dayah harus terakreditasi yang dilakukan oleh badan akreditasi yang dibentuk pemerintah Aceh.
Proses pendidikan didayah dilaksanakan dengan seorang guru memberi ilmu berdasar kitab yang sedang dipelajari kemudian murid menanyakan tentang hal yang tidak jelas kepada guru yang siap memberi tanggapan terhadap hal yang tidak jelas.
Dengan metode halaqah para murid duduk disekitar guru dengan membentuk lingkaran. Guru maupun murid dalam halaqah tersebut memegang kitab masing-masing. Guru membacakan teks kitab, kemudian menerjemahkannya kata demi kata, dan menerangkan maksudnya. Murid menyimak kitab masing-masing dan mendengarkan dengan saksama terjemahan penjelasanpenjelasan guru. Kemudian, murid mengulang dan mempelajari secara sendiri-sendiri. Meskipun dayah tidak mengenal evaluasi secara formal, dengan pengajaran secara halaqah ini, kemampuan para murid dapat diketahui.
Unsur pokok yang cukup membedakan Dayah dengan lembaga pendidikan lainnya adalah bahwa pada Dayah diajarkan kitab-kitab Islam klasik atau yang sekarang terkenal dengan sebutan kitab kuning, yang dikarang oleh para ulama’ terdahulu, mengenai berbagai macam pengetahuan agama Islam dan bahasa Arab. Pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab tentang berbagai ilmu yang mendalam.Tingkatan suatu pesanren dan pengajarannya, biasanya diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan.
Selain adanya pembelajaran di bidang kitab kuning dan pengetahuan. Juga didayah ditekankan agar pelajar memiliki mental yang mantap karena itu sangat dibutuhkan saat mereka mengaplikasikan ilmu yang telah dimiliki serta dapat menggambarkan karakter yang dimiliki oleh seorang pelajar, maka hal itu dapat dimiliki pelajar melalui kegiatan ekstra kulikuler seperti Muhazarah dan dalail Khairat. Juga diajarkan tata krama dan kesopanan seorang pelajar ketika berhadapan dengan masyarakat dengan karakter yang dikenal sebagai seorang yang baik, jujur penolong dan juga sebagai panutan.
Selain dari pada itu, di dayah-dayah dikembangkan juga sistem Muzakarah. Muzakarah diadakan antara sesama murid untuk membahas sesuatu masalah yang terlebih dahulu disiapkan. Dalam muzakarah biasanya murid dibagi kepada beberapa kelompok menurut yang dikehendaki oleh masalah yang dibahas. Yang satu disebut kelompok muthbid (kelompok yang mempertahankan), sedangkan yang lain disebut kelompok munfi (penentang). biasanya dipimpin oleh satu atau beberapa orang Ustazd yang bertindak sebagai hakim. Tujuan dan sistem ini adalah mendidik para murid agar kreatif, dinamis dan kritis dalam menghadapi dan memahami sesuatu problema.
3. Sistem Pendidikan Dayah Salafi
a. Sistem Pengajaran
Setiap lembaga pendidikan memiliki model pembelajaran yang berbeda. Begitu juga halnya dayah-dayah di Aceh dimana model pembelajarannya sangat berbeda dengan lembaga pendidikan umum lainnya. Dalam pengajian, setiap pelajar diharuskan membawa kitab-kitab yang telah ditetapkan, sesuai dengan jadwal belajar yang baku atau kitab-kitab yang ingin dipelajarinya.
Ismail Yacob menyatakan, ada beberapa sistem yang biasa digunakan dalam pengajian dan mendalami kitab-kitab standar di dayah .
1) Guru membaca kitab tertentu serta menerjemahkan, kemudian menjelaskan maksud dan tujuannya, sedangkan murid menyimak dan memperhatikan bacaan tersebut dengan penuh konsentrasi. Untuk murid-murid yang pemula biasnya guru membaca secara pelan-pelan serta menterjemahkan kata demi kata, sehingga mereka mudah menanggapi dan memahaminya. Sebaliknya para murid yang telah mampu, dimana guru membaca dan menterjemahkan dengan cepat, sistem ini mendidik murid supaya kreatif dan dinamis. Kelebihan sistem ini murid yang cerdas dan rajin mempelajari dan mengulangi pelajarannya, dalam waktu relatif singkat telah dapat menyelesaikan pendidikannya.
2) Di dayah juga dikembangkan sistem “Muzakarah” atau “Munadarah”. Muzakarah diadakan antara sesama murid untuk membahas sesuatu masalah yang terlebih dahulu disiapkan. Dalam muzakarah biasanya murid dibagi kepada beberapa kelompok menurut yang dikehendaki oleh masalah yang dibahas. Yang satu disebut kelompok muthbid (kelompok yang mempertahankan), sedangkan yang lain disebut kelompok munfi (penentang). Tujuan dan sistem ini adalah mendidik para murid agar kreatif, dinamis dan kritis dalam menghadapi dan memahami sesuatu problema.
b. Metode Penyajian
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan.
Kurikulum yang dikembangkan di dayah hanya tergantung kepada keinginan dan kemampuan para pemimpinnya saja. Kendati demikian, secara secara umum terdapat persamaan di semua dayah tentang mata pelajaran pokok yang diajarkan kepada para santrinya. Misalnya pengetahuan hukum Islam (Ilmu Fiqih), tata bahasa (Ilmu Nahu dan Ilmu Saraf), Tauhid dan Tafsir.
Untuk mata pelajaran Ilmu Fiqih, rata-rata dayah saat ini mengajarkan kitab-kitab sebagai berikut:
1) Kitab Matn al-Taqrib karangan Abi Syuja’ (593 H)
2) Kitab al-Bajuri al-Syarah Matn al-Taqrib karangan Syaikh Ibnu Qasim (918 H).
3) Kitab Fath al-Wahab, karangan Syaikh Sulaiman al-Bujairimi (1221 H).
4) Kitab al-Mahalli karangan Syekh Djalaluddin al-Mahalli (864 H).
5) Kitab Tuhfatul Muhtaj karangan Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, (974 H)
Dalam bidang Ilmu Saraf kitab-kitab yang diajarkan diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Kitab Dammun wa al-Madkhal
2) Kitab al-Kailani
3) Kitab al-Matlub.
Dalam Ilmu Nahwu, mata pelajaran yang diajarkan diantaranya adalah sebagai berikut:
1) kitab Matn al-Jarumiyah
2) kitab al-Kawakib
3) kitab al-Khudari.
Dalam pelajaran Tafsir al-Qur’an kitab pegangannya adalah sebagai berikut,
1) Kitab Tafsir Djalalain
2) Kitab Tafsir Khazain,
3) Kitab Tafsir Ibnu Katsir,
4) Kitab Tafsir Ibnu Abbas dan lain- lain,
Dalam pelajaran Hadits, yang diajarkan adalah sebagai berikut:
1) Kitab Matan Arba’in
2) kitab Majali al-Sanniyah,
3) kitab Abi Jamarah,
4) kitab Fath al-Mubdi dan lain-lain.
Semua kitab atau mata pelajaran diajari berdasarkan kemampuan guru (teungku beut) di sebuah dayah. Ada dayah yang kemampuan gurunya bisa mengajari para santri hingga ke tingkat mata pelajaran atau kitab Tuhfatul Muhtaj, namun ada juga yang hanya sampai hingga di mata pelajaran Fathul Wahab.
Dalam hal metode maka Kecenderungan dayah-dayah biasanya mempertahankan metode tradisional (metode sorongan, metode wetonan, metode muzakarah). yang berlangsung secara turun temurun. Karena tujuan yang terpenting dalam pendidikan dayah ialah kemampuan membaca, menerjemah secara harfiyah dan terikat serta mampu mengambil kesimpulan sesuai isi kaidah- kaidah yang berlaku. Metode mengajar yang sering digunakan umumnya meliputi:
1) Metode Bandongan/ wetonan
Metode bandongan adalah metode pengajaran dengan guru membaca, menerjemahkan, menerangkan dan mengulas buku-buku Islam dalam bahasa arab sedangkan sekelompok santri mendengar dan memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit.
2) Metode Sorogan
Metode sorogan adalah metode yang ditempuh dengan cara guru menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual, biasanya disamping di pesantren juga dilangsungkan di langgar, masjid, atau malahan di rumah-rumah. Penyampaian pelajaran kepada santri sacara bergilir ini biasanya dipraktekkan pada santri yang jumlahnya sedikit.
Sasaran metode ini adalah kelompok santri pasa tingkat rendah yaitu mereka yang baru menguasai pembacaan al-Qur’an. Melalui sorongan perkembangan intelektual santri dapat ditangkap kiai secara utuh. Dia dapat memberikan bimbingan penuh kejiwaan sehingga dapat memberikan tekanan pengajaran kepada santri-santri tertentu atas dasar observasi langsung terhadap tingkat kemampuan dasar dan kapasitas mereka. Juga, penerapan metode sorongan dapat menuntut kesabarab dan keuletan pengajar. Santri dituntut memiliki disiplin tinggi. Disamping itu aplikasi metode ini membutuhkan waktu yang lama.
3) Metode halaqah
Dalam metode ini santri duduk secara melingkar, biasanya berbentuk leter U, dan guru duduk di tenga atas, dan membacakan kitab,dengan menggunakan metode ini guru sangat leluasa dalam mengontrol perkembngan santri. Serta santri juga harus belajar dengan serius karena guru dapat melihat dengan jelas tiap perilaku dan gerak gerik santri, sehingga membuat santri fokus pada materi.
4) Metode Muzakarah
Metode muzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah diniyah seperti aqidah, ibadah, dan masalah agama pada umumnya. Mentode ini dapat membangkitkan semangat intelektual santri mereka diajak berpikir ilmiah dengan menggunakan penalaran-penalaran yang disandarkan pada al-Qur’an dan Hadist Nabi serta kitab-kitab Islam klasik.
5) Metode ceramah
Metode kisah adalah metode yang dilakukan dengan cara menceritakan kisah-kisah seputar kehidupan yang dapat mengembangkan keinginan santri untuk melakukan sesuatu hal lebih giat. Dengan timbulnya keinginan-keinginan yang kuat dalam diri santri sehingga akan memotivasinya untuk mengerjakan suatu hal secara mandiri
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode-metode pembelajaran mempunyai peran penting dalam dalam pengembangan kemandirian santri dalam bidang pengembangan ‘ubudiah, intelektual, sosial, ekonomi dan emisi santri. Metode-metode yang digunakan yaitu metode bandhongan, metode sorogan, metode halaqah, metode dakwah, metode pemberian tugas, metode resitasi, metode diskusi dan metode kisah, dengan demikian diharapkan dapat membentuk kemandirian santri sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
4. Perbedaan Dayah Salafi dengan Dayah Modern
Ada beberapa perbedaan yang dapat penulis paparkan, hal ini berdasarkan pedoman pada Pasal 35 Qanun No. 5 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan bahwa Kurikulum dayah salafiah ditetapkan oleh pimpinan dayah yang bersangkutan berdasarkan hasil musyawarah pimpinan dayah dan Dayah terpadu/modern yang menyelenggarakan program sekolah/madrasah mengikuti kurikulum sekolah/madrasah.
Karakteristik Dayah salafi tentu berbeda dengan pesantren modern. Hal ini bisa di lihat karakternya yang:
1. Dayah salafimemiliki karakter lokalitasnya. Sebuah model pendidikan yang sejalan dan sedarah dengan fakta riil kondisi masyarakat sekitarnya.
2. Dayah salafi, yang ditekankan ialah membangun kultur tanpa mesti membangun sistem.
3. Dayah salafi dikenal dengan pesantren yang memiliki pola pengelolaan pendidikan tradisional. Selain itu juga dalam hal berpakaian, terlihat sangat sederhana dan madiri. Kesederhanaan pakaian dalam Dayah salafi terlihat tidak membeda-bedakan antara pakain untuk berjamaah di masjid dan pakain untuk mengikuti kegiatan lainnya, termasuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Dayah Modern disebut juga dengan pesantren yang mengadopsi sistem madrasah atau sekolah yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti; MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan PT. dalam lingkungannya. Dengan demikian dayah modern merupakan pendidikan dayah yang diperbaharui atas dayah salaf, sebagai institusi pendidikan asli Indonesia yang lebih tua dari Indonesia itu sendiri.
Sedangkan menurut penulis dayah modern itu dapat diartikan bahwa pesantren yang berusaha menyeimbangkan pendidikan agama dengan pendidikan umum, metode yang digunakan tidak lagi seperti dulu, materi yang diajarkanpun juga lebih banyak dibanding pesantren salaf. Selain mengajarkan pendidikan agama islam pesantren ini juga mengajarkan ilmu-ilmu umum dan juga bahasa-bahasa asing yang dilakukan guna menghadapi perkembangan zaman yang semakin canggih seperti sekarang ini. Dan didirikan pula sekolah-sekolah diberbagai tingkat sebagai sarana prasarana sebagai penunjang dalam sistem pembelajaran mereka.
Dayah modern dikenal dengan sebutan pesantren khalafi, yaitu pesantren yang selain memberikan pengajaran kitab-kitab klasik juga membuka sekolah-sekolah umum. Sekolah-sekolah umum itu dalam koordinasi dan berada di lingkungan pesantren. Keberadaan sekolah dimaksudkan untuk membantu mengembangkan pendidikan pesantren. Di dalamnya terdapat perpaduan antara ilmu umum dan ilmu agama.
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan sering juga diartikan sebagai suatu usaha manusia untuk membimbing anak yang belum dewasa menuju kedewasaan, dalam arti sadar maupun memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya dan dapat berdiri di atas kaki sendiri. Secara kultural, pendidikan umumnya berada dalam lingkup peran, fungsi, dan tujuan yang sama, yaitu mengangkat dan menegakkan martabat manusia melalui transmisi yang dimilikinya terutama dalam bentuk transfer ilmu pengetahuan (transfer kniwledge) dan transfer nilai (transfer value).
Dalam bahasa Inggris, terdapat beberapa kata yang mengacu pada kegiatan pendidikan. Kata education, misalnya, lebih dekat dengan unsur pengajaran (instuction) yang memiliki sifat sangat skolastik. Sementara untuk kata pertumbuhan dan perawatan, istilah yang dipakai bringing up (ini lebih dekat dengan makna pemeliharaan dan perawatan dalam konteks keluarga). Sementara kata training lebih mengacu pada pelatihan, yaitu sebuah proses yang membuat seseorang itu memiliki kemampuan-kemampuan untuk bertindak (skills). Unsur pengajaran, perawatan, maupun pelatihan, merupakan bagian dari sebuah proses pendidikan itu sendiri.
Dalam pengertian luas Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Sedangkan dalam pengertian yang sempit pendidikan adalah sekolah, pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan oleh sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar memiliki kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan serat tugas-tugas sosial mereka.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan adalah aktifitas yang sengaja dilakukan untuk mengembangkan individu secara penuh. Karena itu, norma nilai-nilai penting dalam semua perencenaan pendidikan, baik norma itu sekularis, humanis, marxis maupun religius sifatnya. Islam memberikan sebuah norma objektif untuk semua ahli pendidikan. Ali ashraf juga berpendapat dalam kata pengantar Crisis in Muslim Education (Krisis dalam Pendidikan Islam), adalah pendidikan yang melatih sensibilitas murid-murid sedemikian rupa, sehingga dalam perilaku mereka terhadap kehidupan, langkah-langkah dan keputusan begitu pula pendekatan mereka terhadap semua ilmu pengetahuan mereka diatur oleh nilai-nilai etika Islam yang sangat dalam dirasakan.
Muhammad Arifin menjelaskan pendidikan dalam arti yang luas adalah usaha transformasi ilmu pengetahuan dari generasi tua ke generasi muda sebagai usaha menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidup secara jasmaniah maupun rohaniah. Dengan kata lain pendidikan adalah pengembangan diri pribadi manusia dalam berbagai aspek. Menurut Ahmad D. Marimba pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar terhadap oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Kihajar Dewantara mengatakan pendidikan yaitu tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.
Pendidikan Islam adalah akumulasi penegetahuan yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diajarkan, dibinakan, dan dibimbingkan, kepada manusia sebagai peserta didik dengan menerapkan metode dan pendekatan yang islami dan bertujuan membentuk peserta didik yang memiliki kepribadian yang muslim. Menurut Muhaimin, pembahasan tentang pendidikan Islam sangat diperlukan sehingga beliau juga mengeluarkan pendapatnya dalam mengartikan pendidikan Islam, beliau mengartikan dalam arti yang berbeda-beda. Beliau menjelaskan bahwa rangkaian Pendidikan Islam dapat diartikan dari tiga sudut pandang yang berbeda yang memiliki pengertian sebagai berikut ini:
a. Pendidikan Menurut Islam
Berdasarkan sudut pandang bahwa Islam adalah ajaran tentang nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang ideal, bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Berarti pendidikan menurut Islam dapat dipahami sebagai ide-ide, konsep-konsep, nilai-nilai, dan norma-norma pendidikan yang dianalisis dan dikembangkan dari sumber dasarnya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah yang menjadi pedoman utama bagi seluruh umat Islam.
b. Pendidikan Dalam Islam
Berdasarkan sudut pandang bahwa Islam adalah ajaran-ajaran, sistem budaya, dan peradaban yang berkembang dan tumbuh serta didukung oleh umat Islam sepanjang sejarah sejak mulai zaman Nabi Muhammad SAW sampai dengan masa sekarang. Berarti pendidikan dalam Islam merupakan panutan dan arah jalan bagi umat manusia dalam kehidupan yang didalamnya mengajari tentang beribadah, berbudaya serta bersosial dengan lingungan hidupnya yang diatur dengan bagus dan mudah diterapkan dalam kehidupan.
c. Pendidikan Agama Islam
Timbul sebagai akibat logis dari sudut pandang bahwa agama Islam adalah nama bagi yang yang menjadi panutan dan pandangan hidup umat Islam.
Dari pendapat beliau dapat dipahami bahwa pendidikan menurut Islam adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah yang mewujudkan pemikiran dan berbagai teori pendidikan yang mendasar atau dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber dasar tersebut atau dari ajaran lain yang dapat mendukung pendidikan Islam. Kemudian ide-ide, dan nilai-nilai serta norma-norma tersebut dianalisa lebih dalam lagi dan dikembangan yang hasilnya mengarahkan pada terbentuknya konsep-konsep pendidikan Islam yang bersifat filosofis.
Istilah yang kedua tentang pendidikan dalam Islam dapat dipahami sebagai proses praktek penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam realitas sejarah Islam yang menjadikan pendidikan sebagai proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan dikalangan umat Islam yang berlangsung dan berkesinambungan dari generasi sepanjang sejarah yang akan terbentuk pendidikan Islam tersebut bersifat historis.
Sedangkan istilah yang ketiga dapat diartikan sebagai upaya mendidik agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya agar dapat menjadi sebagai sikap hidup serta pandangan hidup bagi seseorang yang dapat menjadikan sebagai proses dan cara pendidikan terhadap ajaran Islam itu sendiri. Yakni penekanan pada pendidikan terhadap setiap manusia agar dapat menjadi sebagai pribadi yang muslim. Jika pendidikan agama Islam dianalisis secara mendalam maka akan terbentuk ilmu pendidikan Islam yang bersifat teoritis.
Walaupun pendidikan Islam dipahami dan dianalisa dari sudut yang berbeda-beda, namun pada hakikatnya pendidikan Islam itu adalah konsep atau ide-ide dasar yang dapat dipahami dan dianalisis serta dikembangkan dari sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Pada konsepnya pendidkan Islam dikembangkan dengan proses pewarisan, pembudayaan, pengembangan ajaran, dan peradaban Islam dari generasi ke generasi sampai dengan dewasa ini. Sedangkan dalam prakteknya pendidikan Islam dapat dikembangan dari proses mendidik, membina dan mengembangkan manusia kepada pendidikan pada setiap generasi dala sejarah umat Islam.
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada al-Tarbiyah, al-Ta’dib, dan al-Ta’lim. Dari ketiga istilah tersebut yang popiler ialah al-Tarbiyah. Al-Ta’dib dan al-Ta’lim jarang sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam. Namun berdasarkan analisis konsep ketiga istilah tersebut memiliki konteks makna yang berbeda kadang juga hanya ada makna untuk satu istilah saja tarbiyah misalnya, dapat diartikan mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara dan lain sebagainya.
Akan tetapi apabila dikaji disudut etimologi terhadap ketiga kata tersebut di atas mengandung kesamaan dari segi esensi yaitu sama-sama mengacu pada sebuah proses, bahkan dapat dikatakan bahwa perbedaan kadi ketiga istilah di atas hanya disebabkan dari perbedaan sudut pandang saja dan bukan dari sebuah prinsip, itu disebabkan apabila ketiga istilah tersebut dikembalikan pada asalnya, maka ketiganya mengacu pada sumber dasar yang sama yaitu pendidikan Islam yang bersumber dari Allah SWT dan didasarkan pada prisip ajarannya.
2. Pengertian Pendidikan Karakter
Setelah adanya penjelasan tentang pendidikan di atas maka selanjutnya peneliti akan menjelaskan tentang pengertian pendidikan karakter, berawal dari pengertian menurut bahasa maka karakter dalam Kamus Ilmiah Populer, berarti watak, tabiat, pembawaan atau kebiasaan. Karakter merupakan cara berpikir dan berperilaku yang menjadi cirri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Istilah karakter digunakan secara khusus dalam konteks pendidikan baru muncul pada akhir abad 18, terminologi karakter mengacu pada pendekatan idealis spiritualis yang juga yang juga dikenal dengan teori pendidikan normatif, di mana yang menjadi prioritas adalah nilai-nilai yang dipercaya sebagai motivator dan dominisator sejarah baik Bagi individu maupun bagi perubahan nasional.
Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang berarti “to engrave” atau mengukir. Membentuk karakter diibaratkan seperti mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras. Dari sanalah kemudian berkembang pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku. Istilah karakter sendiri sesungguhnya menimbulkan ambiguitas. Tentang ambiguitas terminologi ‘karakter’ ini, ada dua cara interpretasi dalam melihat karakter, yaitu:
a. Sebagai sekumpulan kondisi yang telah diberikan begitu saja, atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan dalam diri kita. Karakter yang demikian ini dianggap sebagai sesuatu yang telah ada (given).
b. Karakter juga bisa dipahami sebagai tingkat kekuatan melalui mana seorang individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter yang demikian ini disebutnya sebagai sebuah proses yang dikehendaki (willed).
Karakter sebagai suatu kondisi yang diterima tanpa kebebasan dan karakter yang diterima sebagai kemampuan seseorang secara bebas mengatasi keterbatasan kondisinya ini membuat kita tidak serta merta jatuh dalam fatalisme akibat determinasi alam, ataupun terlalu tinggi optimisme seolah kodrat alamiah kita tidak menentukan pelaksanaan kebebasan yang kita miliki. Melalui dua hal ini kita diajak untuk mengenali keterbatasan diri, potensi-potensi, serta kemungkinankemungkinan bagi perkembangan kita. Untuk itulah, model tipologi yang lebih menekankan penerimaan kondisi natural. Cara-cara ini hanya salah satu cara dalam memandang dan menilai karakter.
Selanjutnya karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “Charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya di mana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau karakter juga bisa diartikan sikap, tabiat, akhlak, kepribadian yang stabil sebagai hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis.
Pendidikan yang bersifat umum, maka berbagai bidangpun termasuk didalamnya, dan salah satu pendidikan tang tidak kalah pentingnya yaitu pendidikan di bidang karakter. Karakter sangat dibutuhkan dalam kehidupan, karena seseorang akan mencerminkan berwibawa dan sopan bila karakternya baik dan mulia. Namun sangat banyak orang belum mengetahui tentang karakter.
keberhasilan pendidikan karakter dimulai dengan pemahaman karakter yang baik, mencintainya, dan pelaksanaan atau peneladanan atas karakter baik itu. tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang diterapakan secara sistematis, dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Sebab kecerdasan emosi ini menjadi bekal penting dalam mempersiapkan anak masa depan dan mampu menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis. Ada sembilan pilar karakter yang sangat dibutuhkan yaitu:
a. Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin “semakin bertambah cinta seseorang kepada Allah SWT maka semakin bertambah pula nikmatnya”. Hal ini dikarenakan cinta memainkan peran penting dalam kehidupan manusia, juga cinta merupakan landasan hubungan yang erat di masyarakat dan pembentukan hubungan manusiawi yang akrab, juga ia merupakan pengikat yang kukuh dalam hubungan amtara manusia dengan Allah SWT dan membuatnya ikhlas dalam menyembah Allah SWT dan menjalin hubungan yang harmonis dengan sesama selaku ciptaan-Nya.
b. Kemandirian dan Tanggung Jawab
Dalam hal tanggung jawab ini merupakan keterampilan, seperti yang telah kita jelaskan bahwa keterampilan memerlukan proses pembelajaran. Belajar yang paling baik adalah sejak kecil. Sebab itu kita harus mampu bersikap mandiri dan tanggung jawab. Namun, untuk memperoleh sikaap tersebut harus dimulai dengan proses secara bertahap, orang tua harus memberi arahan dan menanam kepada anaknya sejak dini agar mereka memiliki sikap tanggung jawab dan kemandirian.
c. Kejujuran atau Amanah
Hal ini mendasar kepada Nabi yang selalu bersikap jujur dan amanah dalam menjalankan tugasnya, maka karakter tersebut juga sangat diperlukan untuk anak didik, karena dalam menjalankan kewajibannya santri harus jujur.
d. Hormat dan Santun
Sikap hormat dan santun sangat perlu ditanam kepada anak sebagai pilar karakter. Sikap hormat terhadap guru harus diwujudkan dengan sikap baik terhadapnya. Misalnya, dengan berlaku sopan dan santun kepada guru sebagai orang yang telah mendidik sekaligus mengajari dengan berbagai ilmu yang sangat berguna bagi kehidupan dan masa depan anak didik semua dalam terbentuknya karakter yang mulia.
e. Dermawan
suka tolong menolong dan kerja sama, sikap dermawan dan tolong menolong merupakan suatu kebiasaan yang selalu erat hubungannya dengan kehidupan sosial, maka anak sangat perlu diterapkan dan ditanamkan sikap tolong menolong. Juga kerja sama dalam berkelompok demi terbantu dan untuk memudahkan menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupannya.
f. Percaya Diri
Rasa percaya diri adalah keyakinan kuat pada jiwa, kesepahaman dengan jiwa dan kemampuan menguasai jiwa. Anak sangat perlu ditanamkan sikap percaya diri, karena dengan ada rasa percaya diri yang tinggi maka anak bisa terampil dan aktif.
g. Kepemimpinan dan Keadilan
sikap ini perlu diperhatikan, hal ini sangat berpengaruh ketika anak kelak sudah memiliki bawahan maka sikap inilah sangat perlu diutamakan agar tegaknya keadilan dalam memimpin sekurang-kurangnya dalam memimpin keluarga.
h. Baik dan Rendah Hati
Karakter baik selalu di anjurkan oleh Rasul karena dengan bersikap rendah hati maka sia anak akan jauh dari sikap sombong dan angkuh yang sebenarnya sangat berpengaruh negatif untuk masa depan anak.
i. Toleransi
Toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Dalam bersosial maka toleransi sangatlah diperlikan teritama ketika berhadapan dengan yang berbeda keyakinan maka hal ini sangat diperlukan untuk mewujudkan kedamaian dan selalu erat kesatuan.
Kesembilan karakter itu, perlu ditanamkan dalam pendidikan. Hal tersebut diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan/mencintai dan sekaligus melaksanakan nilai-nilai kebajikan. Penyebab ketidak mampuan seseorang untuk berperilaku baik, walaupun secara kognitif anak mengetahui, karena anak tidak terlatih atau terjadi pembiasaan untuk melakukan kebajikan.
Dari beberapa hal di atas, dapatlah diambil suatu garis besar bahwasanya Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil, Pendidikan karakter adalah proses menanamkan
karakter tertentu sekaligus memberi benih agar peserta didik mampu menumbuhkan karakter khasnya pada saat menjalankan kehidupan. Dengan kata lain, peserta didik tidak hanya memahami pendidikan sebagai bentuk pengetahuan, namun juga menjadikan sebagai bagian dari hidup dan secara sadar hidup berdasarkan pada nilai tersebut. Adapun nilai-nilai yang perlu dihayati dan diamalkan adalah: religius, jujur, disiplin, kerja keras, peduli lingkungan, dan tanggung jawab.
3. Dasar Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi, pendidikan merupakan sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi).
Dasar pendidikan karakter mengacu pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas dalam: (a) Pasal 2 yaitu “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. (b) dalam pasal 3 yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Berpedoman pada UU No. 20 Tahun 2003 maka dapat kita pahami yang bahwa anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar, yaitu:
a. afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul dan kompetensi.
b. kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Kesemua acuan di atas dapat terbentuk karena sudah dijelaskan dan memiliki acuan pedoman. Selaku umat Islam maka salah satu pedoman kita adalah al-Qur’an, maka penjelasan al-Qur’an tentang karakter itu dijelaskan dalam surat al-Qalam ayat 4 dan surat asy-syam ayat 8 dan dalam surat al-Ahzab ayat 21 berikut penjelasannya:
Artinya: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. al-Qalam: 4).
Artinya: Maka Allah SWT mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (QS. asy-Syam: 8).
Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah SWT dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah SWT. (QS. al-Ahzab: 21).
Berdasarkan ayat di atas maka dapat kita pahami bahwa dalam surat al-qalam di jelaskan bahwa karakter yang baik itu memang sangat di anjurkan. Dan mencela bagi mereka yang karakter tidak mulia sebagaimana penjelasan dalam surat al-Qalam. Sebagai contoh agar kita mempunyai tempat percontohan maka dalam surat al-ahzah Allah SWT menjelaskan bahwa mengutus Rasul sebagai suri teladan dan panutan bagi manusia. Maka pokok dasar pedoman utama dalam pembentukan karakter terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits.
Dalam membentuk karakter maka Negara juga sangat menganjurkan dan sangat mengutamakan hal ini jelas kita lihat dalam komitmen nasional tentang perlunya pendidikan karakter secara imperative tertuang pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab II Pasal 3 yang dengan tegas menyatakan bahwa “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Berdasarkan penjelasan di atas maka pendidikan karakter sangat dibutuhkan karena bila dilihat dalam al-Qur’an maka manusia di anjurkan untuk berbudi pekerti yang luhur, bahkan Negara juga sangat mengekang kapada penduduk khususnya Indonesia mengatur pendidikan berkarakter dalam UU No. 20 tahun 2003 yang harus di patuhi karena demi Indonesia yang bermartabat.
4. Tujuan Pendidikan karakter
Tujuan pendidikan karakter adalah untuk membentuk anak bangsa yang tangguh, kompetitif dalam segala bidang, memiliki akhlak yang mulia, bermoral yang tinggi, bersikap toleransi terhadap sesama terutama terhadap yang berbeda keyakinan dalam beragama, menumbuhkan sikap gotong royong dan saling tolong menolong sesama, selalu terdepan dalam berjiwa patriotik, berkeinginan berkembang dinamis dengan berientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah SWT, Agama juga sangat menganjurkan dalam berpendidikan sebagaimana dijelaskan dalam Hadits berikut ini:
قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: كُنْ عَالِمًا اَو مُتَعَلِّمًا اَو مُسْتَمِعًا اَو مُحِبًّا وَلَا تَكُنْ خَامِسًا فَتُهْلِكَ (رواه البيهقي)
Artinya: Barangsiapa yang menghendaki kebaikan didunia maka dengan ilmu, barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan di akhirat maka dengan ilmu, barangsiapa yang menghendaki keduanya maka dengan ilmu. (HR.Bukhori-muslim).
Selain kebahagiaan didunia yang diperoleh melalui ilmu, maka tujuan pendidikan akan tercapai jika semuanya melalui proses belajar seperti sabda Rasulullah saw berikut ini:
عَن ابْنُ عَبَّاس رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: مَنْ يُرِدِ الله بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ وَاِنَّمَا الْعِلْمِ بِالتَّعَلُّمِ ...(رواه البخارى)
Artinya: Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata Rasulullah saw bersabda “ barangsiapa yang dikehendaki Allah SWT menjadi baik, maka dia akan dipahamkan dalam hal agama. Dan sesungguhnya ilmu itu diperoleh melalui belajar “ (HR. Bukhari).
Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa orang tersebut akan diberi kebaikan oleh Allah SWT . kebaikan secara social, mental, spiritual, menjadi kunci Allah SWT bagi kebaikan seseorang. Dengan kata lain, kalau ingin memperoleh kebaikan apapun didunia dan akhirat jangan jauh-jauh dari agama. Dalam pengertian ini, agama adalah kunci kebaikan seseorang. Agar tidak jauh-jauh dari agama maka seseorang diwajibkan untuk menuntut ilmu agar tujuan pendidikan islam dapat terwujud.
Hadis di atas merupakan pernyataan Allah SWT yang mengandung perintah bahwa siapapun dari manusia yang menginginkan memperoleh kebaikan, hendaknya ia mencari ilmu yang bermanfaat.
Selain dari hadits maka dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan karakter bangsa.
Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pende¬katan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
Di sinilah, pendidikan karakter menjadi suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah. Di samping itu, pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai suatu peri¬laku yang harus dilakukan warga sekolah untuk menyelenggarakan pendi¬dikan yang berkarakter.
Menurut Ramli, pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat yang baik , dan warga Negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik , dan warga Negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentuyang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat pendidikan karakter dalam konteks pendidikan Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. di mana tujuan pendidikan karakter adalah meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah melalui pembentukan karakter peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.
Pendidikan karakter bukanlah sebuah proses menghafal materi soal ujian, dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan. Pembiasaan berbuat baik, pembiasaan untuk berlaku jujur, malu berbuat curang, malu bersikap malas, malu membiarkan lingkungannya kotor. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harusdilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal. Pendidikan karakter pada intinya adalah membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan pancasila.
5. Model Pendidikan Karakter
Keberhasilan dalam menyelenggarakan dan menanamkan nilai-nilai kehidupan melalui pendidikan karakter dapat pula dipengaruhi oleh cara atau pendekatan yang dipergunakan dalam menyampaikan.
a. Model Sebagai Mata Pelajaran Tersendiri (monolitik)
Dalam model pendekatan ini, pendidikan karakter dianggap sebagai mata pelajaran tersendiri. Oleh karena itu, pendidikan karakter memiliki kedudukan yang sama dan diperlakukan sama seperti pelajaran atau bidang studi lain. Dalam hal ini, guru bidang studi pendidikan karakter harus mempersiapkan dan mengembangkan kurikulum, mengembangkan silabus, membuat Rancangan Proses Pembelajaran (RPP), metodologi pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Konsekuensinya pendidikan karakter harus dirancangkan dalam jadwal pelajaran secara terstruktur.
Kelebihan dari pendekatan ini antara lain materi yang disampaikan menjadi lebih terencana matang/terfokus, materi yang telah disampaikan lebih terukur. Sedangkan kelemahan pendekatan ini adalah sangat tergantung pada tuntutan kurikulum, kemudian penanaman nilai-nilai tersebut seolah-olah hanya menjadi tanggung jawab satu orang guru semata, demikian pula dampak yang muncul pendidikan karakter hanya menyentuh aspek kognitif, tidak menyentuh internalisasi nilai tersebut.
b. Model Terintegrasi Dalam Semua Bidang Studi
Pendekatan yang kedua dalam menyampaikan pendidikan karakter adalah disampaikan secara terintegrasi dalam setiap bidang pelajaran, dan oleh karena itu menjadi tanggunmg jawab semua guru. Dalam konteks ini setiap guru dapat memilih materi pendidikan karakter yang sesuai dengan tema atau pokok bahasan bidang studi. Melalui model terintegrasi ini maka setiap guru adalah pengajar pendidikan karakter tanpa kecuali.
Keunggulan model terintegrasi pada setiap bidang studi antara lain setiap guru ikut bertanggung jawab akan penanaman nilai-nilai hidup kepada semua siswa, di samping itu pemahaman akan nilai-nilai pendidikan karakter cenderung tidak bersifat informatif-kognitif, melainkan bersifat aplikatif sesuai dengan konteks pada setiap bidang studi. Dampaknya siswa akan lebih terbiasa dengan nilai-nilai yang sudah diterapkan dalam berbagai seting.
Sisi kelemahannya adalah pemahaman dan persepsi tentang nilai yang akan ditanamkan harus jelas dan sama bagi semua guru. Namun, menjamin kesamaan bagi setiap guru adalah hal yang tidak mudah, hal ini mengingat latar belakang setiap guru yang berbeda-beda. Di samping itu, jika terjadi perbedaan penafsiran nilai-nilai di antara guru sendiri akan menjadikan siswa justru bingung.
c. Model di Luar Pengajaran
Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter dapat juga ditanamkan di luar kegiatan pembelajaran formal. Pendekatan ini lebih mengutamakan pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan untuk dibahas dan kemudian dibahas nilai-nilai hidupnya. Model kegiatan demikian dapat dilaksanakan oleh guru sekolah yang diberi tugas tersebut atau dipercayakan kepada lembaga lain untuk melaksanakannya.
Kelebihan pendekatan ini adalah siswa akan mendapatkan pengalaman secara langsung dan konkrit. Kelemahannya adalah tidak ada dalam struktur yang tetap dalam kerangka pendidikan dan pengajaran di sekolah, sehingga akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih banyak.
d. Model Gabungan
Model gabungan adalah menggabungkan antara model terintegrasi dan model di luar pelajaran secara bersama. Model ini dapat dilaksanakan dalam kerja sama dengan tim baik oleh guru maupun dalam kerja sama dengan pihak luar sekolah. Kelebihan model ini adalah semua guru terlibat, di samping itu guru dapat belajar dari pihak luar untuk mengembangkan diri dan siswa. Siswa menerima informasi tentang nilai-nilai sekaligus juga diperkuat dengan pengalaman melalui kegiatankegiatan yang terencana dengan baik.
Mengingat pendidikan karakter merupakan salah satu fungsi dari pendidikan nasional, maka sepatutnya pendidikan karakter ada pada setiap materi pelajaran. Oleh karena itu, pendekatan secara terintegrasi merupakan pendekatan minimal yang harus dilaksanakan semua tenaga pendidik sesuai dengan konteks tugas masing-masing di sekolah, termasuk dalam hal ini adalah konselor sekolah.
Namun, bukan berati bahwa pendekatan yang paling sesuai adalah dengan model integratif. Pendekatan gabungan tentu akan lebih baik lagi karena siswa bukan hanya mendapatkan informasi semata melainkan juga siswa menggali nilai-nilai pendidikan karakter melalui kegiatan secara kontekstual sehingga penghayatan siswa lebih mendalam dan tentu saja lebih menggembirakan siswa. Dari perspektif ini maka konselor sekolah dituntut untuk dapat menyampaikan informasi serta mengajak dan memberikan penghayatan secara langsung tentang berbagai informasi nilai-nilai karakter.
Tentunya dari empat model pendekatan pendidikan karakter tersebut di atas, yang paling ideal adalah model Gabungan yaitu pendidikan karater terintegrasi ke dalam mata pelajaran namun di luar pelajaran pun di laksanakan, namun bagaimana guru dapat memiliki pemahaman dahkan keterampilan pendidikan karakter itu terintegrasi apabila tidak di berikan secara khusus bagaimana model /metode pembelajaran pendidikan karakter tersebut.
Semua model pendidikan karakter diatas memiliki landasannya. Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat di mulainya suatu perbuatan. Dalam bahasa Inggris, landasan disebut dengan istilah foundation, yang dalam bahasa Indonesia menjadi fondasi. Fondasi merupakan bagian terpenting untuk mengawali sesuatu. Maka yang menjadi dasar dalam model pendidikan karakter berlandaskan pada:
a. Agama
Agama merupakan sumber kebaikan. Oleh karenanya pendidikan karakter harus dilandaskan berdasarkan nilai-nilai ajaran agama, dan tidak boleh bertentangan dengan agama. Indonesia merupakan negara yang mayoritas masyarakat beragama, yang mengakui bahwa kebajikan dan kebaikan bersumber dari agama. Dengan demikian, agama merupakan landasan yang pertama dan paling utama dalam mengembangkan pendidikan karakter di Indonesia, khususnya pada lembaga pendidikan anak usia dini.
b. Pancasila
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang menjadi acuan dalam melaksanakan setiap roda pemerintahan. Kressantono sebagaimana dikutip Koesoema mengatakan bahwa Pancasila adalah kepribadian, pandangan hidup seluruh bangsa Indonesia; pandangan hidup seluruh bangsa Indonesia; pandangan hidup yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat menjelang dan sesudah proklamasi kemerdekaan. Oleh karenanya, Pancasila ialah satu-satunya pandangan hidup yang dapat mempersatukan bangsa.
Pancasila harus menjadi ruh setiap pelaksanaanya. Artinya, Pancasila yang susunanya tercantum dalam pembukaan UUD 1945, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi nilai-nilai pula dalam mengatuh kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Sehingga warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-niai pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter didasarkan pada UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang mengarah pada sistem pendidikan nilai yang mempunyai fungsi sebagai standar dan dasar pembentukan konflik dan pembuatan keputusan, motivasi dasar penyesuaian diri dan dasar perwujudan diri.
c. Budaya
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya. Telah menjadi keharusan bila pendidikan karakter juga harus berlandaskan pada budaya. Artinya, nilai budaya dijadikan sebagai dasar dalm pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat. Oleh karena itu, budaya yang ada di Indonesia harus menjadi sumber nilai dalam pendidikan arakter tersebut. Supaya pendidikan yang ada tidak tercabut dari akar budaya bangsa Indonesia.
d. Tujuan Pendidikan Nasional
Rumusan pendidikan nasional secara keseluruhan telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang tersebut, disebutkan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan karakter harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, nilai-nilai pendidikan karakter yang dikembangkan harus terintegrasikan dengan tujuan pendidikan nasional.
6. Kelebihan dan Kelemahan Pendidikan Karakter
Setiap metode dan strategi dalam pendidikan memiliki sisi kelebihan yang mampu menunjang mutu pendidikan terhadap siswa, namun dibalik semua itu juga terdapat sisi kelemahan atau kelemahan yang harus di atas, maka demi menunjang pendidikan ke arah lebih baik, berikut peneliti menguraikan kelebihan dan kelemahan atau kekurangan dalam pendidikan karakter:
a. Kelebihan
Penerapan pendidikan karakter di sekolah mempunyai beberapa kelebihan diantaranya yaitu:
1) Pendidikan karakter adalah membiasakan generasi muda mengadakan refleksi atas pengalaman hidup, sebagai bekal dalam menghadapi polemik dalam masyarakat dikemudian hari sehingga siswa dapat menimbang yang baik dan buruk bagi dirinya sendiri tanpa guru atau orang tua harus menentukan pilihan atau mengatur hidupnya.
2) Bekal moral kepemimpinan, kepedulian, toleransi, kemandirian, tanggung jawab, diplomatis, kreatifitas, antusias, percaya diri dan kerja keras merupakan pilar yang harus ditanamkan dalam pendidikan karakter remaja diharapkan dapat meminimalisir perilaku seks beresiko yang dapat mempengaruhi perkembangan mental remaja.
3) Pendidikan karakter secara tidak langsung menanamkan doktrin pancasila. Doktrin pancasila ini yang mana sebagai bangsa Indonesia harus tertanam kuat dalam setiap pribadi remaja. Hal ini sebagai upaya memperbaiki perkembangan moral remaja Indonesia.
4) Pendidikan karakter sangat berfungsi bagi remaja, karena dapat membantu para remaja untuk menemukan jati dirinya yang sebenarnya. Remaja yang beranjak dewasa diharapkan dapat berkarakter layaknya mahkluk ciptaannya.
5) Pendidikan karakter diharapkan mampu menjadikan setiap remaja sebagai individu yang mampu menjadi uswatun hasanah (teladan yang baik) bagi dirinya dan lingkungan sosial budayanya.
6) Dengan adanya pendidikan karakter selain memberikan ilmu pengetahuan juga membentuk karakter siswa menjadi pribadi yang diharapkan.
b. kekurangan
penanaman pendidikan karakter memiliki terdapat beberapa kelemahan diantaranya:
1) Di sekolah pendidikan karakter telah diberikan guna menata perilaku siswa yang mulai menginjak remaja. Namun di rumah orang tua terkadang cendrung tidak peduli dengan perkembangan anak sehingga penerapan pendidikan krakter ini hanya berada pada pagar sekolah saja. Maksudnya saat siswa di sekolah dan dalam pemantauan guru siswa berusaha tampil sebaik mungkin namun saat di luar sekolah maka siswa sudah tidak peduli lagi.
2) Siswa mengahbiskan sebagian besar waktunya di luar sekolah sehingga guru atau pihak sekolah tidak dapat memantau perkembangan siswa di luar sekolah.
3) Tidak semua guru memberikan contoh yang baik pada siswa sehingga pemberian pendidikan karakter ini seakan sebuah konsep belakang yang mana guru sendiri pun masih ada yang tidak menggunakannya.
4) Guru hanya bisa mengajarkan namun tidak memaksakan sehingga sulit untuk mengetahui secara jeas apakah pendidikan karakter yang guru berikan dapat diserap siswa dan dapat diterapkannya atau malah akan sia-sia.
5) Pendidikan karakter bersifat continiti sehingga harus selalu di upgrade dan tidak bisa sekali ajar saja seperti ilmu pengetahuan lainnya.
6) Keberhasilan pendidikan karakter bertumpu pada kesadaran siswa sehingga sulit untuk memantau tingkat keberhasilannya.
B. Dayah Salafi
1. Pengertian Dayah Salafi
Dayah atau yang pada umumnya di kenal dengan pesantren diambil dari bahasa Arab zawiyah. Istilah zawiyah, yang secara literal bermakna sebuah sudut, diyakini oleh masyarakat Aceh pertama kali digunakan sudut Masjid Madinah ketika Nabi Muhammad berdakwah pada masa awal Islam. Dan dalam kamus praktis bahasa indonesia disebutkan bahwa makna pesantren (dayah) adalah tempat para murid.
Orang-orang ini, sahabat Nabi, kemudian menyebarkan Islam ketempat-tempat lain. Pada abad pertengahan, kata zawiyah dipahami sebagai pusat agama dan kehidupan mistik dari penganut tasawuf, karena itu, didominasi hanya oleh ulama perantau, yang telah dibawa ketengah-tengah masyarakat. Kadang-kadang lembaga ini dibangun menjadi sekolah agama dan pada saat tertentu juga zawiyah dijadikan sebagai pondok bagi pencari kehidupan spiritual. Sangat mungkin bahwa Islam disebarkan ke Aceh oleh para pendakwah tradisional Arab dan sufi ini mengindikasikan bagaimana zawiyah diperkenalkan di Aceh.
Dalam Perda No. 6 Tahun 2000 tentang penyelenggaraan Pendidikan pasal 1 ayat 17 disebutkan bahwa dayah adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan Islam dengan sistem pondok/rangkang yang diselenggarakan oleh pemerintah Daerah, Yayasan/perorangan yang dipimpin oleh ulama dayah. Dalam Pasal 15 ayat 3 disebutkan pula bahwa Pemerintah berkewajiban membina dan mengawasi kegiatan pendidikan dayah. Juga dalam Qanun No. 23 tahun 2002, pasal 16 ayat 1 disebutkan bahwa dayah/pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dengan system Pondok/rangkang yang dipimpin oleh ulama, diselenggarakan oleh yayasan, badan sosial, perorangan, dan pemerintah. Dan ayat 2 juga menyebutkan bahwa pendidikan dayah terdiri atas Dayah Salafi yang tidak menyelenggarakan sistem program pendidikan madrasah, dan Dayah Terpadu yang menyelenggarakan sistem program pendidikan madrasah dalam berbagai jenjang.
Dayah adalah lembaga pendidikan tinggi setelah rangkang. Pada masa kesultanan Aceh, pendirian dayah disponsori oleh kerajaan yang didirikan di wilayah Naggroedengan menawarkan tiga tingkatan pendidikan yaitu tingkat junior (rangkang), senior (balee) dan tingkat Universitas (dayah manyang). Pasca kesultanan Aceh pendirian dayah biasanya atas inisiatif seorang teungku syiek. kurikulum pendidikan di dayah meliputi bahasa Arab, Fiqh, Tafsir, Hadits, Tasauf, Akhlak, Tauhid, Mantiq dan ilmu hisab. Kitab-kitab yang digunakan terdiri dari kitab-kitab klasik yang sebagian besar ditulis dalam bahasa Arab. Saat sekarang ini di Aceh dayah khalafi (modern/terpadu) yang menggunakan sistem pendidikan pesantren.
Dayah adalah sebuah lembaga otonom yang menangani pembelajaran dan pendidikan agama. Dayah didirikan dan dikelola oleh seorang teugku chik atau biasa dipanggil Abu, Abi atau Walid. Teungku chik secara otomatis mengatur semua kegiatan baik berupa pengajian maupun pembangunan dayah. Lahan pertapakan pembangunan sebuah dayah adalah pada tanah berstatus wakaf masyarakat umum maupun milik pribadi teungku pimpinan. Masyarakat sekitar dayah biasanya adalah donatur utama sebuah dayah. Jadi, maksud makna dayah di sini adalah suatu tempat di mana para murid berkumpul, bertempat tinggal dan menimba ilmu agama Islam secara bersama-sama dan memperoleh banyak pengetahuan tentang agama Islam, baik itu ilmu Sejarah Islam, Fiqh, Tasawuf, Tauhid maupun Ilmu Bahasa Arab secara keseluruhan.
2. Pendidikan Dayah Salafi
Pada dasarnya pendidikan dayah salafi berdasarkan Pasal 32 Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan, Bab VI: Jalur, Jenis dan Jenjang Pendidikan, bagian kedelapan tentang Pendidikan Dayah disebutkan dalam ayat:
1. Pendidikan dayah terdiri atas dayah salafiah dan dayah terpadu/moderen.
2. Dayah salafiah dan dayah terpadu dapat menyelenggarakan pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.
3. Dayah dapat melaksanakan pendidikan tinggi yang disebut sebagai Dayah Manyang.
4. Pendidikan dayah dibina oleh Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD).
5. Dayah dapat memberikan ijazah kepada lulusannya.
6. Dalam pembinaan pendidikan dayah, Badan Pembinaan Pendidikan Dayah dapat berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Aceh, Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh dan instansi terkait lainnya.
7. Lembaga pendidikan dayah harus terakreditasi yang dilakukan oleh badan akreditasi yang dibentuk pemerintah Aceh.
Proses pendidikan didayah dilaksanakan dengan seorang guru memberi ilmu berdasar kitab yang sedang dipelajari kemudian murid menanyakan tentang hal yang tidak jelas kepada guru yang siap memberi tanggapan terhadap hal yang tidak jelas.
Dengan metode halaqah para murid duduk disekitar guru dengan membentuk lingkaran. Guru maupun murid dalam halaqah tersebut memegang kitab masing-masing. Guru membacakan teks kitab, kemudian menerjemahkannya kata demi kata, dan menerangkan maksudnya. Murid menyimak kitab masing-masing dan mendengarkan dengan saksama terjemahan penjelasanpenjelasan guru. Kemudian, murid mengulang dan mempelajari secara sendiri-sendiri. Meskipun dayah tidak mengenal evaluasi secara formal, dengan pengajaran secara halaqah ini, kemampuan para murid dapat diketahui.
Unsur pokok yang cukup membedakan Dayah dengan lembaga pendidikan lainnya adalah bahwa pada Dayah diajarkan kitab-kitab Islam klasik atau yang sekarang terkenal dengan sebutan kitab kuning, yang dikarang oleh para ulama’ terdahulu, mengenai berbagai macam pengetahuan agama Islam dan bahasa Arab. Pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab tentang berbagai ilmu yang mendalam.Tingkatan suatu pesanren dan pengajarannya, biasanya diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan.
Selain adanya pembelajaran di bidang kitab kuning dan pengetahuan. Juga didayah ditekankan agar pelajar memiliki mental yang mantap karena itu sangat dibutuhkan saat mereka mengaplikasikan ilmu yang telah dimiliki serta dapat menggambarkan karakter yang dimiliki oleh seorang pelajar, maka hal itu dapat dimiliki pelajar melalui kegiatan ekstra kulikuler seperti Muhazarah dan dalail Khairat. Juga diajarkan tata krama dan kesopanan seorang pelajar ketika berhadapan dengan masyarakat dengan karakter yang dikenal sebagai seorang yang baik, jujur penolong dan juga sebagai panutan.
Selain dari pada itu, di dayah-dayah dikembangkan juga sistem Muzakarah. Muzakarah diadakan antara sesama murid untuk membahas sesuatu masalah yang terlebih dahulu disiapkan. Dalam muzakarah biasanya murid dibagi kepada beberapa kelompok menurut yang dikehendaki oleh masalah yang dibahas. Yang satu disebut kelompok muthbid (kelompok yang mempertahankan), sedangkan yang lain disebut kelompok munfi (penentang). biasanya dipimpin oleh satu atau beberapa orang Ustazd yang bertindak sebagai hakim. Tujuan dan sistem ini adalah mendidik para murid agar kreatif, dinamis dan kritis dalam menghadapi dan memahami sesuatu problema.
3. Sistem Pendidikan Dayah Salafi
a. Sistem Pengajaran
Setiap lembaga pendidikan memiliki model pembelajaran yang berbeda. Begitu juga halnya dayah-dayah di Aceh dimana model pembelajarannya sangat berbeda dengan lembaga pendidikan umum lainnya. Dalam pengajian, setiap pelajar diharuskan membawa kitab-kitab yang telah ditetapkan, sesuai dengan jadwal belajar yang baku atau kitab-kitab yang ingin dipelajarinya.
Ismail Yacob menyatakan, ada beberapa sistem yang biasa digunakan dalam pengajian dan mendalami kitab-kitab standar di dayah .
1) Guru membaca kitab tertentu serta menerjemahkan, kemudian menjelaskan maksud dan tujuannya, sedangkan murid menyimak dan memperhatikan bacaan tersebut dengan penuh konsentrasi. Untuk murid-murid yang pemula biasnya guru membaca secara pelan-pelan serta menterjemahkan kata demi kata, sehingga mereka mudah menanggapi dan memahaminya. Sebaliknya para murid yang telah mampu, dimana guru membaca dan menterjemahkan dengan cepat, sistem ini mendidik murid supaya kreatif dan dinamis. Kelebihan sistem ini murid yang cerdas dan rajin mempelajari dan mengulangi pelajarannya, dalam waktu relatif singkat telah dapat menyelesaikan pendidikannya.
2) Di dayah juga dikembangkan sistem “Muzakarah” atau “Munadarah”. Muzakarah diadakan antara sesama murid untuk membahas sesuatu masalah yang terlebih dahulu disiapkan. Dalam muzakarah biasanya murid dibagi kepada beberapa kelompok menurut yang dikehendaki oleh masalah yang dibahas. Yang satu disebut kelompok muthbid (kelompok yang mempertahankan), sedangkan yang lain disebut kelompok munfi (penentang). Tujuan dan sistem ini adalah mendidik para murid agar kreatif, dinamis dan kritis dalam menghadapi dan memahami sesuatu problema.
b. Metode Penyajian
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan.
Kurikulum yang dikembangkan di dayah hanya tergantung kepada keinginan dan kemampuan para pemimpinnya saja. Kendati demikian, secara secara umum terdapat persamaan di semua dayah tentang mata pelajaran pokok yang diajarkan kepada para santrinya. Misalnya pengetahuan hukum Islam (Ilmu Fiqih), tata bahasa (Ilmu Nahu dan Ilmu Saraf), Tauhid dan Tafsir.
Untuk mata pelajaran Ilmu Fiqih, rata-rata dayah saat ini mengajarkan kitab-kitab sebagai berikut:
1) Kitab Matn al-Taqrib karangan Abi Syuja’ (593 H)
2) Kitab al-Bajuri al-Syarah Matn al-Taqrib karangan Syaikh Ibnu Qasim (918 H).
3) Kitab Fath al-Wahab, karangan Syaikh Sulaiman al-Bujairimi (1221 H).
4) Kitab al-Mahalli karangan Syekh Djalaluddin al-Mahalli (864 H).
5) Kitab Tuhfatul Muhtaj karangan Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, (974 H)
Dalam bidang Ilmu Saraf kitab-kitab yang diajarkan diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Kitab Dammun wa al-Madkhal
2) Kitab al-Kailani
3) Kitab al-Matlub.
Dalam Ilmu Nahwu, mata pelajaran yang diajarkan diantaranya adalah sebagai berikut:
1) kitab Matn al-Jarumiyah
2) kitab al-Kawakib
3) kitab al-Khudari.
Dalam pelajaran Tafsir al-Qur’an kitab pegangannya adalah sebagai berikut,
1) Kitab Tafsir Djalalain
2) Kitab Tafsir Khazain,
3) Kitab Tafsir Ibnu Katsir,
4) Kitab Tafsir Ibnu Abbas dan lain- lain,
Dalam pelajaran Hadits, yang diajarkan adalah sebagai berikut:
1) Kitab Matan Arba’in
2) kitab Majali al-Sanniyah,
3) kitab Abi Jamarah,
4) kitab Fath al-Mubdi dan lain-lain.
Semua kitab atau mata pelajaran diajari berdasarkan kemampuan guru (teungku beut) di sebuah dayah. Ada dayah yang kemampuan gurunya bisa mengajari para santri hingga ke tingkat mata pelajaran atau kitab Tuhfatul Muhtaj, namun ada juga yang hanya sampai hingga di mata pelajaran Fathul Wahab.
Dalam hal metode maka Kecenderungan dayah-dayah biasanya mempertahankan metode tradisional (metode sorongan, metode wetonan, metode muzakarah). yang berlangsung secara turun temurun. Karena tujuan yang terpenting dalam pendidikan dayah ialah kemampuan membaca, menerjemah secara harfiyah dan terikat serta mampu mengambil kesimpulan sesuai isi kaidah- kaidah yang berlaku. Metode mengajar yang sering digunakan umumnya meliputi:
1) Metode Bandongan/ wetonan
Metode bandongan adalah metode pengajaran dengan guru membaca, menerjemahkan, menerangkan dan mengulas buku-buku Islam dalam bahasa arab sedangkan sekelompok santri mendengar dan memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit.
2) Metode Sorogan
Metode sorogan adalah metode yang ditempuh dengan cara guru menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual, biasanya disamping di pesantren juga dilangsungkan di langgar, masjid, atau malahan di rumah-rumah. Penyampaian pelajaran kepada santri sacara bergilir ini biasanya dipraktekkan pada santri yang jumlahnya sedikit.
Sasaran metode ini adalah kelompok santri pasa tingkat rendah yaitu mereka yang baru menguasai pembacaan al-Qur’an. Melalui sorongan perkembangan intelektual santri dapat ditangkap kiai secara utuh. Dia dapat memberikan bimbingan penuh kejiwaan sehingga dapat memberikan tekanan pengajaran kepada santri-santri tertentu atas dasar observasi langsung terhadap tingkat kemampuan dasar dan kapasitas mereka. Juga, penerapan metode sorongan dapat menuntut kesabarab dan keuletan pengajar. Santri dituntut memiliki disiplin tinggi. Disamping itu aplikasi metode ini membutuhkan waktu yang lama.
3) Metode halaqah
Dalam metode ini santri duduk secara melingkar, biasanya berbentuk leter U, dan guru duduk di tenga atas, dan membacakan kitab,dengan menggunakan metode ini guru sangat leluasa dalam mengontrol perkembngan santri. Serta santri juga harus belajar dengan serius karena guru dapat melihat dengan jelas tiap perilaku dan gerak gerik santri, sehingga membuat santri fokus pada materi.
4) Metode Muzakarah
Metode muzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah diniyah seperti aqidah, ibadah, dan masalah agama pada umumnya. Mentode ini dapat membangkitkan semangat intelektual santri mereka diajak berpikir ilmiah dengan menggunakan penalaran-penalaran yang disandarkan pada al-Qur’an dan Hadist Nabi serta kitab-kitab Islam klasik.
5) Metode ceramah
Metode kisah adalah metode yang dilakukan dengan cara menceritakan kisah-kisah seputar kehidupan yang dapat mengembangkan keinginan santri untuk melakukan sesuatu hal lebih giat. Dengan timbulnya keinginan-keinginan yang kuat dalam diri santri sehingga akan memotivasinya untuk mengerjakan suatu hal secara mandiri
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode-metode pembelajaran mempunyai peran penting dalam dalam pengembangan kemandirian santri dalam bidang pengembangan ‘ubudiah, intelektual, sosial, ekonomi dan emisi santri. Metode-metode yang digunakan yaitu metode bandhongan, metode sorogan, metode halaqah, metode dakwah, metode pemberian tugas, metode resitasi, metode diskusi dan metode kisah, dengan demikian diharapkan dapat membentuk kemandirian santri sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
4. Perbedaan Dayah Salafi dengan Dayah Modern
Ada beberapa perbedaan yang dapat penulis paparkan, hal ini berdasarkan pedoman pada Pasal 35 Qanun No. 5 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan bahwa Kurikulum dayah salafiah ditetapkan oleh pimpinan dayah yang bersangkutan berdasarkan hasil musyawarah pimpinan dayah dan Dayah terpadu/modern yang menyelenggarakan program sekolah/madrasah mengikuti kurikulum sekolah/madrasah.
Karakteristik Dayah salafi tentu berbeda dengan pesantren modern. Hal ini bisa di lihat karakternya yang:
1. Dayah salafimemiliki karakter lokalitasnya. Sebuah model pendidikan yang sejalan dan sedarah dengan fakta riil kondisi masyarakat sekitarnya.
2. Dayah salafi, yang ditekankan ialah membangun kultur tanpa mesti membangun sistem.
3. Dayah salafi dikenal dengan pesantren yang memiliki pola pengelolaan pendidikan tradisional. Selain itu juga dalam hal berpakaian, terlihat sangat sederhana dan madiri. Kesederhanaan pakaian dalam Dayah salafi terlihat tidak membeda-bedakan antara pakain untuk berjamaah di masjid dan pakain untuk mengikuti kegiatan lainnya, termasuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Dayah Modern disebut juga dengan pesantren yang mengadopsi sistem madrasah atau sekolah yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti; MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan PT. dalam lingkungannya. Dengan demikian dayah modern merupakan pendidikan dayah yang diperbaharui atas dayah salaf, sebagai institusi pendidikan asli Indonesia yang lebih tua dari Indonesia itu sendiri.
Sedangkan menurut penulis dayah modern itu dapat diartikan bahwa pesantren yang berusaha menyeimbangkan pendidikan agama dengan pendidikan umum, metode yang digunakan tidak lagi seperti dulu, materi yang diajarkanpun juga lebih banyak dibanding pesantren salaf. Selain mengajarkan pendidikan agama islam pesantren ini juga mengajarkan ilmu-ilmu umum dan juga bahasa-bahasa asing yang dilakukan guna menghadapi perkembangan zaman yang semakin canggih seperti sekarang ini. Dan didirikan pula sekolah-sekolah diberbagai tingkat sebagai sarana prasarana sebagai penunjang dalam sistem pembelajaran mereka.
Dayah modern dikenal dengan sebutan pesantren khalafi, yaitu pesantren yang selain memberikan pengajaran kitab-kitab klasik juga membuka sekolah-sekolah umum. Sekolah-sekolah umum itu dalam koordinasi dan berada di lingkungan pesantren. Keberadaan sekolah dimaksudkan untuk membantu mengembangkan pendidikan pesantren. Di dalamnya terdapat perpaduan antara ilmu umum dan ilmu agama.
Belum ada tanggapan untuk "Model Pendidikan Karakter Di Dayah Salafi"
Posting Komentar